Tantangan Ganda di Roland Garros
Perancis Terbuka dengan lapangan tanah liat dan format ”best of five sets” akan menguji kemampuan para petenis alumni ”Next Gen”.
Petenis alumni ”Next Gen” lahir menjadi generasi baru ketika mereka bisa unjuk gigi di ajang ATP Masters 1000 serta mampu mengalahkan Novak Djokovic dan Rafael Nadal di ajang Grand Slam lapangan keras. Namun, Perancis Terbuka, dengan tantangan gandanya, yakni lapangan tanah liat dan format best of five sets, akan menjadi ujian berbeda bagi Stefanos Tsitsipas dan kawan-kawan.
Persaingan petenis top dunia dalam Grand Slam kedua tahun ini akan berlangsung pada 30 Mei-13 Juni, mundur sepekan dari jadwal semula. Pemunduran dilakukan dengan harapan adanya kelonggaran peraturan, terkait pandemi Covid-19, yang membuat turnamen dihadiri banyak penonton.
Dengan jumlah penonton terbatas tujuh bulan lalu—Perancis Terbuka 2020 mundur dari 24 Mei-7 Juni menjadi 27 September-11 Oktober—Rafael Nadal menambah koleksi Trofi The Musketeers menjadi 13. Di nomor putri, Iga Swiatek menjadi petenis kedelapan yang menjuarai Grand Slam tanah liat itu dalam sepuluh tahun terakhir.
Baca juga : Grand Slam Perancis Terbuka Dimundurkan Sepekan
Meski tak seperti tunggal putri yang sering menghasilkan juara baru dalam setiap turnamen, persaingan tunggal putra mulai terbuka dengan makin kompetitifnya petenis Next Gen dan alumninya.
Daniil Medvedev mencapai final kedua di ajang Grand Slam ketika melakukannya di Australia Terbuka 2021, lalu menggeser Nadal di peringkat kedua dunia. Ini membuat Nadal, yang berperingkat ketiga, hanya menempati unggulan ketiga di Roland Garros, di bawah Medvedev (2) dan Djokovic (1).
Tsitsipas menjuarai ATP Masters 1000 untuk pertama kalinya, yaitu di Monte Carlo, sementara Alexander Zverev meraih gelar keempat dalam level serupa ketika menjadi juara di Madrid Masters. Selain itu, ada Andrey Rublev yang tak hanya tangguh di lapangan keras, tetapi juga di lapangan tanah liat.
Baca juga : Persaingan Putri di Roland Garros Berkurang
Juara Amerika Serikat Terbuka 2020, Dominic Thiem, tak bisa diabaikan meski performanya menurun setelah juara di Flushing Meadows, New York. Dia dua kali menembus final Perancis Terbuka, pada 2018 dan 2019.
Barisan anak muda itu berpengalaman mengalahkan Djokovic dan Nadal, dua senior yang difavoritkan juara. Mereka pun difavoritkan bersaing pada laga puncak jika berada dalam paruh berbeda dalam undian yang digelar Kamis (27/5/2021) tengah malam waktu Indonesia.
Tsitsipas dan Thiem, bahkan, pernah mengalahkan Djokovic dan Nadal di ajang Grand Slam. Momen terbaru terjadi pada perempat final Australia Terbuka di Melbourne Park, Februari. Tsitsipas mengalahkan Nadal setelah kehilangan dua set terlebih dulu, 3-6, 2-6, 7-6 (4), 6-4, 7-5.
Setahun sebelumnya, Thiem menjadi petenis yang menghentikan Nadal pada babak yang sama di Australia Terbuka. Melawan Djokovic, Thiem memiliki statistik pertemuan yang baik di ajang Grand Slam, yaitu 2-2. Dua kemenangan petenis Austria itu didapat di Perancis Terbuka, pada perempat final 2017 dan semifinal 2019.
Akan tetapi, mengalahkan Nadal di Roland Garros akan menjadi cerita berbeda. Lapangan tanah liat dan format best of five sets menjadi tantangan ganda dalam bersaing di Roland Garros. ESPN pernah mengategorikan bahwa mengalahkan Nadal dalam Perancis Terbuka sebagai tantangan terbesar di dunia olahraga.
Baca juga : ”Kejutan” dari Rafael Nadal
Persentase kemenangannya, yaitu 98 persen, menjadi yang tertinggi. Nadal hanya kalah dua kali dari 102 pertandingan. Dua kekalahan itu dialami dari Robin Soderling pada babak keempat 2009 dan dari Djokovic (perempat final 2015).
Thiem, salah satu petenis yang paling berpengalaman berhadapan dengan Nadal di lapangan tanah liat, pun selalu kalah dalam empat pertemuan di Roland Garros. Dua di antaranya terjadi pada final 2018 dan 2019.
Djokovic, rival terberat Nadal, bahkan, kalah dengan skor terbilang telak dalam final 2020, yaitu 0-6, 2-6, 5-7.
