Perubahan gaya main yang dibawa Sarri ke Lazio membutuhkan waktu tidak sebentar. Kesulitan adaptasi itu tecermin dari inkonsistensi ”Si Elang” dalam sepekan terakhir.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
ISTANBUL, JUMAT — Fase bulan madu skuad Lazio dengan pelatih baru Maurizio Sarri sudah benar-benar berakhir. Setelah takluk dari AC Milan di Liga Italia pada akhir pekan lalu, ”Si Elang” kembali kalah dari Galatasaray dalam laga penyisihan Grup E Liga Europa di Stadion Turk Telekom, Jumat (17/9/2021) WIB. Hal ini menjadi pertanda buruk untuk Sarri.
Kiper Lazio, Thomas Strakosha, menunduk lesu seusai bunyi peluit panjang. Dia begitu kecewa karena menjadi biang kekalahan tim. Gol bunuh dirinya pada menit ke-67 berujung dengan kekalahan Lazio dari tim tuan rumah, 0-1.
Perjudian Sarri memainkan Strakosha menggantikan kiper veteran Pepe Reina berubah bencana. Setelah tampil cukup solid selama satu jam lebih pertandingan, Strakosha melakukan blunder fatal. Dia yang berniat menyapu bola liar dari tendangan rekannya, Manuel Lazzari, justru meninju bola ke gawang sendiri.
Hal seperti itu (blunder) bisa terjadi kapan saja. Saya melakukan kesalahan yang sama pada beberapa laga sebelumnya. Itulah bahayanya bermain sebagai kiper, kesalahan kami tidak bisa dimaafkan.
”Hal seperti itu (blunder) bisa terjadi kapan saja. Saya melakukan kesalahan yang sama pada beberapa laga sebelumnya. Itulah bahayanya bermain sebagai kiper, kesalahan kami tidak bisa dimaafkan. Namun, itu adalah bagian dari pekerjaan ini. Kami tidak boleh menyerah,” ucap kiper Galatasaray, Fernando Muslera, yang memberikan dukungan kepada Strakosha, seperti dikutip UEFA.com.
Roda nasib seakan berputar terhadap dua kiper ini. Muslera nyaris menghadirkan petaka lebih dulu untuk tim tuan rumah. Mantan penjaga gawang Lazio ini hampir diusir dari lapangan pada menit ke-8, setelah menekel Lazzari yang tinggal berhadapan satu lawan satu dengannya. Beruntung, wasit Matej Jug hanya mengeluarkan kartu kuning.
Terlepas dari kesalahan Strakosha, Galatasaray memang pantas meraih tiga poin dalam laga perdana babak grup ini. Pelatih mereka, Fatih Terim, yang berpengalaman melatih di Liga Italia pada awal 2000-an, memenangi pertarungan taktik atas Sarri.
Skuad asuhan Terim yang tampil dengan formasi 4-2-3-1 lebih mendominasi sejak awal laga. Mereka bermain sabar dengan lebih banyak menahan bola. Hal itu tecermin dalam penguasaan bola mereka yang lebih unggul (53,9 persen). Dengan catatan, jumlah penguasaan itu bisa lebih banyak lagi jika mereka tidak memilih bertahan total setelah unggul.
Lewat dominasi itu, Galatasaray nyaris unggul lewat percobaan beruntun duo gelandang, Olimpiu Morutan dan Alexandru Cicaldau, tepat sebelum gol bunuh diri Strakosha. Namun, tendangan Morutan masih membentur mistar gawang, sementara sepakan Cicaldau melebar tipis.
”Saya sangat senang melihat bagaimana tim ini bereaksi. Kami tidak kehilangan tempo selama pertandingan ini dan bisa menjaga konsentrasi. Isitimewanya, lawan kami adalah tim spesial dengan pelatih hebat. Ini kemenangan yang bagus untuk kami,” ucap Terim yang sudah menganggap Italia sebagai rumah keduanya tersebut.
Dua bek tengah Galatasaray, Marcao dan Victor Nelsson, berperan penting dalam kemenangan ini. Mereka menjadi orkestrator serangan dari lini belakang. Keduanya memuncaki daftar jumlah umpan terbanyak sepanjang laga, Marcao (79 kali) dan Nelsson (91 kali).
Di sisi berlawanan, Lazio tidak punya pemain yang bisa lama menahan bola. Dengan formasi 4-3-3, mereka lebih banyak mengandalkan serangan balik. Mereka melakukan umpan panjang yang selalu ditunggu oleh sang ujung tombak veteran Ciro Immobile. Namun, beberapa kali percobaan serangan balik itu kandas karena kurang tajamnya Immobile dan rekan-rekan.
Kekalahan ini menjadi pertanda buruk untuk Sarri. Sang pelatih hanya mencadangkan empat pemain utamanya, antara lain Sergej-Milinkovic Savic dan Pedro, yang baru masuk pada babak kedua. Namun, mereka tidak mampu menunjukkan kualitas sebenarnya yang di atas kertas lebih unggul dari tim tuan rumah.
Sarri juga kembali membawa timnya kalah. Si Elang menjalani tren dua kekalahan beruntun sesuai menang dua kali dalam laga pembuka. Inkonsistensi ini memperlihatkan skuad Lazio belum optimal beradaptasi dengan gaya main Sarri.
”Hal yang mengecewakan untuk memulai kompetisi dengan kekalahan. Namun, kami harus melihat keseluruhan permainan dan mengevaluasi performa ini. Kami punya masalah yang belum terselesaikan dalam hal jarak dan waktu saat mengumpan. Kekurangannya memang hanya beberapa sentimeter dan detik, tetapi itu membuat hasilnya berbeda,” kata Sarri yang dikenal sebagai pelatih perfeksionis tersebut.
Meskipun begitu, Sarri menilai Immobile dan rekan-rekan terus berkembang setiap harinya. Dia juga melihat ada perubahan berarti dibandingkan kekalahan sebelumnya dari Milan.
”Kami lebih rapat, mengintersepsi bola lebih sering, dan tidak membiarkan lawan banyak melakukan serangan balik. Hanya saja, kami masih harus meningkatkan pergerakan saat menyerang, terutama pergerakan tanpa bola. Sebenarnya kami berada dalam kontrol cukup baik dalam laga ini, sebelum kesalahan yang harus dibayar mahal,” papar Sarri.
Direktur Lazio Igli Tare memahami, tidak ada yang instan di dunia ini, termasuk pengaruh Sarri ke dalam tim. Permainan Lazio masih inkonsisten karena sang pelatih baru menukangi tim sekitar tiga bulan. Apalagi, Si Elang harus mengganti formasi dari 3-5-2 versi pelatih sebelumnya, Simone Inzaghi, menjadi 4-3-3 ala Sarri.
”Kami melakukan perubahan dan membutuhkan waktu untuk itu. Ketika memilih Sarri, kami sudah menyadari itu bukan jalan yang mudah. Kami tahu dia adalah orang yang sangat perfeksionis dengan pengalaman segudang. Tim ini siap untuk mengikutinya seperti tentara. Sekarang kami hanya berharap bisa melangkah sejauh mungkin di seluruh kompetisi,” ucap Tare kepada Sky Sport Italia. (AP/REUTERS)