Lahirnya Bintang Baru di Roland Garros
Iga Swiatek, petenis berusia 19 tahun, menjadi petenis Polandia pertama yang membawa pulang gelar juara dari Perancis Terbuka. Tiket final diperoleh Swiatek melalui kemenangan ”straight sets” dalam setiap babak.
PARIS, SABTU — Di tengah persaingan terbuka tunggal putri, Iga Swiatek lahir sebagai bintang baru. Petenis berusia 19 tahun itu menjadi petenis Polandia pertama yang membawa pulang gelar dari turnamen berlevel Grand Slam, dari Perancis Terbuka di lapangan tanah liat Roland Garros.
Kiprah Swiatek menjadi sorotan ketika tiket final diperoleh melalui kemenangan straight sets dalam setiap babak. Bagai ”ejekan” bagi setiap lawan, dia tak pernah kehilangan lebih dari lima gim dalam setiap pertandingan. Salah satunya ketika mengalahkan dua kali juara Grand Slam yang menjadi favorit juara, Simona Halep, pada babak keempat.
Dalam laga puncak di Lapangan Philippe Chatrier, Roland Garros, Sabtu (10/10/2020), Swiatek melanjutkan statistik itu. Dia mengalahkan Sofia Kenin, 6-4, 6-1. Tak kehilangan satu set pun, Swiatek menyamai prestasi Justine Henin yang juga melakukannya saat menjurai Perancis Terbuka 2007.
Dia pun menjadi juara tunggal putri termuda sejak Monica Seles pada 1992. ”Sulit mau bicara apa. Saya tak tahu apa yang terjadi. Dua tahun lalu, saya menjadi juara yunior dan sekarang ada pada momen seperti ini, waktu berlalu sangat cepat dan rasanya sangat luar biasa,” komentar Swiatek yang memenangi final hanya dalam waktu 1 jam 24 menit.
Mempertemukan dua pemain dengan tipe permainan serupa, groundstroke keras dengan variasi dropshot untuk mengubah atau mematikan ritme, pertandingan berlangsung ketat pada set pertama. Namun, penampilan Kenin menurun setelah menjalani perawatan medis menjelang gim keempat set kedua. Setelah dirawat di ruang medis, dia kembali ke lapangan dengan paha kiri dibebat tebal.
Swiatek makin mudah meraih poin hingga poin terakhir yang didapatnya dari forehand silang. Dia meminta izin pada wasit untuk menghampiri tim pelatih dan keluarga yang berada di tribune.
Berada di antara mereka adalah ayahnya, Tomasz Swiatek, mantan atlet dayung yang pernah tampil pada Olimpiade Seoul 1988. Juga kakaknya, Agata, yang pernah menjadi petenis pada level yunior.
Swiatek pun sulit bercerita ketika mantan petenis Perancis, Marion Bartoli, bertanya tentang peran ayahnya dalam karier sebagai petenis profesional. ”Dia mengajarkan saya bersikap profesional dan percaya diri saat berada di lapangan… Maaf, saya tak bisa melanjutkan,” Swiatek berhenti bercerita karena emosional.
Peran sang ayah dalam perjalanan karier membawa petenis peringkat ke-54 dunia itu pada gelar yang diimpikan semua petenis. Trofi Suzanne Lenglen diraihnya hanya berselang dua tahun setelah Swiatek menjuarai tunggal putri Wimbledon dan ganda putri Perancis Terbuka (bersama Caty McNally) pada level yunior. Dia juga meraih medali emas ganda putri Olimpiade Remaja Buenos Aires 2018, berpasangan dengan Kaja Juvan.
Prestasi itu, bahkan, lebih baik dari senior sesama petenis Polandia, yaitu Jadwiga Jedrzejowska dan Agnieszka Radwanska yang juga berpengalaman tampil dalam final Grand Slam. Jedrzejowska tampil pada final di Perancis pada 1939 (ketika masih bernama Kejuaraan Perancis) tetapi kalah dari wakil tuan rumah, Simonne Mathieu. Adapun Radwanska menjadi finalis Wimbledon 2012.
Kekuatan mental
Swiatek, yang mulai bermain tenis dengan motivasi bisa mengalahkan kakaknya, diasuh Pelatih Piotr Sierzputowski sejak berusia 15 tahun. Di Roland Garros, asahan teknik dan taktik diperlihatkan dengan konsisten, termasuk ketika melawan Kenin. Swiatek dengan cerdik mengubah ritme permainan dengan menggunakan dropshot.
Seperti Kenin, dia juga nyaman dengan permainan servis dan voli, efek dari bermain pada nomor ganda. Di Roland Garros, Swiatek tampil bersama Nicole Melichar (AS) dan lolos hingga ke semifinal ganda putri.
Namun, ada hal lain selain faktor teknis yang dimiliki Swiatek. Dia adalah sosok dewasa di balik usianya yang masih 19 tahun.
Sejak berusia 17 tahun, Swiatek tak ragu meminta psikolog olahraga, Daria Abramowicz, untuk dimasukkan dalam tim meski sempat tak disetujui orangtuanya. ”Saya selalu ingin bekerja sama dengan psikolog karena yakin mereka menjadi bagian penting dari pertandingan,” katanya.
Melalui pendampingan psikolog, dia pun belajar cara menangani tekanan dan rasa gugup. Saat berhadapan dengan Martina Trevisan pada babak keempat misalnya, dia membawa pola pikir bahwa itu adalah laga babak pertama.
Hal ”kecil” yang dilakukannya untuk menghilangkan ketegangan adalah mendengar musik yang bisa menenangkan. Itu dilakukan berselang-seling dengan hobinya mendengarkan lagu-lagu pembangkit semangat dari Guns N’ Roses. Favoritnya adalah lagu ”Welcome to the Jungle”.
Pendapat yang dikemukakan pada awal turnamen juga memperlihatkan kedewasaannya. Penggemar Rafael Nadal itu senang belum pernah mencapai final Grand Slam hingga Perancis Terbuka 2020 karena menilai dirinya belum siap untuk menghadapi tekanan besar.
”Saya membutuhkan waktu untuk tumbuh, dewasa, yakin, dan percaya diri bahwa saya berhak berada di level tinggi. Pada tahun pertama mengikuti tur WTA (2019), saya tidak begitu percaya diri. Namun, saat ini, saya merasa bisa melakukannya dan memiliki bekal untuk melawan petenis-petenis terbaik dunia. Jika selalu bekerja keras, tak ada yang tahu apa yang akan terjadi,” ujar petenis yang hanya sekali tampil dalam final WTA, di Swiss 2019, sebelum bersaing di Roland Garros.
Selain faktor kedewasaan, ada hal lain yang membuat Swiatek kesulitan bersaing dalam level tinggi pada 2019. Itu karena dia masih harus menyelesaikan sekolah di tingkat SMA. Swiatek pun akhirnya menyelesaikan semua tugasnya pada Mei, dalam masa karantina karena pandemi Covid-19.
”Sebelumnya, saya menyebut dia sebagai pemain semi profesional-semi amatir. Meski bertanding ke banyak tempat, dia masih harus sekolah dan menyelesaikan tugas. Dia sering datang berlatih dalam keadaan lelah karena harus belajar hingga larut malam. Tenis bukan bagian utama hidupnya,” tutur Sierzputowski.
Kini, setahun kemudian, Swiatek mulai unjuk diri. Gelar Perancis Terbuka membuatnya menjadi bintang baru. ”Mungkin inilah yang harus terjadi. Underdog harus juara di tengah persaingan tunggal putri yang begitu terbuka,” katanya. (AP/AFP)