Perjalanan Udara yang Membebani Swiss dan Belgia
Swiss dan Belgia sama-sama gugur di perempat final. Di balik itu, terdapat fakta keduanya adalah tim yang menempuh perjalanan terjauh selama Piala Eropa. Perjalanan itu membebani mereka.
Babak pertama perpanjangan waktu selesai, menandakan laga Swiss versus Spanyol telah berlangsung selama 105 menit. Bek Swiss Fabian Schaer tertunduk dengan napas memburu. Rekannya, Ruben Vargas, tidak sanggup berdiri lagi. Vargas terlentang sambil dipijit dua staf tim.
Saat tim Swiss mulai layu, skuad Spanyol tampak lebih segar. Sergio Busquets dan rekan-rekan masih mampu berdiri tegap. Mereka membentuk lingkaran sambil serius mendengarkan instruksi dari sang pelatih, Luis Enrique.
Dengan sisa tenaga, Swiss menahan gempuran bertubi-tubi dari pasukan lawan dalam 15 menit terakhir. Mereka yang bertarung dengan 10 orang, akibat kartu merah Remo Freuler pada waktu normal, berhasil memaksa laga sampai adu penalti.
Miris bagi Swiss. Usaha spartan mereka selama 120 menit berakhir pahit. Tim “kuda hitam” ini gagal lolos ke semifinal akibat kalah dari Spanyol dalam drama adu penalti (1-3) di Stadion St Petersburg, Rusia, pada Jumat (2/7/2021). Tiga penendang Swiss Schaer, Vargas, dan Manuel Akanji gagal mengeksekusi penalti.
Vargas menangis. Dia sangat terpukul, sama seperti rekan-rekannya yang menutupi wajah. Pelatih Swiss Vladimir Petkovic justru menghampiri mereka sambil tersenyum lebar. Petkovic menghibur pemainnya satu per satu.
Baca Juga: ”La Furia Roja” Waspadai Kebangkitan Kedua Swiss
Kata Petrovic, dia bangga dengan perjuangan anak asuhnya. “Semua pemain ini (Swiss) adalah pahlawan di mata saya, karena mereka telah berjuang dan bisa mencapai adu penalti. Tidak masalah dengan apa pun hasilnya,” ungkapnya.
Perjalanan panjang
Petkovic paham betul tantangan yang dihadapi skuadnya. Para pemain sangat lelah karena harus berpindah-pindah negara selama gelaran turnamen ini. Menurut The Guardian, Swiss memiliki jarak tempuh terjauh hingga perempat final, hingga 13.695 kilometer.
Schaer dan kawan-kawan harus pulang pergi dari Baku (Azerbaijan) ke Roma (Italia), lalu kembali lagi ke Baku pada babak grup. Lalu, mereka terbang ke Bucharest (Rumania) dan St Petersburg (Rusia) saat babak gugur.
Perjalanan panjang melewati beberapa zona waktu ini harus dilakukan dalam rentang kurang dari tiga minggu. Jarak perjalanan Swiss bahkan nyaris menyamai gabungan empat tim di perempat final, Denmark (5.085 km), Spanyol (4.829 km), Italia (2.961 km), dan Inggris (1.802 km).
Petkovic menilai perjalanan tersebut sangat mengganggu persiapan tim. Persiapan pemain lebih sedikit dibanding tim lain. Pemulihan kondisi tubuh mereka juga tidak optimal. Mereka tidak bisa istirahat nyaman, ditambah harus beradaptasi dengan kondisi jet lag.
Baca juga : Generasi Baru La Furia Roja Bermental Baja
“Ini tentunya bukan sesuatu yang optimal untuk kami dalam persiapan. Kami harus berpindah negara terlalu banyak dan butuh banyak sekali adaptasi. Kondisi ini sangat sulit. Saya memuji pada tim ini karena mereka sama sekali tidak mengeluh,” kata Petkovic sebelum laga 16 besar.
Kondisi fisik terbatas itu mungkin berhubungan dengan tersingkirnya Swiss. Sebab, mereka harus berpindah ke Rusia setelah baru saja mengalahkan Perancis dalam drama panjang adu penalti 16 besar, di Rumania.
