Kontroversi Nagita Slavina dan Raffi Ahmad sebagai Ikon PON Papua
Terkait kontroversi penunjukan artis Nagita Slavina dan Raffi Ahmad sebagai ikon PON Papua, Panitia Besar PON diminta responsif membendung isu itu agar tak melebar. Mereka pun diminta menghindari isu sensitif lainnya.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH, FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jelang pelaksanaan pada 2-15 Oktober 2021, persiapan Pekan Olahraga Nasional Ke-20 di Papua kembali diterpa isu negatif. Setelah isu keamanan, pencairan anggaran yang molor, dan penolakan dua daerah tuan rumah, PON Papua dilanda isu kontroversi terkait pemilihan ikon PON. Sejumlah pihak berharap, Panitia Besar PON Papua lebih bijaksana untuk menghindari kebijakan yang bisa memancing pro-kontra agar persiapan PON tetap fokus dan optimal.
Publik dihebohkan dengan isu penetapan pasangan artis nasional sebagai ikon PON Papua, yakni Nagita Slavina dan Raffi Ahmad. Sebagian masyarakat sepakat karena Nagita dan Raffi adalah influencer atau figur publik yang memiliki jumlah penggemar besar sehingga bisa dimanfaatkan untuk mengangkat pamor PON Papua ke semua lapisan masyarakat. Sebagian lain menilai Nagita dan Raffi tidak merepresentasikan orang Papua sehingga tidak tepat menjadi ikon PON Papua.
Seharusnya, mendekati hari pelaksanaan, tidak ada lagi isu-isu miring terkait PON. Ini masanya persiapan akhir untuk melaksanakan uji coba pertandingan agar saat kejuaraan sesungguhnya semua berjalan lancar.
”Seharusnya, mendekati hari pelaksanaan, tidak ada lagi isu-isu miring terkait PON. Ini masanya persiapan akhir untuk melaksanakan uji coba pertandingan agar saat kejuaraan sesungguhnya semua berjalan lancar,” ujar Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto saat dihubungi, Kamis (3/6/2021).
Kompas mencoba meminta keterangan langsung dari Ketua II Panitia Besar PON Papua Roi Letlora. Namun, setelah beberapa kali mengirim pesan teks dan menelepon, Roi tidak merespons.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Adat Papua John Gobay berpendapat, seharusnya tidak hanya Nagita dan Raffi yang menjadi figur duta PON Papua. Sebab, sudah banyak figur asal Papua yang dapat mempromosikan kegiatan tersebut. ”Banyak figur publik asal Papua yang berkarier di ajang nasional. Mereka yang lebih baik ditunjuk karena lebih merepresentasi rakyat dan kebudayaan Papua,” ungkap John.
Gatot mengatakan, Kemenpora pun mendapatkan dua pandangan berbeda terkait isu tersebut. Berdasarkan informasi yang dihimpun Kemenpora dari Ketua II Panitia Besar PON Papua Roi Letrora, Nagita dan Raffi merupakan salah satu dari banyak figur yang ditunjuk sebagai ikon PON Papua. Selain pasangan artis itu, Panitia Besar PON juga menunjuk figur publik dari Papua sebagai duta PON Papua, seperti pesepak bola Boaz Solossa.
Sebagai ajang nasional, menjadi kewajaran PON Papua melibatkan pihak dari luar maupun dari dalam Papua. Penunjukan Nagita dan Raffi dianggap sebagai cermin bahwa PON Papua bukan hanya milik Papua, melainkan seluruh Indonesia. Adapun penunjukan Boaz sebagai representasi PON kali ini digelar di tanah Papua.
Sebaliknya, merujuk informasi yang dihimpun Kemenpora dari Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Papua Alexander Kapisa, penunjukan Nagita dan Raffi dinilai sebagai keputusan sepihak Panitia Besar PON tanpa mengindahkan pendapat berbeda dari pihak lain. Sebab, Alexander sempat memprotes kebijakan itu, tetapi tidak ditanggapi. Bahkan, dia menganggap Panitia Besar PON tidak ada konsep promosi orisinal dan cuma mengikuti arahan konsultan dari Jakarta.
Terkait pro-kontra tersebut, Gatot mengatakan, semua pihak yang terlibat dalam persiapan PON Papua perlu memahami bahwa Papua ialah daerah khusus yang punya isu sensitif. Sepatutnya, semua isu yang bisa meruncing menjadi kontroversi bisa dihindari di tengah upaya meminimalkan semua hambatan jelang PON Papua.
Mengenai pemilihan ikon ataupun duta PON Papua, selagi masih banyak figur asal Papua, kenapa bukan mereka yang didahulukan. ”Saya rasa tokoh asal Papua sangat banyak, mulai dari atlet, artis, pengusaha, sampai menteri. Mereka pun ada yang influencer, terkenal, dan memiliki penggemar yang banyak,” kata Gatot.
Harus responsif
Karena isu tersebut sedang menghangat, Gatot mengharapkan Panitia Besar PON Papua responsif untuk meredam kontroversi. Berkaca dari persiapan Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang, pada 2016, pemerintah sempat dikritik habis-habisan oleh publik karena merilis logo dan maskot Asian Games 2018 bernama Drawa yang dianggap ketinggalan zaman.
Pemerintah merespons cepat penilaian tersebut. Selang beberapa bulan kemudian, mereka merilis logo dan maskot baru yang terdiri atas tiga, yakni Bhin-bhin, Atung, dan Ika. Rilis terbaru itu mendapatkan tanggapan positif hingga pesta olahraga Asia empat tahunan tersebut usai.
”Komunikasi dan koordinasi Panitia Besar PON dengan pihak-pihak terkait perlu lebih baik. Lalu, kalau ada isu konfrontatif, mereka wajib cepat mengantisipasinya. Mereka patut responsif agar isu semacam itu tidak melebar ke mana-mana,” tegas Gatot.