Membangun Papua dari Arena Olahraga
Membangun arena olahraga di Papua cukup menantang. Sejumlah kendala sempat dihadapi pemerintah pusat, seperti eskalasi keamanan di Papua, pandemi Covid-19, serta impor material.
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan arena pertandingan Pekan Olahraga Nasional Papua 2021 telah tuntas meskipun sempat menemui beberapa kendala. Teknologi yang digunakan tergolong mutakhir serta memenuhi standar internasional. Keberhasilan itu menyiratkan tidak ada yang mustahil untuk dikerjakan di ”Bumi Cenderawasih”.
Jumlah arena pertandingan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2021 sebanyak 44 arena. Pembangunan arena pertandingan melibatkan pemerintah daerah, pihak swasta, badan usaha milik negara (BUMN), dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR).
Dari 44 arena pertandingan, Kementerian PUPR mendapat tugas membangun delapan arena pertandingan, yaitu arena akuatik, Istora Papua Bangkit, arena kriket, lapangan hoki dalam dan luar ruangan, arena sepatu roda, arena panahan, dan arena dayung. Kedelapan arena tersebut dibangun baru alias membangun dari nol dan bukan merenovasi atau memperbaiki arena yang telah ada.
Baca juga : Gelora Warga Papua Sambut Pesta Olahraga
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, di Jayapura, Jumat (1/10/2021), menuturkan, dirinya berharap pemerintah daerah di empat kluster bisa memelihara seluruh arena yang baru dibangun. Caranya, antara lain, dengan aktif menggelar kejuaraan di arena-arena tersebut.
Gubernur Papua Lukas Enembe berharap segenap pembangunan yang disiapkan untuk PON bisa menjadi momentum kebangkitan Papua dari segala aspek, dari bidang olahraga hingga ekonomi. Melalui PON, para tamu bisa melihat bahwa Papua punya peluang besar untuk berkembang.
Saat ini kedelapan arena pertandingan yang dibangun Kementerian PUPR telah tuntas dan diserahterimakan kepada Pemerintah Provinsi Papua. Direktur Prasarana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Iwan Suprijanto menuturkan, dukungan pembangunan PON Papua oleh pemerintah pusat berlandaskan pada tiga instruksi presiden (inpres), yaitu Inpres Nomor 10 Tahun 2017, Inpres Nomor 1 Tahun 2021, dan Inpres Nomor 4 Tahun 2021.
Arena akuatik, Istora Lukas Enembe, arena kriket, serta lapangan hoki dalam dan luar ruangan adalah arena pertandingan yang telah tuntas sejak 2020 karena pembangunannya berdasarkan Inpres No 10/2017 yang paling pertama terbit. Adapun arena sepatu roda, arena panahan, dan arena dayung menyusul dibangun setelahnya.
Baca juga : Protokol Kesehatan Jauh dari Optimal
Iwan menjelaskan, penentuan arena yang dibangun oleh pemerintah pusat dan pemda berdasarkan pada masterplan penyelenggaraan PON Papua. Di dalam masterplan tersebut dibahas jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan, jumlah nomor cabang olahraga, kesiapan pemanfaatan arena yang telah ada, renovasi arena yang tersedia, dan pembangunan arena baru ataupun sarana prasarana pendukung yang lainnya.
”Dari matriks itu kemudian ada yang dimintakan oleh pemda kepada pemerintah pusat untuk dibangunkan arena,” ujar Iwan, Jumat (24/9/2021).
Desain atau rancangan awal arena pertandingan disiapkan pemerintah daerah. Setelah desain diserahkan, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR melakukan sejumlah penyesuaian agar biaya operasionalisasi dan perawatan pada kemudian hari bisa lebih ditekan. Penyesuaian yang dimaksud seperti value engineering.
Menurut Iwan, pemerintah daerah mengusulkan pembangunan arena pertandingan dengan total nilai hingga Rp 1,7 triliun. Dengan adanya penyesuaian, biaya pembangunan bisa ditekan hingga Rp 900 miliar atau hampir separuhnya.
Baca juga : Kondisi Keamanan Papua Kondusif Jelang PON 2021
Selain membangun arena pertandingan, Kementerian PUPR turut melakukan penataan kawasan di lokasi pembangunan arena akuatik dan Istora Papua Bangkit yang terletak di Kampung Harapan, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, dan arena kriket serta lapangan hoki dalam dan luar ruangan di Kampung Doyo Baru, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura.
Penataan kawasan menelan biaya Rp 211,7 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan jalan, penghubung antar-arena, area parkir, ruang terbuka hijau, kawasan pedestrian, dan lanskap.
