Kemewahan 15 Menit Selama Karantina
Proses karantina di hotel bagi para jurnalis peliput Olimpiade Tokyo 2020 berjalan dengan ketat. Namun, ada sedikit kemewahan untuk keluar hotel selama 15 menit guna membeli makanan.
Saat kaki memasuki lobi hotel tempat menginap selama meliput Olimpiade Tokyo 2020, seketika itu pula kebebasan terenggut. Di dalam hotel di kawasan Shinjuku itulah para jurnalis yang baru tiba di Tokyo, menjalani karantina selama tiga hari.
Wartawan Kompas Agung Setyahadi dari Tokyo melaporkan, hotel diawasi oleh petugas selama 24 jam, serta setiap hari ada tes PCR menggunakan sampel saliva. Shinjuku dengan lorong-lorong sempit yang ikonik melambai-lambai dari balik jendela kaca kamar, menggoda untuk ditapaki.
Namun, sanksi akreditasi liputan dicabut bahkan dideportasi, jika melanggar karantina mandiri, menciutkan nyali perlawanan. Kini saatnya merelakan kebebasan hanya sebatas ruangan kamar dan lobi hotel yang khusus untuk peliput Olimpiade.
Saat melewati pintu masuk ke lobi hotel, langsung disambut dengan tulisan besar "the first 14 days" di lantai yang mengarah ke pintu lift. Tulisan itu menandakan jalur yang harus dilalui oleh para peliput yang belum melewati masa 14 hari di Jepang. Ini merupakan aturan pemerintah Jepang, di mana semua yang baru masuk Jepang akan terus dipantau kesehatannya dalam 14 hari pertama sejak kedatangan.
Selama masa itu, akses hanya boleh di dalam hotel dan arena-arena pertandingan, serta tidak boleh menggunakan transportasi publik. Setelah melewati masa 14 hari itu, tanpa hasil tes positif Covid-19, baru boleh menggunakan transportasi publik.
Tahap pertama untuk meraih kebebasan itu, adalah menjalani isolasi mandiri dalam tiga hari pertama. Setelah memasuki kamar di lantai 13, pemandangan ke arah kota Shinjuku dari jendela kaca besar membuat hasrat berkelana menggelora.
Namun, melancong bukanlah tujuan utama berada di Tokyo dalam situasi pandemi Covid-19 ini. Destinasi kali ini adalah meliput Olimpiade yang bersejarah sekaligus berisiko, karena berlangsung di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga : Dag Dig Dug Menuju Tokyo
Untuk meminimalkan resiko terpapar virus itulah, antisipasi berlapis diterapkan oleh pemerintah Jepang dan panitia Olimpiade Tokyo. Meskipun sudah menjalani tujuh kali PCR sebelum berangkat, kemudian tes PCR di bandara yang hasilnya negatif, tetap harus menjalani karantina tiga hari. Selama karantina di hotel itu, tes PCR juga dilakukan setiap hari menggunakan sampel saliva.
Setiap siang, petugas dari Tokyo 2020 datang ke hotel untuk mengambil sampel saliva. Petugas yang datang selalu berganti setiap hari, dan tidak jelas kapan datang. Mereka akan menelepon ke kamar para jurnalis yang ada dalam daftar karantina tiga hari.
Petugas ini sengaja datang secara acak waktunya supaya peserta karantina tidak coba-coba curang dengan keluar hotel. Jika sampel tes PCR tidak diambil hari itu, masa karantina akan lebih lama, karena syarat lolos tiga tes PCR tidak terpenuhi.
Baca juga : Tiba di Tokyo, Kontingen Indonesia Kelelahan
Sebenarnya, panitia memberi sedikit kelonggaran di hotel dengan memberikan waktu 15 menit untuk keluar hotel dalam kondisi mendesak, terutama untuk berbelanja makanan. Kemewahan ini diberikan karena mempertimbangkan ketersediaan makanan restoran, terutama saat malam hari.
Restoran di hotel tutup ada jam 20.00 dengan pemesanan terakhir pukul 19.00 karena Jepang dalam kondisi darurat keempat yang berlangsung hingga 22 Agustus. Jika terlambat ke restoran karena kendala pekerjaan, atau persediaan makanan di restoran sudah habis, maka mencari makan di luar hotel diperbolehkan.
Namun, syaratnya adalah menunjukan status kesehatan dalam aplikasi OCHA yang disimbolkan dengan kotak hijau jika sehat, dan kotak merah jika tidak sehat. Status kesehatan itu merupakan respons dari laporan kesehatan yang dilaporkan setiap pagi, meliputi kuesioner terkait adakah gejala-gejala terkait Covid-19, temperatur tubuh, serta pernyatan kesadaran untuk mengenakan masker dan menjaga jarak fisik.
Jika status kesehatan hijau, maka petugas di meja Keamanan Media Tokyo 2020 akan menyodorkan formulir yang harus diisi dengan nomor kamar hotel dan jam serta menit saat itu. Ketika jam sudah tertulis, maka target toko swalayan terdekat harus dicapai secepat mungkin dengan berlari atau jalan cepat.
