Tekanan Berlipat Menghadapi Lawan Tak Terlihat
Tim ”Merah Putih” akan menghadapi tantangan baru yang tak terlihat di Olimpiade Tokyo 2020, Covid-19. Para atlet menghadapi beban ganda, yaitu meraih prestasi terbaik dan menjaga kesehatan agar tidak terpapar.
Selain pemain lawan dan diri sendiri, yang biasanya menjadi tantangan atlet di arena kompetisi, tim ”Merah Putih” juga akan menghadapi tantangan baru yang tak terlihat di Olimpiade Tokyo 2020, Covid-19. Mereka menanggung beban itu, meninggalkan keluarga dengan situasi mengkhawatirkan di Indonesia, sambil memikul tanggung jawab atas nama negara.
Chayra (7) memeluk kaki pebulu tangkis ganda putra, Mohammad Ahsan, pada hari keberangkatan ayahnya itu menuju Kumamoto, Jepang, pada 8 Juli. Belum lagi ditinggal, si sulung dari tiga bersaudara itu sudah merasakan rindu pada ayah yang oleh anak-anaknya dipanggil babah tersebut.
Selama pandemi, Chayra bahkan melarang saya bertanding. Katanya bahaya, ada Covid. Saya pun memberi pengertian bahwa saya tetap harus bekerja dan saya selalu berhati-hati.
”Selama pandemi, Chayra bahkan melarang saya bertanding. Katanya bahaya, ada Covid. Saya pun memberi pengertian bahwa saya tetap harus bekerja dan saya selalu berhati-hati,” cerita Ahsan, sekitar dua pekan sebelum bertolak ke Jepang.
Baca juga : Tiba di Tokyo, Kontingen Indonesia Kelelahan
Bersama pelatih, tim pendukung, dan 10 pebulu tangkis lain, termasuk partnernya, Hendra Setiawan, Ahsan menuju Kumamoto untuk menjalani aklimatisasi. Senin (19/7/2021) ini, mereka berpindah ke Tokyo sebelum bertanding di Musashino Forest Sport Plaza, 24 Juli-2 Agustus.
Ahsan bukannya tak berpengalaman bertanding pada masa pandemi Covid-19 yang mengubah agenda olahraga dunia sejak Maret 2020 itu. Dia bertanding di All England, Inggris, dan tiga turnamen di Thailand masing-masing pada Maret dan Januari 2021. Ahsan dan anggota skuad Indonesia lainnya bahkan harus berada di Thailand selama sebulan karena kewajiban menjalani karantina sebelum turnamen.
”Rasa khawatir pergi di saat pandemi pasti ada. Saya mengkhawatirkan keluarga, keluarga juga mengkhawatirkan saya. Saat ini, lebih khawatir karena situasi di Indonesia lebih parah dibandingkan saat saya ke All England dan Thailand. Saya pun berusaha menjaga kesehatan dan selalu berdoa,” tutur ayah berusia 34 tahun itu.
Bersama Hendra, Ahsan menjalani Olimpiade kedua beruntun setelah Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Di London 2012, pemain binaan PB Djarum itu juga menjadi peserta, berpasangan dengan Bona Septano. Bagi Hendra, ini akan menjadi Olimpiade ketiga setelah 2016 dan Beijing 2008 ketika meraih medali emas bersama Markis Kido.
Baca juga : Keamanan Olimpiade Tokyo 2020 Diragukan
Seperti Ahsan, Hendra juga memiliki tiga anak yang masih kecil. Sehari sebelum berangkat menuju Kumamoto, seusai latihan, dia mengajak si kembar Richard dan Richelle (7) serta Russell (4) berjalan-jalan.
”Jalan-jalannya hanya keliling pake mobil. Kami tidak keluar dari mobil karena situasi tidak memungkinkan. Kasihan anak-anak kalo hanya diam di rumah,” kata Hendra.
Masa latihan di pelatnas bulu tangkis Cipayung, Jakarta, juga dijalankan dengan protokol kesehatan. Agar tidak terjadi penumpukan atlet pada jam latihan tertentu, jadwal pun diatur. Latihan untuk 11 atlet Olimpiade menjadi prioritas.
Ganda putra nomor satu dunia Marcus Fernaldi Gideon merasakan tampil di Olimpiade terasa berat dalam situasi pandemi. Apalagi, bersama partnernya, Kevin Sanjaya Sukamuljo, Marcus diharapkan meraih medali emas pada debut mereka dalam panggung kompetisi olahraga terbesar sedunia itu.
