PSSI tidak memandang sebelah mata laga cabang sepak bola PON Papua 2021. Demi menghadirkan persaingan yang adil dan bersih, PSSI menugaskan enam wasit berlisensi FIFA.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·5 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pertandingan fase Grup C cabang sepak bola putra pada Pekan Olahraga Nasional Papua 2021 antara Kalimantan Timur kontra Sulawesi Utara, Jumat (1/10/2021), terasa setara dengan laga di Liga 1, kompetisi profesional kasta tertinggi di Indonesia. Tentu hal itu bukan didasarkan pada mutu permainan ataupun susunan pemain kedua tim, melainkan kualitas dari para pengadil di laga itu.
Untuk laga sekelas Pekan Olahraga Nasional (PON) yang bermaterikan pemain amatir berusia di bawah 23 tahun, pertandingan itu terasa sebuah pertandingan berkelas. Meskipun bukan laga yang memperebutkan medali, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menurunkan wasit elite di pertandingan kedua yang berlangsung di Stadion Barnabas Youwe, Sentani, Kabupaten Jayapura, itu.
Dari empat wasit yang bertugas di laga itu, tiga wasit adalah pengadil lapangan yang memiliki lencana FIFA di dada. Ketiganya ialah Dwi Purba Hadi Wicaksono yang bertugas sebagai wasit utama, Nurhadi sebagai salah satu hakim garis, serta Thoriq Munir Alkatiri yang berperan sebagai wasit keempat. Mereka adalah wasit yang rutin memimpin pertandingan di Liga 1 Indonesia serta laga internasional di level Asia.
Dwi Purba, misalnya, telah berpengalaman memimpin sejumlah pertandingan di level Asia Tenggara di bawah naungan Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF). Adapun Thoriq dikenal sebagai salah satu wasit yang telah kenyang pengalaman memimpin laga internasional, mulai dari Piala AFC hingga kualifikasi Piala Dunia. Adapun Nurhadi juga memiliki riwayat menjadi hakim garis di sejumlah pertandingan internasional.
Kehadiran mereka membuat pertandingan terasa tenang dan aman. Dalam laga Kaltim kontra Sulut, seluruh pemain patuh terhadap keputusan wasit. Tidak ada protes dari pemain dan tim pelatih tim yang bertanding.
Hal itu juga terlihat di dua laga terakhir fase grup, Senin (4/10/2021). Kedua laga itu ialah Jawa Timur melawan Sumatera Utara yang dipimpin Fariq Hutaba serta Kaltim versus Aceh yang menjadi laga kedua bagi Thoriq untuk memimpin laga di PON Papua.
Meskipun PON hanya diisi pemain nonprofesional, Thoriq mengatakan, dirinya tidak menganggap bertugas di PON sebagai sebuah ”penurunan derajat”. Bagi dia, mendapat kepercayaan untuk menjadi pengadil laga di PON adalah sebuah kehormatan yang setara dengan memimpin pertandingan di Liga 1 dan laga internasional.
Thoriq, yang telah memiliki lisensi wasit FIFA sejak 2014, mengungkapkan, memimpin laga PON justru memerlukan ekstra perhatian dibandingkan dengan pertandingan profesional. Pasalnya, para pemain lebih mengutamakan permainan fisik.
Para pemain muda ini bermain lebih cepat dan melakukan lebih banyak benturan dibandingkan dengan di Liga 1. Jadi, kami harus lebih banyak bergerak untuk mengamati pergerakan mereka serta meningkatkan kewaspadaan untuk memproteksi dan mencegah terjadinya adu fisik yang berbahaya.
”Para pemain muda ini bermain lebih cepat dan melakukan lebih banyak benturan dibandingkan dengan di Liga 1. Jadi, kami harus lebih banyak bergerak untuk mengamati pergerakan mereka serta meningkatkan kewaspadaan untuk memproteksi dan mencegah terjadinya adu fisik yang berbahaya,” katanya yang telah tiga kali bertugas di PON sejak Riau 2012.
Kebanggaan dipercaya di PON Papua juga dirasakan Nurhadi. Hakim garis, yang mengenakan lencana FIFA sejak 2014, itu bertugas dua kali di pekan pertama penyisihan. Sebelumnya ia juga menjalankan tugas dengan baik di pertandingan pembuka antara Papua menghadapi Jawa Barat, peraih emas sepak bola PON 2016, yang dimenangi tim tuan rumah, 5-1.