Unsur lokal
Pembangunan arena pertandingan oleh Kementerian PUPR turut memasukkan unsur atau ornamen khas Papua di sejumlah bagian arena seperti atap dan dinding. Hal yang lebih penting, kata Iwan, tuntasnya pengerjaan arena PON memberikan pesan bahwa membangun infrastruktur dengan teknologi mutakhir di Papua ternyata bukan mustahil dilakukan.
Kita bangun untuk memberikan kebanggan buat Papua. Artinya, Papua itu bukan anak tiri. Kita tidak sekadar membangun di Papua, tapi memang membangun Papua dan untuk kebanggaan masyarakat Papua juga.
”Kita bangun untuk memberikan kebanggan buat Papua. Artinya, Papua itu bukan anak tiri. Kita tidak sekadar membangun di Papua, tapi memang membangun Papua dan untuk kebanggaan masyarakat Papua juga,” katanya.
Baca juga : Panitia Siapkan Kejutan di Pembukaan
Menurut Iwan, membangun arena olahraga di Papua cukup menantang. Apalagi prosesnya dilakukan sesegera mungkin. Arena yang seharusnya dikerjakan dalam waktu tiga tahun anggaran dipercepat menjadi dua tahun.
Iwan mengklaim pengerjaan yang dipercepat itu tak mengganggu kualitas bangunan karena telah diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain itu, seluruh arena yang dibangun telah mendapat sertifikat internasional dari federasi olahraga. Artinya, bangunan-bangunan dan arena pertandingan tersebut telah dinyatakan laik fungsi dan memenuhi kaidah bangunan yang kuat dan aman.
Pembangunan Istora Lukas Enembe dan arena akuatik adalah yang paling menantang karena menggunakan teknologi tinggi dengan standar terbaru. Arena akuatik menjadi arena pertandingan dengan biaya termahal yang dibangun Kementerian PUPR. Total biaya pembangunan mencapai Rp 401 miliar. Adapun Istora Lukas Enembe menelan biaya Rp 278,5 miliar, arena kriket serta hoki dalam dan luar ruangan Rp 288,3 miliar. Kemudian arena dayung, panahan, dan sepatu roda Rp 128,2 miliar.
Arena akuatik dirancang semi-terbuka. Arena tersebut dilengkapi dengan penutup atap yang memungkinkan penonton di tribune menyaksikan pemandangan Pegunungan Cycloop.
Baca juga : Kemenkes Menggenjot Cakupan Vaksinasi
Sementara Istora Lukas Enembe didesain menjadi bangunan multifungsi yang bisa digunakan sebagai tempat menggelar acara dengan banyak orang, seperti kebaktian. Pembangunan Istora Papua Bangkit tercatat di Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri) untuk tiga kategori. Kategori pertama untuk struktur atap baja lengkung bentang terpanjang dengan dimensi 90 meter.
Kategori kedua adalah bangunan atap tanpa sambungan dan baut mengerucut terluas berbentuk dome seluas 7.300 meter persegi. Kategori ketiga adalah Istora Papua Bangkit yang dinobatkan sebagai bangunan dengan instalasi terpanjang dan diameter terbesar textile duct dengan dimensi ring internal 477 meter, diameter cincin luar sepanjang 70 meter, dan diameter cincin dalam sepanjang 56 meter.
Tantangan pembangunan
Tantangan besar pembangunan arena muncul dari sisi impor material. Material pembangunan arena kolam renang harus didatangkan dari luar negeri. Proses pengiriman ke Papua memakan waktu yang tidak sebentar karena setelah material diimpor dari negara asal tidak langsung masuk ke Papua, tetapi ke Jakarta terlebih dahulu.
”Kemudian dari aspek memasukkan tenaga ahli. Penyelesaian juga terhambat karena kita mengalami situasi pandemi. Selain itu, sempat ada kerusuhan juga di Papua. Itu juga tantangan kita. Tapi, untungnya seluruh arena bisa tersertifikasi. Itu yang paling penting,” kata Iwan.
Baca juga : Obor PON Papua Menyala di Jayapura
Selain itu, penundaan PON Papua karena pandemi Covid-19 juga sempat membuat arena-arena yang telah selesai dibangun sejak tahun lalu seperti arena akuatik, hoki, kriket, dan Istora Lukas Enembe menganggur karena tak langsung bisa digunakan.
Selama penundaan PON hingga 2021, Kementerian PUPR selaku pembangun masih memiliki waktu enam bulan untuk pemeliharaan. Iwan menjamin, dalam kurun waktu tersebut, seluruh arena yang telah dibangun tetap terpelihara dan dirawat. Namun, setelah itu, arena-arena tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah dan selanjutnya menjadi tanggung jawab mereka untuk melakukan pemeliharaan.