Perburuan Emas Pamungkas Eko Yuli
Lifter Eko Yuli Irawan akan menjalani misi pamungkas memburu medali emas Olimpiade saat tampil di Tokyo, 25 Juli mendatang. Ini bukan misi mustahil, melainkan juga tak mudah, dengan pesaing utama lifter China, Li Fabin.
Eko Yuli Irawan sempat dinilai sudah habis saat angkatannya menurun setelah meraih medali perak kelas 62 kilogram Olimpiade Rio 2016 dengan total angkatan 312 kg. Sepanjang 2017, angkatan Eko menurun hingga tradisi emas SEA Games sejak 2007 terputus di Kuala Lumpur. Namun, Eko adalah petarung kehidupan, dia merawat pikiran positif untuk bangkit dan menjadi lebih baik.
Keteguhan tekad, dukungan keluarga, dan kecintaannya pada angkat besi berbuah manis pada 2018. Dia meraih emas Asian Games dan Kejuaran Dunia IWF dengan angkatan total 317 kilogram yang menjadi rekor dunia kelas 61 kg pada 2018. Angkatan Eko di usia 29 tahun itu menyamai performa terbaiknya saat meraih medali perunggu kelas 62 kg Olimpiade London 2012, saat berusia 23 tahun.
Eko menemukan kembali jalan emasnya melalui kerja keras, bukan hanya saat latihan, tetapi juga dalam menjalankan diet ekstra ketat. Menjaga berat badan di bawah 61 kilogram bukan perkara mudah. Di saat orang lain bisa menikmati cita rasa rempah kuliner Nusantara menggoyang lidah, Eko harus memadamkan gairah mengunyah. Eko pernah mengisahkan bagaimana istrinya mendukung kariernya dengan menyediakan santapan selaras dengan program dietnya.
Baca juga : Evolusi Makna Kata Olimpiade Zohri
Semua itu dijalani Eko untuk menuntaskan rasa penasarannya pada medali emas Olimpiade. Motivasi meraih supremasi itulah yang membuat dia mampu bangkit dari serangkaian cedera yang menghantamnya. Cedera lutut lama menjadi momok bagi Eko, tetapi dia bisa menemukan kompromi antara tubuh, usia, dan pola latihan, untuk menjaga performa tetap tinggi.
Pola latihan yang sesuai dengan kondisinya itulah yang membuat performa Eko tidak merosot saat memasuki usia 30 tahun pada 2019. Dia memasuki ritme latihan baru yang berbasis pada program latihan jangka panjang. Jika dilihat dari progres angkatannya dari 2019 hingga 2020—masa krusial kualifikasi Olimpiade Tokyo—total angkatannya terus meningkat dari 297 kg, 299 kg, 306 kg, 309 kg, dan pada 2020 mencapai 310 kg.
Progres itu membuat Eko, yang akan genap berusia 32 tahun pada 24 Juli, ingin menjadikan Olimpiade keempatnya berwarna emas. Tiga kali penampilannya di Olimpiade menghasilkan perunggu di kelas 56 kilogram (Beijing 2008) dan kelas 62 kilogram (London 2012), serta perak kelas 62 kilogram (Rio de Janeiro 2016).
Baca juga : Target Realistis Alvin Tehupeiory
Dalam Olimpiade Tokyo kali ini, yang hampir pasti menjadi Olimpiade terakhirnya, Eko memiliki saingan terkuat Li Fabin. Lifter andalan China itu memiliki rekor total angkatan 318 kilogram (snatch 145 kg, clean and jerk 173 kilogram) yang diukir saat meraih emas Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2019. Dia mematahkan rekor dunia Eko Yuli pada 2018, total angkatan 317 kilogram (snatch 143 kg, clean and jerk 174 kilogram).
Kedua lifter itu saat ini dalam posisi yang berimbang karena sama-sama dalam proses kembali ke performa terbaik mereka, seperti saat masing-masing meraih emas Kejuaraan Dunia Angkat Besi. Dalam periode ketiga kualifikasi Olimpiade Tokyo, angkatan total terbaik di Fabin 312 kilogram saat tampil di Kejuaraan Asia 2020 di Tashkent, Uzbekistan. Sementara Eko Yuli mencetak total angkatan 311 kilogram dalam Piala Fajr Internasional 2020 di Rasht, Iran.
Rekor saya dan pesaing terberat dari China (Li Fabin) tidak terpaut jauh. Kami juga sama-sama terdampak pandemi Covid-19. Jadi, peluang merebut emas terbuka.
”Rekor saya dan pesaing terberat dari China (Li Fabin) tidak terpaut jauh. Kami juga sama-sama terdampak pandemi Covid-19. Jadi, peluang merebut emas terbuka. Tinggal siapa yang mentalnya lebih kuat. Saya pribadi sangat siap bersaing,” ujar Eko.
