Jerman Menegaskan Status Favorit
Setelah babak belur di Piala Dunia 2018, dan kalah dari Perancis pada laga pembuka, Jerman membuktikan mreka tetap favorit juara. Peran maksimal dua gelandang sayap membawa merkea menaklukkan juara bertahan Portugal.
”Football is a simple game; 22 men chase a ball for 90 minutes and at the end, the Germans win.”
Gary Lineker
Kutipan mantan ujung tombak Inggris tersebut menjadi sangat populer mengingat penampilan pasukan ”Tiga Singa” di Piala Dunia 1990 Italia sebenarnya terbilang fenomenal sebelum dihentikan Jerman (Barat), kala itu, lewat adu tendangan penalti. Lineker sendiri mencetak gol pada laga semifinal yang dramatik tersebut, sebelum Jerman memenangi laga dan akhirnya tampil sebagai juara dunia.
Barangkali itu pula yang dipikirkan Cristiano Ronaldo, kartu as Portugal pada laga Grup F Euro 2020 di Muenchen, Sabtu (19/6/2021). Kapten dan motor ”Selecao” itu memang mencetak gol yang mengejutkan Jerman, tetapi tak sanggup menolong juara bertahan untuk tidak diganyang pasukan Joachim Loew, yang akhirnya memenangi laga dengan penuh gaya, 4-2.
Ronaldo tengah mengejar pencapaian pribadi. Sontekannya ke gawang Manuel Neuer merupakan golnya yang ke-107 untuk Portugal dalam 177 penampilan. Bintang Juventus tersebut hanya butuh dua gol lagi untuk menyamai rekor legenda Iran, Ali Daei, yang mengemas 109 gol bagi tim nasional. Catatan lain, Ronaldo selama membela Portugal tidak sekalipun mampu memenangi laga saat jumpa Jerman.
Baca juga: Titik Nadir Jerman di Piala Eropa
Kemenangan atas Portugal sekaligus menatahkan kembali status Jerman sebagai favorit Euro 2020, yang sempat agak goyah selepas kekalahan 0-1 melawan Perancis pada laga pertama mereka di Grup F. Jerman pun tidak pernah kalah dua kali beruntun sejak penampilan buruk mereka di Euro 2000, yang tumbang back to back di tangan Inggris dan Portugal.
Peran gelandang sayap
Menghadapi Portugal, Loew dengan keras kepala tidak mengubah formasi timnya, yang dianggapnya hanya kurang beruntung saat rontok di tangan ”Les Bleus”. Loew, yang masa baktinya bagi ”Die Nationalmannschaft” berakhir selepas Euro 2020, sangat yakin dengan kemampuan dua gelandang sayapnya yang cepat dan berteknik tinggi, Robin Gosens di kiri dan Joshua Kimmich di kanan. Hanya dengan menambahkan kecepatan aliran bola, Loew tetap mengandalkan formasi 3-4-3 (dengan tiga penyerang membentuk mata panah), dan menempatkan Serge Gnabry sebagai ujung tombak utama disokong Thomas Mueller serta Kai Havertz di belakangnya.
Formasi ini tidak berjalan mulus saat menghadapi Perancis yang punya bek-bek sayap tangguh, Benjamin Pavard di kanan dan Lucas Hernandez di kiri. Adapun Portugal tidak punya bek sayap mumpuni, terutama di kanan yang ditempati Nelson Semedo. Pasukan Fernando Santos benar-benar tak punya jawaban untuk menghentikan dua gelandang sayap Jerman, terlebih Gosens yang tengah menemukan irama terbaiknya di sektor kiri.
Baca juga: Gosens Rebut Panggung Ronaldo di Muenchen
Secara rutin pemain Atalanta tersebut mampu menerobos ke kotak penalti untuk membuat panik barisan pertahanan Portugal yang dikomandani Ruben Dias. Gosens, yang akhirnya terpilih sebagai Man of the Match, selain memberi asis untuk gol Havertz, juga mencetak gol keempat Jerman, lagi-lagi berkat pergerakan dinamisnya di sektor kiri yang tak mampu dibendung Semedo.
Sektor serangan sayap Jerman benar-benar menjadi ”pembunuh” bagi barisan gelandang Portugal yang sebenarnya juga punya kualitas mumpuni. Namun, penampilan Kimmich yang juga sangat padu terutama dalam tik-taknya dengan dua rekannya di Bayern Muenchen, Gnabry dan Mueller, membuat Jerman total mendominasi lini tengah dan terus menerus mengancam pertahanan Selecao.
Penampilan Mueller juga patut diapresiasi. Pemain senior yang sempat didepak Loew pada 2019 tersebut menunjukkan kematangan pribadinya. Gerakannya yang tanpa lelah menjadi poros utama lini tengah membuat bek sekaliber Pepe tak sanggup mempertahankan wilayahnya dengan konstan. Mueller yang bukan lagi targetman, ditugaskan untuk membongkar lapisan pertama pertahanan Portugal. Dia bermain sangat taktis dan cepat untuk menciptakan peluang bagi Gnabry, Havertz dan Gosens.
Performa Jerman secara umum memang mengingatkan kembali betapa strategi Loew yang memainkan sepak bola simpel, cepat, dan dinamis telah membuatnya begitu dicintai, terutama pada periode 2006 dan 2014.
Perannya sebagai wakil kapten juga sangat menonjol untuk menaikkan ritme permainan. Dia sangat sering berteriak untuk mendongkrak semangat rekan-rekan mudanya di lini depan. Kerja samanya dengan Toni Kroos di pivot lini tengah Jerman juga terbilang fantastis untuk mengontrol permainan. Kroos, yang berada di ujung kariernya, membukukan 109 sentuhan, 85 umpan sukses, dan 4 cegatan (interception) guna membuat Jerman mengusai lini vital.
Terlepas dari penampilan buruk bek-bek sayap Portugal, performa Jerman secara umum memang mengingatkan kembali betapa strategi Loew yang memainkan sepak bola simpel, cepat, dan dinamis telah membuatnya begitu dicintai, terutama pada periode 2006 dan 2014. Kegagalan di Piala Dunia 2018 memicu dirinya untuk intens menaikkan kinerja pemain-pemain muda, yang kini jauh bertenaga guna menerapkan strategi Blitzkrieg, serangan cepat dan mendadak.
(Anton Sanjoyo, Penikmat Sepak Bola)