Tantangan untuk berlaga di ajang sebesar Olimpiade Tokyo 2020 bertambah dengan situasi pandemi Covid-19. Tanpa kesempatan untuk mengikuti turnamen sebagai pemanasan, peluang akan jadi sama bagi semua peserta.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Olimpiade Tokyo 2020 akan menjadi Olimpiade yang unik. Berlangsung dalam pandemi Covid-19, suasana sejak masa persiapan pun terasa berbeda.
”Olimpiade ini akan berbeda. Musuh bukan hanya lawan dan diri sendiri, tetapi juga pandemi. Setiap pemain tidak tahu kekuatan lawan yang sesungguhnya karena tidak ada turnamen. Jadi, peluang akan sama bagi semua peserta,” kata pelatih ganda putra pelatnas bulu tangkis Herry Iman Pierngadi di Jakarta, Rabu (7/7/2021).
Pandemi membuat banyak turnamen ditunda atau dibatalkan sejak Maret 2020. Lima ajang besar yang termasuk kualifikasi Olimpiade, yaitu Kejuaraan Asia, Jerman, India, Malaysia, dan Singapura Terbuka, termasuk yang dibatalkan.
Tahun ini, sebagian besar pemain Indonesia yang akan tampil di Tokyo pun hanya tampil dalam tiga turnamen di ”gelembung” Thailand pada Januari. Kesempatan bermain di All England tak bisa dimanfaatkan hingga selesai karena Tim Indonesia didiskualifikasi akibat berada satu pesawat dengan penumpang yang terinfeksi Covid-19.
Akibat situasi tersebut, tak ada turnamen yang bisa dijadikan patokan untuk melihat perkembangan setiap lawan. Para pemain, seperti Anthony Sinisuka Ginting dan Melati Daeva Oktavianti, pun mengakalinya dengan menonton video pertandingan lawan.
”Saya tidak tahu kemampuan lawan seperti apa sekarang karena sudah lama tidak bertemu. Pemain China juga sudah lama tidak main. Jadi, saya lebih banyak lihat video-video yang sebelumnya,” ujar Melati.
Olimpiade ini akan berbeda. Musuh bukan hanya lawan dan diri sendiri, tetapi juga pandemi. Setiap pemain tidak tahu kekuatan lawan yang sesungguhnya karena tidak ada turnamen. Jadi, peluang akan sama bagi semua peserta.
Melati dan Anthony termasuk 11 pebulu tangkis Indonesia yang akan tampil di Olimpiade Tokyo. Pemain lain ialah Jonatan Christie, Gregoria Mariska Tunjung, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, dan Praveen Jordan yang berpasangan dengan Melati.
Mereka, bersama tim pelatih dan pendukung lainnya, akan bertolak ke Jepang, Kamis (8/7/2021) malam, untuk berlatih di Kumamoto sebelum pindah ke Tokyo pada 19 Juli. Program latihan di Kumamoto ini merupakan kerja sama PBSI dengan Pemerintah Kumamoto yang ditandatangani pada 2019.
Selain untuk aklimatisasi, keberadaan di Kumamoto juga akan digunakan atlet semua nomor untuk menjalankan program latihan terakhir. Seperti diceritakan Herry, Hendra/Ahsan, misalnya, akan memanfaatkan waktu 10 hari untuk memantapkan permainan. ”Pekan ini, mereka tidak bisa latihan maksimal karena Hendra ada sedikit kendala di kaki. Namun, latihan terakhir tadi pagi, dua melawan tiga orang, mainnya sudah bagus,” kata Herry.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PBSI Rionny Mainaky mengatakan, tidak mudah menyiapkan tim Olimpiade pada masa Covid-19. Perlu kehati-hatian ekstra untuk menjaga atlet agar jangan sampai sakit. ”Meski demikian, tim bisa tetap fokus latihan. Dalam masa persiapan, latihan sudah maksimal dan siap berjuang habis-habisan untuk medali emas di Tokyo. Saya juga selalu mengingatkan protokol kesehatan dan jangan lupa untuk selalu berdoa,” kata Rionny.
Anthony dan Melati juga tak ingin lalai dengan protokol kesehatan yang harus dijalankan. ”Salah satu yang harus dihadapi ialah musuh yang tidak terlihat, yaitu virus. Jadi, menjalankan protokol kesehatan sangat penting, juga berserah kepada Tuhan,” kata Anthony.
Sebagai bagian dari syarat sebelum memasuki Jepang, tim peserta Olimpiade juga diwajibkan menjalani tes PCR setiap hari. Skuad bulu tangkis Indonesia telah melakukannya sejak 4 Juli secara beruntun.