Eko meraih kepercayaan diri karena terus membaik performanya. Total angkatannya memang sempat turun menjadi 297 kilogram dalam Piala Dunia Angkat Besi 2018, yang berlangsung setelah Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2018. Tetapi dia kembali masuk ke zona 300 kilogram, di awali dengan angkatan 306 kilogram di Kejuaraan Dunia 2019, kemudian 309 kilogram di SEA Games 2019.
Baca juga : Intensitas Latihan Atlet Mulai Diturunkan
Pelatih Eko Yuli, Lukman menyampaikan, secara teknik anak didiknya sejak berusia 11 tahun itu sudah sangat matang. Praktis cuma beberapa hal minor yang perlu dibenahi, seperti genggaman tangan tidak boleh terlalu keras atau tegang pada gerakan tarikan pertama. Pelatih kelahiran Lampung, 7 Juli 1966, itu pun yakin, Eko bisa melampaui rekor terbaiknya pada Olimpiade Tokyo, yakni menembus 320 kilogram.
”Sekarang, yang utama menjaga psikologis Eko dan Deni (lifter kelas 67 kg). Mereka patut mendapatkan suasana latihan yang nyaman agar latihan optimal sehingga bisa mencapai puncak performa di Olimpiade,” pungkas Lukman.
Kondisi inilah yang membuat pengurus cabang angkat besi optimistis Eko bisa meraih medali dari kelas 61 kilogram pada Olimpiade Tokyo. ”Kekuatan kita ada di kelas-kelas kecil, jadi persaingan lebih banyak dengan negara-negara Asia. Saat ini peluang medali terbesar dimiliki Eko Yuli dengan saingan paling ketat Li Fabin dari China. Persaingan saat ini untuk total angkatan ada pada 310 hingga 317 kilogram, terbuka untuk mencapai itu,” ujar Kepala Pelatih Tim Angkat Besi Dirdja Wihardja, Rabu (7/7/2021).
”Kita akan memanfaatkan peluang yang ada secara maksimal. Eko pasti meraih medali, tetapi warnanya apa kita belum tahu, kalau di sana ada peluang meraih emas, itu akan kita maksimalkan. Kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk meraih itu. Kondisi Eko kini sangat bagus dan semoga terus terjaga hingga Olimpiade,” ujar Dirdja.
Eko Yuli akan menjalani misi emas pamungkasnya pada 25 Juli di arena Tokyo International Forum, sehari setelah lifter putri Windy Cantika Aisah berjuang meraih medali kelas 49 kilogram. Mereka akan menjadi dua atlet pertama Indonesia yang berpotensi mempersembahkan medali. Cantika yang baru berusia 19 tahun, akan bersaing dengan lifter-lifter dari China, India, Amerika Serikat, dan Dominika.
Baca juga : Windy Cantika Aisah Dipersiapkan Raih Prestasi di Olimpiade Tokyo
Persaingan yang dihadapi oleh Cantika cukup berat karena para pesaingnya rata-rata atlet senior dengan catatan angkatan total sudah di rentang 200 kilogram. Sementara angkatan terbaik Cantika dalam periode ketiga kualifikasi Tokyo 2020 adalah 191 kilogram (snatch 86 kilogram, clean and jerk 105 kilogram). Pencapaian itu diraih saat merebut medali emas Kejuaraan Dunia Yunior Angkat Besi 2021 di Tashkent, Uzbekistan.
Di kelas 49 kilogram ini, lifter China Hou Zhihui memiiki peluang terbesar meraih medali emas. Dia lolos ke Tokyo 2020 di posisi teratas. Lifter berusia 24 tahun itu memiliki angkatan terbaik 213 kilogram (snatch 96 kilogram, clean and jerk 117 kilogram) dalam masa kualifikasi.
Dalam persaingan meraih tiket ke Tokyo itu, Zhihui bersaing dengan rekan senegaranya, Jiang Huihua yang menempati posisi kedua kualifikasi. Huihua memiliki catatan angkatan terbaik 212 kilogram pada 2019, dengan snatch 94 kg dan clean and jerk 118 kg. Namun, Huihua tidak akan berangkat ke Tokyo karena aturan satu negara hanya diwakili satu lifter di setiap kelas.
Baca juga : Windy Cantika Aisah Kian Dekat ke Olimpiade 2020
Lifter China lainnya, Zhang Rong, yang menempati posisi kelima kualifikasi juga tidak bisa ke Olimpiade. Sementara lifter Korea Utara Ri Song Gum, yang menempati peringkat tiga kualifikasi, tidak akan tampil karena negaranya menarik diri dari Olimpiade Tokyo.
Kondisi ini menguntungkan atlet-atlet yang posisinya di luar delapan besar—kuota lolos ke Olimpiade—karena mereka bisa lolos ke Tokyo.
