Mengalahkan Rafael Nadal di lapangan tanah liat adalah tantangan tersulit dalam olahraga. Novak Djokovic akan menghadapi tantangan itu dan percaya diri bisa memenanginya.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Dua petenis yang disebut sebagai ”Greatest of All Time” atau GOAT, yang terbaik sepanjang masa, Rafael Nadal dan Novak Djokovic, akan bertemu di Lapangan Philippe Chatrier, Roland Garros, Paris, Jumat (11/6/2021), pada semifinal Perancis Terbuka 2021. Ini menjadi pertemuan ke-58 kedua petenis tersebut sejak perempat final Perancis Terbuka 2006. Dengan jumlah itu, Djokovic dan Nadal menciptakan persaingan terbanyak di era Terbuka.
Djokovic unggul tipis 29-28 dari pertemuan sebelumnya, tetapi statistik di lapangan tanah liat memperlihatkan keunggulan Nadal. Petenis Spanyol itu unggul 19-7 di lapangan lambat tersebut, termasuk 7-1 di Roland Garros.
Pertemuan terakhir di lapangan yang digunakan untuk menggelar Perancis Terbuka sejak 1928 itu terjadi pada final tahun lalu. Nadal memenanginya dengan skor 6-0, 6-2, 7-5, dan mendapatkan trofi The Musketeers ke-13 kalinya.
Kemenangan Nadal atas Diego Schwartzman, 6-3, 4-6, 6-4, 6-0, pada perempat final, Rabu, membuat statistik menang-kalahnya di Roland Garros menjadi 105-2. ”Dia adalah Rafa yang selalu menemukan jalan untuk keluar dari tekanan. Bagi semua orang, melawan Rafa di Roland Garros sangat sulit. Dia bermain dengan sangat nyaman di sini,” kata Schwartzman.
Petenis Argentina itu menjadi salah satu dari 66 petenis yang dikalahkan Nadal dalam 105 kemenangannya. Schwartzman sebenarnya termasuk petenis tangguh di tanah liat, namun tak pernah menang atas Nadal di Roland Garros. Petenis peringkat ke-10 dunia itu juga kalah pada pada perempat final 2018 dan semifinal 2020.
Cameron Norrie, petenis Inggris yang dikalahkan Nadal pada babak ketiga, takjub dengan kecepatan Nadal menempatkan diri pada posisi tepat untuk forehand setelah servis. ”Saya merasa sudah bermain dengan baik, tetapi dia bermain tanpa belas kasih,” katanya.
Petenis Italia berusia 19 tahun, Jannik Sinner, menjadi ”korban” Nadal untuk kedua kalinya di Roland Garros. Setelah kalah pada perempat final 2020, kali ini petenis Italia itu tersingkir di babak keempat. Sinner bisa memberi perlawanan ketat pada set pertama, setelah itu penampilannya menurun hingga kalah, 5-7, 3-6, 0-6.
”Nadal bisa konsisten bermain hingga set ketiga, sedangkan saya hanya bisa berlari,” katanya.
Dia adalah Rafa yang selalu menemukan jalan untuk keluar dari tekanan. Bagi semua orang, melawan Rafa di Roland Garros sangat sulit. Dia bermain dengan sangat nyaman di sini.
Ketangguhan Nadal di jenis lapangan yang telah memberinya 62 dari total 88 gelar juara itu, juga dirasakan Lars Burgsmuller. Dia adalah korban pertama Nadal di Roland Garros, ketika keduanya bertemu pada babak pertama Perancis Terbuka 2005.
Burgsmuller yang saat itu berusia 29 tahun adalah petenis berpengalaman, sedangkan Nadal, yang berusia 18 tahun, menjalani debutnya di Perancis Terbuka. ”Sebelum pertandingan, saya mengingatkan diri, jika bermain dengan kemampuan terbaik, saya punya peluang untuk menang,” kata Burgsmuller kepada The New York Times.
Tetapi, dia akhirnya menjadi petenis pertama yang merasakan ketangguhan Nadal.
”Saya tak pernah melawan petenis yang bermain dengan intensitas begitu besar, pukulan topspin yang menghancurkan, bisa sprint dan meluncur di lapangan tanah liat sambil memukul dengan keseimbangan yang terjaga baik. Hanya dalam waktu singkat pada laga itu, saya bisa melihat bahwa dia lebih baik dari saya,” katanya.
Burgsmuller, yang pensiun tiga tahun setelah laga itu dan menjadi ahli radiologi untuk mengobati pasien penderita kanker di Essen, Jerman, mengatakan, Nadal bagai menyiksa lawan.
”Saat itu, saya melihat pertandingan tersebut hanya sebagai pertandingan biasa. Sekarang, saya menyadari, saya menjadi bagian dari momen penting. Nadal memulai semuanya dengan melawan saya. Menyenangkan bisa menjadi bagian kecil dari sejarah,” katanya.
Laga layak final
Menghadapi laga melawan Djokovic, Nadal tak ingin fokus pada angka-angka dan komentar yang mengunggulkannya. ”Saya bukan orang yang bisa berbicara tentang diri sendiri. Banyak atlet melakukan hal hebat di dunia olahraga. Saya hanya bisa berterima kasih atas komentar orang lain, tetapi yang terpenting bagi saya adalah bermain baik untuk membuka kesempatan menang,” katanya.
Nadal tak bisa membiarkan fokusnya pada hal lain selain laga di depan mata. Apalagi, di antara semua lawan, Djokovic menjadi petenis yang paling berpeluang mengalahkannya.
Petenis nomor satu dunia itu adalah salah satu dari hanya dua petenis yang bisa menaklukkan Nadal di Roland Garros, yaitu pada perempat final 2015. Petenis lain adalah Robin Soderling yang menang pada babak keempat 2009.
Meski agak kesulitan pada awal musim persaingan di tanah liat, Djokovic mempertahankan konsistensi penampilan sejak pertengahan Mei. Setelah tampil pada final Roma Masters, dia menjuarai ATP 250 Belgrade.
Dengan mundurnya Roger Federer sebelum laga babak keempat, Djokovic menjadi petenis paling berpengalaman di arena Grand Slam, yang menuntut konsistensi level tinggi untuk laga best of five sets.
Laga Nadal melawan Djokovic, bahkan layak terjadi di final. Selalu ada intensitas dan ketegangan tinggi, serta motivasi besar tergambar dalam raut wajah dan gerak tubuh keduanya pada setiap pertemuan.
”Melawan Novak selalu menjadi tantangan besar. Satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah bermain dengan kemampuan terbaik. Untuk laga seperti inilah kami berlatih dan hidup di dunia olahraga,” kata Nadal.
Djokovic pun menilai, tak ada tantangan lebih besar dibandingkan melawan Nadal di Roland Garros. Dia, bahkan, memilih Nadal sebagai rival terberat.
”Tetapi, kualitas permainan saya di tanah liat sangat baik dalam sebulan terakhir. Menghadapi semifinal, saya percaya diri menang. Jika tidak, saya tak akan berada di sini. Saya siap untuk pertarungan besar,” tegas Djokovic. (AFP)