”Situasi pandemi banyak mengganggu pikiran. Olimpiade adalah ajang besar dan kami harus menjaga diri agar jangan sampai terinfeksi virus. Yang penting jaga kesehatan, jangan sampai sakit. Harus banyak berdoa juga agar dikasih keberuntungan,” ujar ayah dari dua anak ini.
Tunggal putra Jonatan Christie tak memungkiri merasa tegang menghadapi Olimpiade dalam situasi pandemi Covid-19. ”Tegangnya karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dengan kondisi seperti ini. Ambil contoh All England, kami sudah di sana, tetapi tidak bisa bertanding. Itu membuat mental turun,” kata tunggal putra peringkat ketujuh dunia tersebut.
Baca juga : Atlet Mulai Berdatangan ke Tokyo
Jonatan merujuk pada pengalaman diskualifikasi yang dialami semua anggota tim Indonesia di All England. Mereka tidak diperbolehkan bermain meski Jonatan, Hendra/Ahsan, dan Kevin/Marcus telah menyelesaikan babak pertama.
Itu terjadi karena skuad Indonesia dikategorikan memiliki kontak dekat dengan penumpang pesawat yang terinfeksi Covid-19 di pesawat dari Turki ke Birmingham. Merujuk pada peraturan Pemerintah Inggris terkait Covid-19, Jonatan dan kawan-kawan pun tak dapat menyelesaikan turnamen.
”Selain menjalankan protokol kesehatan, saya sekarang pasrah sama Tuhan, semua sudah menjadi jalan dari-Nya. Saya berdoa semoga kejadian di All England tidak terjadi,” kata Jonatan.
Dukungan doa dari keluarga pun, menurut Ahsan, sangat dibutuhkan dalam situasi seperti ini. ”Keluarga selalu mendoakan agar saya sehat saat pergi hingga pulang nanti,” katanya.
Dukungan serta doa dari keluarga menjadi pengobar semangat atlet yang akan berlaga di Tokyo. Seperti yang dilakukan oleh Kaoru Waida, ibu dari atlet selancar ombak Rio Waida, yang mengirimkan pesan singkat untuk anaknya.
Baca juga : Kasus Pertama Positif Covid-19 Ditemukan di Perkampungan Atlet Olimpiade Tokyo 2020
Walaupun hanya berupa pesan teks, hal itu menjadi penyemangat bagi Rio, peselancar berusia 21 tahun asal Bali. Dalam pesannya itu, sang ibu juga memotivasi agar Rio Waida senantiasa menempa dirinya dan menunjukkan yang terbaik.
”Ini (pesan) dari ibu saya.” Demikian isi pesan singkat dari Rio Waida yang dikirim lewat Tipi Jabrik Noventin, Sekretaris Jenderal Persatuan Selancar Ombak Indonesia (PSOI), kepada Kompas di Bali, Selasa (13/7/2021). Pesan itu berbunyi, ”I want you to believe in yourself and have fun and challenge yourself for the people who have supported you so far (Saya ingin kamu percaya pada dirimu sendiri dan bergembiralah dan tantanglah dirimu demi orang-orang yang telah mendukungmu selama ini).”
Sementara itu, kakak pelari Lalu Muhammad Zohri, Lalu Makrif (30), saat dihubungi Kompas dari Mataram, NTB, Selasa (13/7/2021), bangga dengan perjuangan Zohri. ”Kami dari keluarga merasa bangga dan bersyukur atas tiket (Olimpiade) yang sudah didapatkan Zohri. Apalagi, dia mewakili Indonesia di ajang bergengsi,” kata Makrif.
Menurut Makrif, tidak hanya keluarga, kerabat dan teman-teman Zohri di Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang, Lombok Utara, juga sangat antusias mendukung Zohri yang akan tampil di Olimpiade Tokyo. Oleh karena itu, dalam waktu dekat, mereka akan mengadakan zikiran dan doa bersama untuk Zohri.
Baca juga : Kluster Covid-19 Olimpiade Muncul
”Rencananya sehari sebelum pertandingan. Kami sudah minta Zohri untuk berkabar atau nanti melihat jadwalnya dari pemberitaan atau media sosial,” kata Makrif.
Menurut Makrif, mereka terus memantau persiapan Zohri juga berkomunikasi dengannya, misalnya melalui telepon atau video.
”Kami memintanya berlatih dengan keras karena ini Olimpiade, termasuk tidak cepat puas. Tetapi, pada saat yang sama, kami minta dia juga harus tetap menjaga kesehatan, menjaga istirahat, juga makan dan minum,” kata Makrif.