Cantika sendiri dalam kualifikasi berada di urutan kedelapan, posisi terakhir dalam kuota delapan lifter di setiap kelas untuk Olimpiade. Dengan tiga pesaing kuat yang tidak tampil di Tokyo, persaingan medali menjadi lebih terbuka, tetapi tidak mudah. Selain Zhihui yang menjadi favorit peraih emas, masih ada lifter India Mirabai Chanu Saikhom. Satu-satunya wakil India di angkat besi itu, memiliki angkatan terbaik 205 kg saat tampil di Kejuaran Asia Angkat Besi 2020.
Baca juga : Puncak Peforma Windy Cantika Aisah Disiapkan untuk Olimpiade Tokyo
”Peluang medali cari Cantika ada, tetapi peluang terbesar dari Eko Yuli,” ujar Dirdja.
Mencegah demam panggung
Cantika merupakan salah satu atlet yang akan menjalani debut di ajang Olimpiade, selain Rahmat Erwin Abdullah (73 kg putra) dan Nurul Akmal (+87 kg putri). Tampil di ajang sebesar Olimpiade bisa memengaruhi psikologis atlet karena tampil di Olimpiade merupakan mimpi besar setiap atlet. PB PABSI pun memperhatikan aspek psikologis atlet-atlet yang akan menjalani Olimpiade pertamanya itu.
”Kalau Eko dan Deni, kan, masing-masing akan tampil empat kali dan tiga kali di Olimpiade. Mereka sudah tahu seperti apa atmosfernya. Bagi atlet-atlet yang akan tampil pertama kali, kami biasa sharing, ngobrol dengan mereka, membagi pengalaman,” ujar Dirdja.
Baca juga : Windy Cantika Aisah Juara Dunia Kelas 49 Kilogram
”Kami menanamkan pola pikir bahwa pada intinya semua kejuaraan itu sama, bedanya di Olimpiade ajangnya besar dan bareng dengan cabang-cabang lain. Saat tanding sebenarnya sama, yang akan menentukan adalah atlet, saya dan tim pelatih tidak bisa berada di panggung,” ujar Dirdja.
Cantika dan Nurul bisa menimba pengalaman dari pelatih Sri Indriyani yang meraih medali perunggu kelas 48 kg putri dalam Olimpiade Sydney 2000. Indriyani merupakan satu dari tiga lifter putri Merah Putih yang mengawali tradisi medali angkat besi di Olimpiade, selain Raema Lisa Rumbewas (perak 48 kg), dan Winarni (perunggu 53 kg). Indriyani yang sekamar dengan Cantika di mes Marinir Kwini, Jakarta, lokasi pemusatan latihan nasional angkat besi, sering berbagi pengalaman bagaimana mengatasi tekanan psikologis di panggung Olimpiade.
Persiapan mental menjadi sangat krusial di masa pandemi Covid-19 ini karena atlet jarang bertanding karena hampir semua kejuaraan internasional batal. Padahal, kejuaraan menjadi ajang memupuk mental lifter. Penampilan terakhir lifter rata-rata pada awal 2020, sedangkan Cantika masih bisa tampil di Kejuaraan Dunia Yunior pada Maret 2021. Ajang itu menjadi penyegaran penting bagi Cantika untuk kembali dalam atmosfer kompetisi.
Keterbatasan kejuaraan-kejuaraan internasional itu, diakui oleh Dirdja, membuat atlet bosan. Tim pelatih pun dituntut adaptif membuat variasi latihan juga mengatur ulang prioritas latihan. Seperti Cantika yang perlu perbaikan dalam angkatan snatch, tidak terus digenjot seperti dalam kondisi normal. Pengaturan ulang urutan prioritas latihan menjadi krusial karena bisa memengaruhi semangat atlet. Dirdja mencontohkan, dengan trik pengaturan posisi beban, atlet akan bisa mengangkat beban lebih tinggi. Itu trik penting untuk membuat atlet lebih semangat karena ternyata bisa menaikkan beban angkatan.
Baca juga : Tantangan Unik Olimpiade Tokyo 2020
Trik-trik menjaga psikologis atlet selama latihan itu diiringi dengan memberi fasilitas rekreasi yang tetap berada dalam gelembung pelatnas. Di mes Kwini sejak pandemi pada Maret 2020, sudah disediakan televisi berbayar untuk hiburan. Para atlet juga memiliki sepeda untuk rekreasi keliling kompleks Angkatan Laut yang luas tersebut.
”Kita harus pinter-pinter menjaga kondisi psikologis atlet supaya tetap semangat meskipun jarang kejuaraan,” ujar Dirdja.
Kondisi minim kejuaraan dan kebosanan juga dialami oleh atlet-atlet dari negara lain. Jadi, ini bisa menjadi keuntungan jika lifter-lifter Indonesia jika bisa tampil di Olimpiade dengan pikiran positif. Kondisi psikis yang bagus akan membantu beradaptasi dengan atmosfer kompetisi Olimpiade.