Meskipun pemain berlevel amatir, kata Nurhadi, seluruh wasit tidak bisa menganggap remeh seluruh pertandingan di PON Papua ini. Sebab, setiap pertandingan menghadirkan pertarungan gengsi antarprovinsi.
”Tensi pertandingan di PON sangat tinggi, apalagi mereka membawa nama provinsi masing-masing. Tak hanya itu, kehadiran penonton juga memunculkan fanatisme tinggi yang mengharuskan kami menjaga fokus sepanjang pertandingan berlangsung,” ucap Nurhadi.
Pelatih Kaltim Rahmat Hidayat senang dengan kepemimpinan wasit dalam dua laga penyisihan anak asuhannya di PON 2021. Ia mengapresiasi keputusan wasit yang adil.
Enam wasit
Untuk PON Papua, PSSI menugaskan enam wasit berlisensi FIFA. Jumlah itu setara 50 persen dari total wasit FIFA yang dimiliki Indonesia.
Keenam wasit itu terdiri dari tiga wasit utama, yakni Thoriq, Dwi Purba, dan Fariq. Lalu, ada pula tiga hakim garis, yaitu Nurhadi, I Gede Selamet Raharja, serta Bangbang Syamsudar. Adapun wasit yang bertugas di cabang sepak bola putra berjumlah 24 orang.
Dengan lencana FIFA Referee dan FIFA Assistant Referee di dada, para wasit memiliki kesempatan dan pantas untuk memimpin tidak hanya pertandingan berlevel nasional, tetapi juga laga-laga internasional di bawah naungan FIFA, induk federasi sepak bola di dunia.
Atas kehormatan itu, tidak banyak wasit bisa menembus level tersebut. Sebab, wasit yang ingin menembus tingkatan tertinggi itu harus melalui berbagai tahapan secara nasional hingga berhak mendapat rekomendasi dari PSSI untuk mengikuti kursus dan tes wasit FIFA.
Di dalam negeri terdapat tiga tingkat sertifikat wasit, yaitu C3, C2, dan C1. Sertifikat C3 merupakan tingkatan terendah untuk memimpin pertandingan di level kabupaten/kota atau amatir. Selanjutnya, dengan ketentuan telah memimpin pertandingan tertentu, wasit itu bisa mengikuti tes C2 untuk memiliki izin memimpin di pertandingan resmi di level yunior hingga Liga 3 Indonesia.
Setelah merampungkan jumlah pertandingan tertentu dan mendapat rekomendasi Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI, seorang wasit baru diperbolehkan naik tingkat untuk mengikuti ujian C1. Dengan sertifikat C1, mereka memiliki kesempatan memimpin pertandingan profesional di Liga 1 dan Liga 2.
Penentuan untuk tampil di Liga 1 atau Liga 2 didasari penilaian yang dilakukan Komite Wasit PSSI yang rutin melakukan evaluasi serta menerapkan sistem promosi dan degradasi bagi para wasit.
Dari C1 menuju predikat wasit FIFA juga membutuhkan jumlah atau menit memimpin pertandingan tertentu. PSSI akan memberikan rekomendasi kepada wasit yang memenuhi kualifikasi wasit elite internasional untuk mengikuti kursus dan tes yang diselenggarakan oleh FIFA atau AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia).
Tes itu dilangsungkan setiap tahun yang diperuntukkan bagi wasit yang ingin mempertahankan lencana FIFA maupun yang baru ingin mendapatkan lencana bergengsi itu.
Sekretaris Jenderal PSSI Yunus Nusi menjelaskan, PON adalah salah satu agenda penting bagi PSSI untuk memperoleh talenta-talenta muda guna mengisi tim nasional yunior. Oleh karena itu, lanjutnya, kehadiran wasit FIFA itu merupakan upaya federasi menjaga mutu pertandingan. Alhasil, pertandingan tidak menghadirkan kekecewaan bagi para pemain belia yang masih memiliki karier panjang.
”PSSI memerlukan wasit-wasit berkualitas dan bagus untuk memimpin pertandingan di PON Papua. Selain untuk menjaga para pemain, kami juga memahami cabang sepak bola putra selalu menghadirkan persaingan tinggi karena gengsi dari provinsi peserta,” tutur Yunus.