Menaati protokol kesehatan adalah kewajiban semua pihak, dari peserta, penyelenggara, hingga penonton. Kewaspadaan perlu lebih ditingkatkan pada pertandingan kontak dekat ataupun yang mengundang keramaian.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Perasaan waswas akan terjadinya penularan Covid-19 di PON XX di Papua saat ini menjadi kenyataan. Perlu komitmen dan kerja keras agar penularan tidak meluas.
Juru bicara Satgas Pengendalian, Pencegahan, dan Penanganan Covid-19 Papua, Silwanus Sumule, menginformasikan, 29 peserta PON Papua positif Covid-19. Terdiri dari atlet, ofisial, dan panitia pelaksana yang tersebar di kluster wilayah penyelenggaraan PON XX, yaitu Kota dan Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Merauke.
Meski keberhasilan penyelenggaraan pesta olahraga besar sudah dicontohkan Olimpiade Tokyo 2020, ternyata tidak mudah mengaplikasikannya di Indonesia. Ketidakdisiplinan menjaga gelembung PON Papua agar tetap steril membuat upaya mencegah penularan kebobolan. Pelanggaran protokol seperti peserta PON duduk di antara penonton, tidak segera pulang ke wisma seusai latihan atau pertandingan, serta longgarnya pemeriksaan sertifikat vaksinasi ataupun penggunaan masker menjadi faktor penularan.
Karakter bangsa Indonesia memang berbeda dengan Jepang. Di Jepang, bencana menjadi ajang pembelajaran untuk bisa hidup berdampingan dengan alam raya dan segala isinya. Di Indonesia, bencana dan kematian dianggap sebagai takdir yang harus diterima. Perbedaan cara pandang ini memperjelas jati diri kita, termasuk berbagai pelanggaran protokol kesehatan, karena merasa semua sudah ”digariskan”.
Kenyataan menunjukkan, pandemi adalah bencana yang bisa kita atasi. Meski jutaan jiwa menjadi korban, pada akhirnya manusia adalah penyintas dengan segenap akal budinya. Sejarah mencatat wabah pes tahun 541-542 yang menyerang Kekaisaran Bizantium, wabah pes di daratan Eropa yang dikenal sebagai the black death pada 1346-1353, hingga flu Spanyol 1918-1920.
Maka, dalam konteks Indonesia, inilah saatnya manusia berusaha, Tuhan menentukan. Mari mengubah habitus menjadi hidup sehat meski berdampingan dengan virus. Para pemangku kepentingan harus segera mengumpulkan para ahli ilmu sosial agar bisa mengintervensi dari menerima takdir menjadi berupaya sampai titik terakhir.
Di sisi lain, kembali ke kasus PON Papua, mitigasi dalam kerangka epidemiologi harus dilakukan segera. Kalau seluruh peserta—atlet, ofisial, panitia—sudah menjalani tes PCR sebelum datang ke PON, berarti mereka tertular di Papua. Dengan demikian, upaya pengetesan, penelusuran, dan pengobatan menjadi poin penting agar penularan tidak meluas.
Menaati protokol kesehatan adalah kewajiban semua pihak, dari peserta, penyelenggara, hingga penonton. Kewaspadaan perlu lebih ditingkatkan pada pertandingan kontak dekat ataupun yang mengundang keramaian. Menjaga jarak, memakai masker, menghindari kerumunan, dan mencuci tangan jadi keharusan. Tidak boleh lagi ada ruang kompromi.
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali menegaskan, PON XX akan terus berlanjut. Ini berarti tetap disiplin dan waspada. Kita tidak boleh menyerah pada takdir.