Bermain di lapangan tanah liat membutuhkan kemampuan lebih spesifik dibandingkan di lapangan keras, di antaranya pergerakan yang luwes di atas lapangan licin, kesabaran, dan strategi dalam menghadapi laga panjang.
Ritme permainan di lapangan ini lebih lambat karena pantulan bola yang pelan dibandingkan lapangan keras dan rumput sehingga pertandingan pun cenderung berlangsung lebih lama. Format best of five sets di tunggal putra menjadi tambahan untuk mengetes daya tahan fisik dan kesabaran.
Baca juga : Kali Ini Djokovic Lebih Favorit
Ditambah dengan lapangan yang tidak serata di lapangan keras, arah bola terkadang sulit dibaca. Ini menuntut kejelian dalam memilih jenis pukulan.
Nadal menguasai kemampuan itu karena terbiasa bermain di tanah liat sejak kecil, saat dilatih pamannya, Toni Nadal. Eropa, terutama Spanyol, memiliki banyak lapangan jenis itu.
Ada banyak petenis yang bisa bermain dengan baik di lapangan tanah liat. Thiem, Tsitsipas, Alexander Zverev, dan Diego Schwartzman. Juga, ada Matteo Berrettini dan Casper Ruud yang bisa menyaingi Rafa. Tetapi, saya tidak yakin mereka bisa melakukannya dalam lima set.
”Ada banyak petenis yang bisa bermain dengan baik di lapangan tanah liat. Thiem, Tsitsipas, Alexander Zverev, dan Diego Schwartzman. Juga, ada Matteo Berrettini dan Casper Ruud yang bisa menyaingi Rafa. Tetapi, saya tidak yakin mereka bisa melakukannya dalam lima set,” komentar mantan petenis Spanyol, Alex Corretja, yang saat ini menjadi analis untuk Eurosport.
Zverev, misalnya, pernah mengalahkan Nadal dalam tiga pertemuan beruntun, salah satunya di perempat final Madrid Masters. Namun, dia selalu kalah dalam dua pertemuan dengan format best of five sets.
Baca juga : Lahirnya Bintang Baru di Roland Garros
Corretja menilai, di antara semua kompetitor, tantangan berat bagi Nadal akan datang dari Thiem. ”Jika Thiem bisa bermain dengan baik, dia yang akan membuat Nadal menderita. Forehand, backhand, servis yang baik, serta gaya mainnya akan membuat Nadal kesulitan,” ujar Corretja.
Mantan petenis nomor satu dunia ganda putra, Todd Woodbridge, berpendapat, Nadal memiliki kemampuan menangani tekanan besar, terutama di lapangan tanah liat. Dia pun memfavoritkan Nadal meski tantangan yang akan dihadapinya tahun ini akan lebih berat.
Menuju sejarah
Berkaca pada pengalaman di ajang Grand Slam, Djokovic akan menjadi pesaing paling berat bagi Nadal di Roland Garros. ”Saya pikir, saya memiliki peluang yang baik di Paris, tetapi tentu saja membutuhkan perjalanan panjang,” ujar petenis nomor satu dunia itu.
Selain ingin menunjukkan diri bahwa dia lebih baik dibandingkan barisan petenis muda, Djokovic memiliki motivasi lain untuk menambah gelarnya dari Perancis Terbuka 2016. Jika juara, dia akan menjadi tunggal putra pertama di era Terbuka yang menjuarai setiap Grand Slam dua kali. Selain Perancis Terbuka, sebanyak 18 gelarnya dari Grand Slam didapat dari Australia Terbuka (9 kali), Wimbledon (5), dan AS Terbuka (3).
Baca juga : Sulitnya Meluncur di Tanah Liat
Nadal juga dalam perjalanan menuju sejarah baru dalam kariernya, yaitu menjadi tunggal putra dengan gelar Grand Slam terbanyak. Gelar dari Perancis Terbuka 2020 membuatnya menyamai rekor Roger Federer sebagai pemilik trofi Grand Slam terbanyak, yaitu 20.
Namun, dia tak ingin memfokuskan diri pada statistik tersebut. Setelah menjuarai Roma Masters, 10-16 Mei, Nadal mengatakan, banyak faktor yang harus dia tingkatkan untuk tampil di Roland Garros.
”Saya masih bisa meningkatkan kualitas pada beberapa hal teknis dan harus mencobanya. Saya harus bekerja keras, tetapi dengan mental yang tetap rileks,” katanya.
Francisco Roig, salah satu pelatih yang mendampingi Nadal sejak 2005, mengatakan, ada tiga faktor utama yang membuat anak asuhnya menjadi seperti sekarang, yaitu selalu mendengar masukan dari orang lain, bekerja keras, dan tak pernah menyerah.
Ketiga faktor tersebut membuat Nadal tetap difavoritkan juara meski akan berusia 35 tahun pada 3 Juni dan dengan tantangan yang lebih besar dari para penerusnya.