Menjaga mental
Jauh sebelum atlet berangkat ke Tokyo, para pelatih harus pandai-pandai menjaga mental atlet. Atlet akan merasa bosan karena pandemi menyebabkan banyak kejuaraan ditunda atau dibatalkan.
Pelatih Kepala Sprint Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Eni Nuraini, Selasa (6/7/2021), mengakui sangat sulit mengelola atlet selama pandemi Covid-19. Pelatih turut memastikan atlet tidak terlalu capai karena bisa menurunkan imunitas dan rawan tertular Covid-19.
Selain itu, lanjut Eni, pelatih harus membuat program penyegaran agar atlet tidak jenuh karena cuma berlatih tanpa bertanding. Salah satunya, mereka menggelar perlombaan lari internal antara pelari pelatnas dan pelari pelatda DKI Jakarta setiap sebulan sekali.
Baca juga : Pandemi Merajalela, Olimpiade Tokyo Digelar Tanpa Penonton
Di samping untuk meredam kejenuhan, lomba internal itu pun untuk menjaga naluri berlomba atlet, terutama pelari Lalu Muhammad Zohri yang bakal berlaga di lari 100 meter Olimpiade Tokyo. ”Kami juga memberikan atlet waktu untuk melakukan aktivitas yang disenanginya, seperti main game online (daring), tetapi tidak boleh sampai mengganggu jadwal istirahat, terutama sudah wajib tidur setiap pukul 09.00 malam,” ujar Eni.
Manajer Pelatnas PB PASI Agustinus Ngamel mengungkapkan, beruntung kebanyakan atlet pelatnas tergolong orang rumahan, seperti Zohri. Mereka memang lebih betah berada di penginapan setelah latihan dibanding jalan-jalan keluar, seperti ke pusat perbelanjaan.
Bahkan, Zohri pernah menyampaikan, dirinya bersyukur bisa segera ditarik lagi ke pelatnas sejak Agustus tahun lalu. ”Kalau berlatih di daerah (di kampung halaman), saya kebanyakan berlatih sendiri. Latihan pun tidak fokus. Selain terbatas tempat latihan (karena ada pandemi), saya juga sering tergoda main dengan teman-teman, mulai dari mancing, main surfing, sampai main layangan. Kalau latihan di pelatnas, saya fokus hanya berlatih karena aktivitas cuma dari hotel (penginapan) dan tempat latihan,” kata Zohri.
Ketua Komisi Kepelatihan dan Pendidikan Bidang Target Pengurus Besar Persatuan Menembak Indonesia (PB Perbakin) Glenn C Apfel tak menafikan bahwa sangat sulit menjalankan pelatnas di tengah pandemi Covid-19. Padahal, pelatnas menembak tidak putus kendati wabah menerjang.
Baca juga : Tantangan Unik Olimpiade Tokyo 2020
Selama pandemi, pergerakan atlet amat dibatasi. Mereka cuma diberikan kesempatan menemui keluarga saat pelatnas libur seminggu setiap enam bulan sekali. Sisanya, mereka berada di penginapan dan tempat latihan.
”Penginapan dan tempat latihan pun kami buat steril dari orang luar. Para atlet tidak boleh sembarangan bertemu orang. Bahkan, pergi jalan-jalan ke pusat perbelanjaan (mal) juga dibatasi demi menghindari tertular Covid-19,” ujar Glenn saat dihubungi, Minggu (18/7/2021).
Walau tidak pernah mengeluh karena punya mental baja sebagaimana didikan militer, gelagat kejenuhan ditunjukkan oleh para penembak pelatnas selama penerapan protokol kesehatan tersebut. Hal itu terlihat dari grafik latihan yang mentok.
Menurut atlet menembak Vidya Rafika Rahmatan Toyyiba, terus berlatih tanpa melakukan kegiatan lain, terutama ikut kejuaraan merupakan tantangan berat untuk atlet.
Untuk mengelola emosinya agar tidak stres karena jenuh, Vidya gemar bermain gim daring PlayerUnknown\'s Battlegrounds (PUBG). Biasanya, dia bermain bersama atlet yang juga menggemari gim bertema tembak-tembakan tersebut.
”Kalau bosen main games, biasanya selfie dan posting ke Instagram,” ujar Vidya.
Persiapan atlet Indonesia menuju Olimpiade Tokyo sangat berat. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka terpaksa berlatih dalam keterbatasan akibat pandemi Covid-19. Mereka juga diliputi perasaan waswas terhadap virus yang tak tampak mata.