Mutiara/Melani bertekad tampil lebih baik pada babak ”repechage”. Mereka yang menjalani debut di Olimpiade tampil kurang maksimal saat kualifikasi karena grogi serta kondisi angin dan cuaca.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
TOKYO, KOMPAS — Pasangan pedayung putri Indonesia, Mutiara Putri (17) dan Melani Putri (21), akan menjalani babak repechage pada Minggu (25/7/2021), seusai gagal lolos langsung ke semifinal. Meskipun kurang maksimal di kualifikasi, duet ini masih menyimpan kejutan bak ”mesin diesel” yang dipanggungkan di kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020, Mei lalu.
Mutiara/Melani menduduki posisi buncit, ke-6, dalam heat 1 yang berlangsung di Sea Forest Waterway, Teluk Tokyo, Sabtu (24/7/2021) pagi. Pasangan putri kelas ringan disiplin rowing (LW2X) ini mencatatkan waktu 7 menit 52,57 detik atau tertinggal 49,10 detik dari tim Perancis di peringkat pertama.
Dua pedayung muda tersebut awalnya masih bisa bersaing di 500 meter pertama. Mereka hanya tertinggal 8,17 detik dari pasangan terdepan. Namun, pada setengah perjalanan atau 1.000 meter, mereka tertinggal 21,01 detik, sudah terlalu jauh untuk mengejar dua posisi teratas, yang akan otomatis lolos ke semifinal.
Sebelum tanding sudah saya instruksikan. Kalau setelah 1.000 meter pertama sudah sangat jauh, simpan saja (tenaga) untuk besok. Ini adalah strategi yang sudah biasa di rowing.
”Sebelum tanding sudah saya instruksikan. Kalau setelah 1.000 meter pertama sudah sangat jauh, simpan saja (tenaga) untuk besok. Ini adalah strategi yang sudah biasa di rowing. Besok akan sangat menentukan di repechage, harus menyiapkan seluruh tenaga,” kata pelatih rowing Indonesia, M Hadris, seusai kualifikasi.
Tim Indonesia akan bertarung di repechage 1 bersama lima pasangan negara lain yang juga gagal di kualifikasi. Mereka adalah Amerika Serikat, Argentina, Belarus, Tunisia, dan tuan rumah Jepang. Tiga pasangan tercepat dalam babak ini akan menyusul ke semifinal.
Babak repechage menjadi kans Mutiara/Melani untuk menampilkan performa terbaik mereka. Dalam kualifikasi tadi pagi, mereka masih beradaptasi terhadap atmosfer pertandingan di ajang sebesar Olimpiade.
Mutiara misalnya. Dia sangat gugup karena pertama kali berhadapan dengan atlet-atlet Eropa dan AS. Pedayung yang baru genap 17 tahun pada awal Juli lalu tersebut sempat kaget melihat atlet negara lain yang lebih tegap dan berotot.
”Meski beratnya hampir sama karena di kelas ringan, tubuh mereka ototnya kering-kering sekali. Mereka juga seperti bukan sepantaran kami (usia). Itu sempat bikin deg-degan juga. Kami, kan, biasa tanding lawan atlet dari Asia,” kata remaja asal Jambi itu.
Pasangan ”Merah Putih” tersebut juga beradaptasi dengan kondisi angin dan cuaca di Sea Forest Waterway. Embusan angin pagi itu ke arah samping, yang mengganggu laju perahu mereka.
Cuaca di arena lomba sangat panas, mencapai 33-34 derajat celsius, berbeda dibandingkan pemusatan latihan tim dayung di Pangalengan, Jawa Barat, yang sejuk dengan suhu berkisar 26-27 derajat celsius. Cuaca panas ini cukup menguras daya tahan atlet.
Mutiara/Melani memang pernah berlaga di tempat yang sama pada kualifikasi Olimpiade, dua bulan lalu. Namun, kondisinya berbeda karena waktu itu musim semi, sementara sekarang sedang musim panas.
Semua itu menjadi pelajaran Mutiara/Melani untuk bertarung di babak repechage. ”Kami akan mencoba lebih baik lagi di babak selanjutnya dengan pengalaman ini,” tambah Mutiara.
Kelebihan pasangan ini adalah adaptasi. Hal itu yang dibuktikan mereka ketika membuat kejutan dengan merebut satu tiket ke Tokyo lewat penampilan yang ”lambat panas” di babak awal.
Duet yang baru dipasangkan pada pertengahan 2020 ini hanya mencatat 8 menit 25,31 detik pada heat 2. Kemudian, mereka tampil semakin baik di repechage dengan waktu 8 menit 4,39 detik. Hingga puncaknya mereka mencapai performa terbaik di final A, dengan catatan waktu 7 menit 35,71 detik.
Grafik menanjak tersebut diharapkan kembali terulang nanti. Tim pelatih berharap Mutiara/Melani setidaknya bisa mencapai target waktu 7 menit 20 detik yang sudah diprogramkan sejak di Pangalengan.
Jika bisa mencapai itu, mungkin pasangan Indonesia bisa mengungguli tiga tim lain, Jepang, Tunisia, dan Argentina, yang masih berada dalam level catatan waktu tersebut. Dengan begitu, mereka sudah cukup untuk lolos ke semifinal meskipun berada di peringkat ke-3 repechage.
Kuncinya adalah fokus pada performa sendiri. ”Harus lebih fokus, yang penting berlomba sesuai rencana. Untuk mengejar target yang sudah dihitung dari awal. Kami yakin bisa mencapai target waktu itu di sini,” ungkapnya.
Hadris mengatakan tidak membebani target lolos terhadap anak asuhnya. Meraih medali di ajang ini sangatlah sulit. Mereka masih sangat muda dan terbilang baru dalam nomor ini dibandingkan atlet negara-negara besar seperti AS dan Belanda yang sudah dilatih selama 5-8 tahun.