Kami harus berpindah negara terlalu banyak dan butuh banyak sekali adaptasi. Kondisi ini sangat sulit. Saya memuji pada tim ini karena mereka sama sekali tidak mengeluh
Gagalnya eksekusi Schaer, Akanji, dan Vargas menjadi masuk akal. Ketiganya mungkin sudah terlalu lelah. Sebab, sebenarnya mereka memiliki ketenangan dan pengalaman lebih sebagai eksekutor penalti. Buktinya, mereka menjadi pahlawan Swiss ketika mengalahkan Perancis dalam adu penalti.
Situasi tersebut berbeda total dalam laga kemarin. Schaer dan Akanji menendang tidak terlalu kencang, yang berhasil tepisan kiper lawan Unai Simon. Sementara itu, tendangan Vargas terbang tinggi melewati mistar gawang.
Kelelahan ini pula yang mungkin menurunkan konsentrasi skuad asuhan Petkovic dalam waktu normal. Gelandang Swiss Denis Zakaria mencetak gol bunuh diri, sedangkan Freuler mendapatkan kartu merah seusai tekel dua kaki di penghujung laga.
Lara Belgia
Belenggu perjalanan jauh terhadap tim menjadi masuk akal. Pada hari yang sama, Belgia juga tersingkir dari turnamen ini seusai dikalahkan Italia, 1-2. Kevin De Bruyne dan rekan-rekan merupakan tim dengan perjalanan kedua terbanyak setelah Swiss, 10.686 km.
Belgia melewati perjalanan nyaris empat kali lipat lebih banyak dibandingkan Italia. Hal tersebut pula yang mungkin membuat tim peringkat satu dunia ini tidak banyak berbicara di di Stadion Allianz Arena, Muenchen.
Tim yang hanya kemasukan satu gol sebelum perempat final ini kehilangan konsentrasi di babak pertama. Mereka kemasukan dua gol dari skuad “Gli Azzurri” hanya dalam 45 menit.
Baca juga : Ujian Kedewasaan Generasi Emas Belgia
Thomas Vermaelen, bek veteran Belgia, sudah membahas masalah perjalanan jauh mereka sebelum laga ini. Dia menilai perbandingan jarak yang dilalui di antara tim tidak adil karena sangat timpang.
“Sangat tidak beruntung untuk kami karena ada beberapa tim yang bisa bermain di negaranya sendiri. Perjalanan (jauh) sama sekali tidak membantu Anda untuk bisa menjuarai turnamen seperti ini. Kami hanya mencoba menerimanya karena ini sudah bagian dari rencana turnamen,” sebut Vermaelen.
Inilah nasib yang harus dihadapi oleh tim-tim bukan tuan rumah. Gelaran Piala Eropa 2020 sangat unik karena untuk pertama kali terdapat 11 negara yang menjadi tuan rumah. Sebelumnya, tuan rumah tidak pernah lebih dari dua negara.
Konsep turnamen ini awalnya dilahirkan oleh mantan Presiden UEFA Michel Platini pada 2012. Hal tersebut digagas untuk merayakan ulang tahun ke-60 sejak turnamen terbesar antarnegara Eropa ini digelar.
Baca juga : Sekarang atau Tidak Sama Sekali bagi Belgia
Konsep unik di tengah pandemi Covid-19 tersebut mungkin memang tidak adil untuk sebagian tim. Namun, seperti juga pada turnamen sebelumnya, tuan rumah memang selalu punya keuntungan lebih. Bedanya, tuan rumah sekarang lebih banyak, sehingga lebih banyak pula yang diuntungkan.
Untungnya, konsep turnamen ini tidak digelar pada saat penyerang legendaris Belanda, Dennis Bergkamp, masih bermain. Jika tidak, bisa jadi mantan pemain Arsenal tersebut akan menolak untuk ikut serta.
Bergkamp fobia naik pesawat. Di awal karier bersama Arsenal, dia sempat memilih gajinya dipotong Rp 1,8 miliar asalkan boleh tidak ikut naik pesawat saat laga tandang pertandingan Eropa. Keengganan Bergkamp untuk terbang saat itu, kini dirasakan berkali-kali lipat oleh pemain Piala Eropa kali ini. (AP/AFP)