Lifter kelas 61 kg Indonesia, Eko Yuli Irawan, memasang target total angkatan 315 kg jelang laga pada Minggu. Ini menjadi serangan psikologis kepada pesaing terberatnya asal China, Li Fabin, yang target awalnya 310 kg.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jelang perebutan medali angkat besi kelas 61 kilogram putra Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo International Forum, Minggu (25/7/2021) pukul 13.50 WIB, tim Indonesia yang diwakili lifter andalan Eko Yuli Irawan langsung melancarkan serangan psikologis kepada pesaing terberat asal China, Li Fabin. Kubu Eko langsung mematok target total angkatan 315 kg, unggul 5 kg atas Fabin dalam daftar awal yang disodorkan ke panitia sebelum pertarungan dimulai.
”Ini semacam teror mental kepada Li Fabin. Apalagi, kelihatannya Li Fabin mencoba bermain aman. Ada gelagat, dia sengaja menyembunyikan kekuatan aslinya karena rekor asli total angkatannya 318 kg, yang masih bertahan sebagai rekor dunia,” ujar pelatih kepala tim angkat besi Indonesia Dirdja Wihardja, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (23/7/2021).
Dirdja mengatakan, dari total sembilan lifter yang bertarung di 61 kg Grup A, praktis hanya Eko dan Li Fabin yang berpeluang paling besar merebut medali emas. Sebab, hanya keduanya yang mampu mencapai total angkatan di atas 310 kg.
Rekor total angkatan Eko adalah 317 kg ketika merebut emas Kejuaraan Dunia 2018 di Ashgabat, Turkmenistan. Capaian lifter berusia 32 tahun itu sempat menjadi rekor dunia sebelum dipatahkan Li Fabin dengan 318 kg saat meraih emas Kejuaraan Dunia 2019 di Pattaya, Thailand.
Karena kemampuan yang hampir berimbang, lanjut Dirdja, adu strategi dalam jual-beli angkatan yang paling menentukan. Dalam daftar awal, tim pelatih sengaja mematok total angkatan Eko sebesar 315 kg untuk memacing Li Fabin yang mematok 310 kg. Hal itu diharapkan membuat Li Fabin terpacu untuk melampaui 315 kg secepat mungkin.
Pancingan itu diharapkan bisa menjebak Li Fabin jatuh dalam kubangan. Jika memaksakan diri, motivasi besar lifter berusia 28 tahun itu justru bisa menjadi serangan balik untuk tubuhnya. ”Kami coba pancing Li Fabin untuk keluar dari batas kemampuannya. Kalau gagal, tentu itu bisa menguntungkan Eko,” kata Dirdja
Adapun besaran total angkatan yang dimasukkan dalam daftar awal itu tidak harus sama persis dalam laga. Lifter bisa menurunkannya hingga 20 kg lebih rendah dan menaikkannya tanpa batas. Semakin besar target total angkatan yang disodorkan, maka lifter bersangkutan mendapat giliran mengangkat barbel paling akhir.
Urutan mengangkat barbel turut memengaruhi hasil karena lifter yang mengangkat pada kesempatan lebih awal, lebih unggul atas lifter selanjutnya walau jumlah angkatannya sama. Misal Eko, lifter paling senior di kelas 61 kg Olimpiade Tokyo ini berhasil mengangkat snatch 145 kg pada kesempatan kedua dan Li Fabin sukses mengangkat snatch dengan berat yang sama pada kesempatan ketiga, makan Eko yang dinyatakan menang.
”Dalam situasi itu, pelatih yang punya peran besar untuk melihat bagaimana kondisi atletnya dan lawan. Ini untuk menentukan angka total angkatan di awal laga tetap sesuai data yang sudah diberikan, diturunkan, atau dinaikkan,” tutur Dirdja.
Menyimpan strategi
Sementara itu, pelatih Lukman yang selalu mendampingi Eko belum mau mengungkapkan strategi detail mereka untuk laga nanti. ”Strategi ini sangat fleksibel. Semuanya menyesuaikan kondisi atlet dan lawan di hari pertandingan,” ujarnya.
Kami coba pancing Li Fabin untuk keluar dari batas kemampuannya. Kalau gagal, tentu itu bisa menguntungkan Eko.
Yang jelas, lanjut Lukman, Eko patut mewaspadai Li Fabin. Bisa saja Li Fabin yang baru kali ini berpartisipasi di Olimpiade sengaja memasang target awal total angkatan 310 kg untuk membuat lawannya terlena. Dengan rekor total angkatan 318 kg, lifter kelahiran 15 Januari 1993 itu berpotensi menaikkan targetnya sampai 320 kg di awal laga.
”Daftar awal kemarin bisa jadi gambaran jelang pertandingan, tetapi semuanya bisa sangat berbeda sebelum lifter mulai melakukan angkatan di awal laga. Apalagi lifter punya keleluasaan mengubah target angkatan, sekali setelah data awal di kesempatan pertama dan tiga kali di kesempatan kedua ataupun ketiga (untuk angkatan snatch ataupun clean and jerk),” katanya.
Maka itu, Lukman lebih ingin Eko fokus agar bisa menyelesaikan dengan baik semua kesempatan mengangkat barbel, yakni masing-masing tiga kesempatan untuk angkatan snatch dan clean and jerk. Sebab, hal itu merupakan modal utama untuk mencapai total angkatan yang diinginkan.
”Eko harus sukses di setiap kesempatan angkatan. Ini modal untuk mengungguli lawannya, terutama Li Fabin,” tuturnya.
Di kelas 62 kg Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Eko dua kali gagal melakukan angkatan snatch dan dua kali gagal melakukan angkatan clean and jerk. Dia hanya berhasil pada kesempatan pertama angkatan snatch dengan 142 kg dan clean and jerk dengan 170 kg. Hasil itu membuatnya meraih perak di bawah lifter Kolombia Oscar Figueroa yang merebut emas.
”Yang kurang baik dari Rio de Janeiro itu jangan terulang lagi kali ini,” terang Lukman.
Selain Eko, pada Minggu pukul 17.50, lifter Indonesia lainnya, Deni, melangsungkan laga Grup A kelas 67 kg. Namun, peluang atlet berusia 32 tahun itu merebut medali cukup berat. ”Kalau melihat kondisi Deni sekarang dan kemampuan lawan-lawannya, secara realistis, cukup berat untuk Deni mendapatkan medali. Tetapi, kami tetap berusaha semaksimal mungkin,” kata Lukman.