Baca juga : Olimpiade, antara Kemuraman dan Harapan akan Kebahagiaan
Bergerak cekatan mengambil barang yang diperlukan, termasuk makanan siap santap yang banyak pilihannya dari onigiri, nasi kotak lauk ayam, sate ayam, harus cepat di ambil. Nah, yang sering membuat lama adalah antrean pembayaran. Ini bisa menyita waktu hingga lima menit.
Namun, perlu diakui, kerja petugas kasir di toserba Jepang sangat cekatan. Antrean panjang pun cepat terurai dengan kerja yang efisien. Untuk mempersingkat waktu, gunakan pembayaran secara digital, karena tidak perlu menunggu kembalian.
Setelah kembali ke hotel, wajib mengisi jam kepulangan. Jika melebihi 15 menit berpotensi mendapat sanksi dari pemerintah Kota Metropolitan Tokyo dan panitia Olimpiade. Kabar yang beredar pada Selasa (20/7/2021) pagi, seorang jurnalis dari Amerika Serikat dipulangkan karena melanggar aturan keluar 15 menit itu, dengan makan di restoran di luar hotel.
Sebenarnya, mematuhi protokol kesehatan, mulai dari isolasi mandiri serta tes PCR sebelum berangkat, karantina di Tokyo serta tes PCR tiap hari, bukan hanya untuk diri sendiri. Sebagai jurnalis yang akan melakukan kontak dengan para atlet dan pelatih, tanggung jawab pertama adalah menjaga diri sehat, supaya tidak menjadi pembawa virus.
Baca juga : Tim Bulu Tangkis Tiba di Perkampungan Atlet
Demikian pula sebaliknya, atlet pun menjalani protokol yang sama ketatnya, supaya bisa tampil maksimal di Olimpiade dan tidak menjadi carrier. Antisipasi penularan Covid-19 ini mengandung dimensi yang luas, karena banyak kepentingan di luar diri kita yang bisa terlindungi dari pengorbanan menjalani protokol kesehatan. Disiplin dan merelakan sedikit kebebasan kita, berarti melindungi diri serta orang lain.
Namun, seketat apapun protokol yang telah diterapkan, virus korona masih saja menembus gelembung Olimpiade. Dalam media briefing pada Senin, juru bicara panitia Olimpiade Tokyo 2020 Masa Takaya mengatakan, ada 61 personel yang memiliki akreditasi Olimpiade yang positif Covid-19.
"Di antara jumlah total itu, 33 kasus positif dari warga Jepang, dan 28 dari Komite Olimpiade yang datang dari luar negeri. Terkait dengan yang 28 tersebut, kita perlu melihat pada 22.000 orang yang datang ke Jepang. Jika dilihat kasus positifnya, sekitar 0,1 persen," ujarnya.
"Kasus yang dilaporkan kemarin (Minggu) terkait dengan tim Afrika Selatan, kami mengonfirmasi hari ini bahwa jumlah kontak dekat ada 21. Tiga orang yang dites positif telah diisolasi. Anggota yang lainnya dari grup itu diharuskan tetap di kamar mereka, dan mereka mematuhi aturan. Minuman dan makanan langsung disediakan," jelas Takaya.
Takaya juga menegaskan bahwa, semua atlet juga akan menjalani tes rutin, termasuk tes PCR enam jam sebelum bertanding maupun berlatih untuk memastikan mereka negatif Covid-19 saat bertanding maupun berlatih.
"Wisma Atlet tempat yang aman untuk tinggal. Hal terpenting adalah respons pada kasus positif. Kami tidak bisa mengatakan tidak akan ada kasus positif di sana, mengingat kami memiliki orang dengan jumlah sangat besar dalam proyek ini. Namun, tidak ada peningkatan signifikan dalam tingkat tes positif dibandingkan dengan tempat lain," tegas Takaya.
Wisma Atlet tempat yang aman untuk tinggal. Hal terpenting adalah respons pada kasus positif.
Terkait dengan kebijakan tes anti Covid-19 yang masif selama Olimpiade Tokyo 2020, Direktur Operasional Olimpiade Komite Olimpiade Internasional Pierre Ducrey mengatakan, pendekatan ini adalah langkah untuk meminimalkan potensi masalah besar.
"Sejak 1 Juli kami telah menerima 18.000 orang datang ke sini. Kami membicarakan tentang peserta Olimpiade dari luar negeri. Pengetesan bagi mereka sangat teliti. Mereka semua harus memiliki dua tes negatif sebelum masuk ke pesawat menuju Jepang. Ketika mereka tiba di bandara di Jepang, mereka harus menjalani tes lagi. Dan, kemudian, ketika mereka memasuki Jepang, ada rejim pengetesan dan diterapkan pada masing-masing, yang ditentukan berdasarkan kedekatan dengan arena permainan dan dengan para atlet, atau jenis tugas yang mereka emban. Bagi para atlet, ofisial tim yang tinggal di Wisma Atlet, bagi ofisial federasi, ada tes setiap hari," tegas Ducrey.
"Dengan pendekatan ini, kami meminimalkan peluang menghadapi masalah yang signifikan," tegas Ducrey. (ANG)