Atlet dayung Indonesia memprioritaskan untuk meningkatkan daya tahan sebelum berlaga di Olimpiade Tokyo. Tapering menuju puncak performa baru akan dilakukan sepekan hingga 10 hari menjelang Olimpiade.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Atlet rowing Indonesia, Mutiara Rahma Putri dan Melani Putri, fokus meningkatkan daya tahan di sisa waktu latihan sebelum bertolak ke Olimpiade Tokyo. Kegagalan menambah pengalaman bertanding di Ceko tidak dipermasalahkan Pengurus Besar Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia.
Manajer Tim Rowing Indonesia Budiman Setiawan mengatakan, sejauh ini tidak ada kendala dalam persiapan Mutiara dan Melani menuju Olimpiade Tokyo. Latihan rutin tetap dilaksanakan di Situ Cileunca, Pangalengan, Jawa Barat, dengan penekanan pada peningkatan daya tahan tubuh bagi mereka.
Menurut Budiman, latihan daya tahan menjadi prioritas utama karena rowing merupakan olahraga dengan unsur aerobik yang tinggi. Latihan lain, seperti meningkatkan tenaga dan kekuatan, juga tetap diberikan. Semakin mendekati hari pertandingan di Tokyo, volume latihan perlahan bakal dikurangi, tetapi intensitas latihannya ditingkatkan.
”Namun, semuanya tetap sesuai dengan sistem kepelatihan khusus rowing. Tapering (pengurangan porsi latihan jelang perlombaan) menuju puncak performa baru akan kami berikan seminggu hingga sepuluh hari menjelang lomba,” kata Budiman yang dihubungi dari Jakarta, Rabu (9/6/2021).
Di Olimpiade nanti, Mutiara dan Melani akan turun di nomor rowing ganda putri kelas ringan (lightweight women doubles atau LW2x). Keduanya merebut tiket berlaga di Olimpiade Tokyo seusai berlaga dalam kualifikasi Olimpiade zona Asia dan Oseania di Tokyo, Jepang 5-7 Mei 2021.
Pada ajang kualifikasi itu, Mutiara dan Melani menempati peringkat ke-4 dengan catatan waktu 7 menit 35 detik. Keduanya berada di bawah pedayung dari Jepang, Vietnam, dan Iran.
Kendati hanya menempati peringkat keempat, lolosnya Mutiara dan Melani tidak lepas dari pertimbangan Federasi Dayung Internasional (FISA). Dengan memberi tempat bagi pedayung dari Asia, FISA berniat memacu pemerataan pembinaan dayung di seluruh dunia.
Selain itu, salah satu alasan FISA memilih Mutiara dan Melani juga dikarenakan prospek jangka panjang bagi kedua atlet tersebut. Selama ini, kelas ringan (lightweight) memang lebih banyak dikuasai atlet-atlet dayung Asia.
Kalau hanya merujuk hasil prestasi di kualifikasi, tentu yang lolos (Olimpiade) atlet Eropa semua.
”Kalau hanya merujuk hasil prestasi di kualifikasi, tentu yang lolos (Olimpiade) atlet Eropa semua,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal PB PODSI Brata T Hardjosubroto.
Mutiara dan Melani awalnya direncanakan menjalani uji coba di Kejuaraan Rowing Dunia (World Rowing Championship) di Racice, Ceko pada 7-11 Juli 2021. Uji coba itu dalam rangka persiapan terakhir keduanya menjelang ke Olimpiade.
Ajang tersebut dirasa cocok untuk menambah pengalaman bertanding Mutiara dan Melani sebelum berlaga di Olimpiade Tokyo. Kejuaraan Rowing Dunia di Ceko akan diikuti atlet-atlet Eropa yang menjadi pesaing di Olimpiade. Mayoritas persaingan ganda putri rowing dunia saat ini didominasi atlet-atlet Eropa.
Namun, karena pertimbangan terbatasnya waktu dan ada kewajiban melakukan karantina, keikutsertaan Mutiara dan Melani di Ceko akhirnya dibatalkan. Budiman mengatakan, jika tetap memberangkatkan keduanya ke Ceko, hanya ada kerugian yang didapat tim Indonesia.
Perjalanan ke Ceko juga dinilai jauh dan melelahkan. Perjalanan jauh dan waktu yang tersita untuk menjalani karantina berpotensi menurunkan performa Mutiara dan Melani di Tokyo karena mereka akan kehilangan banyak waktu untuk berlatih intensif.
Meski batal mengasah pengalaman bertanding di Ceko bersama pedayung top Eropa, hal itu tidak menghalangi persiapan Mutiara dan Melani. Keduanya tetap menjalani latihan rutin sebelum ke Olimpiade Tokyo. Cabang Dayung digelar pada 23-30 juli 2021 di Sea Forest Waterway, Tokyo.
”Latihan tetap sesuai program. Mungkin ditambah simulasi lomba dan time trial,” katanya. Simulasi lomba dilakukan dengan menerapkan latih tanding antara Mutiara dan Melani dengan pedayung lainnya. Namun, jarak yang ditempuh pedayung dalam time trial tidak sama dengan saat pertandingan sesungguhnya.
Apabila dalam pertandingan sesungguhnya lintasan dayung memiliki panjang 2.000 meter, dalam time trial nanti jarak lintasannya hanya 1.000 atau 1.500 meter.
”Kalau dalam time trial itu kami jarang gunakan jarak tempuh yang sama saat pertandingan resmi,” ujar Budiman.
Sebelumnya, Pelatih Kepala PB PODSI Dede Rohmat Nurjaya mengatakan, atlet dayung Indonesia masih sulit bersaing di level internasional, khususnya di rowing. Sebab, Indonesia mesti berhadapan dengan atlet-atlet top dunia, seperti dari Inggris, Belanda, Jerman, Denmark, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan China (Kompas.id, 9/5/2021).
Atlet-atlet dari negara itu memiliki keunggulan postur tubuh, seperti tinggi badan rata-rata di atas 190 sentimeter. Adapun tinggi badan rata-rata atlet Indonesia sekitar 175 cm. Padahal, dalam olahraga dayung, tinggi badan sangat memengaruhi performa dalam perlombaan.
”Terus terang, kami kesulitan mencari atlet dengan postur tubuh seperti atlet-atlet dunia tersebut,” katanya.