Jorge Martin memimpin 18 lap MotoGP seri Doha, tetapi gagal finis terdepan karena dikudeta Fabio Quartararo. Kesabaran dan konsistensi menjalankan strategi menjadi pelajaran dari ”El Diablo” untuk ”Martinator”.
Oleh
Agung Setyahadi
·7 menit baca
LOSAIL, MINGGU — Pebalap rookie Jorge Martin hanya menargetkan finis di posisi enam atau tujuh besar meskipun start dari posisi terdepan pada balapan MotoGP seri Doha di Sirkuit Losail, Qatar, Senin (5/4/2021) dini hari WIB. Namun, Martin justru mampu memimpin balapan hingga 18 putaran dari 22 lap. Podium tertinggi ada di depan mata, tetapi Fabio Quartararo merebut kemenangan dari Martin melalui serangan agresif dalam lima putaran terakhir. Ini pelajaran berharga bagi Martin bagaimana memenangi balapan dengan elegan.
Martin mengawali balapan dengan brilian. Dia melesat memimpin balapan dari posisi start terdepan. Namun, dia tidak menciptakan jarak yang signifikan dari pebalap di belakangnya, Johann Zarco, rekan setimnya di Pramac Racing. Bahkan, dia sempat dikejar oleh pebalap Suzuki, Alex Rins. Martin berusaha menghemat ban belakang dengan menjaga bukaan gas dan baru mengerahkan kemampuan mesin Ducati Desmosedici di lintasan lurus. Hal itu dikonfirmasi oleh Rins, yang melihat Martin membalap terlalu lambat, sering mengerem hingga motor sangat lambat saat memasuki tikungan.
”Saat saya di posisi kedua, saya berusaha mencari peluang untuk mendahului Martin karena dia membalap dengan lambat, sering menghentikan motor, dan hanya di trek lurus dia melesat,” ujar Rins yang akhirnya finis keempat.
Martin, yang baru 12 hari memacu motor MotoGP sejak tes shakedown, masih beradaptasi dengan karakter Desmosedici yang berlimpah tenaga kuda, sangat cepat, tetapi sulit untuk berbelok. Itulah mengapa dia sering sangat lambat saat berbelok, terutama di tikungan-tikungan tajam. Dia sebenarnya bisa memaksa motor berakselerasi dengan lebih cepat saat keluar tikungan, tetapi ban belakang akan cepat aus. Kondisi itu sangat dihindari karena pace akan menurun tajam seiring keausan ban, dan podium bisa melayang.
Strategi menghemat ban juga dilakukan oleh pebalap lain, termasuk Zarco yang tidak bernafsu mendahului Martin. Dia menjaga jarak untuk bisa melancarkan serangan dalam lima putaran terakhir. Namun, sebelum dia melakukan itu, pebalap Monster Energy Yamaha, Fabio Quartararo, sudah melesat lebih dahulu. Pebalap yang dijuluki ”El Diablo”, karena desain helmnya menggunakan karakter iblis, itu membalap dengan sangat sabar. Dia bertahan di posisi kedelapan hingga putaran ke-13.
Quartararo kemudian mendahului enam pebalap di depannya untuk menekan Martin mulai putaran ke-18. Dia sempat mendahului Martin, tetapi kembali direbut di trek lurus saat Desmosedici melesat seperti roket. Namun, di Tikungan 4, serangan El Diablo tak bisa dibendung oleh ”Martinator”. Quartararo terus menjauh memanfaatkan keunggulan YZR-M1 yang bisa menikung dengan mulus dalam kecepatan tinggi.
Pengalaman ini sangat berharga bagi Martin yang memang ingin menjadikan balapan seri kedua itu untuk mematangkan diri di ajang MotoGP. ”Target saya besok (saat balapan) bukan untuk menang, tetapi untuk belajar, belajar dari pebalap lain yang mendahului saya, karena akan banyak pebalap yang mendahului saya saat balapan,” ujar Martin seusai meraih pole position saat kualifikasi. Sebenarnya, hanya dua pebalap yang mendahului Martin di akhir balapan, Quartararo dan Zarco, yang memaksa Martin finis di posisi ketiga.
Setali tiga uang, kemenangan pada seri Doha ini mendongkrak kepercayaan diri Quartararo yang tampil kurang kompetitif pada seri pertama, juga di Losail. Dia hanya mampu finis di posisi kelima setelah sempat berada di zona podium, karena degradasi ban belakang yang sangat cepat. Pada seri kedua, dia bisa mengelola ban dengan sangat baik sehingga bisa menyerang dengan agresif dalam lima putaran terakhir.
”Saya merasa kemenangan ini memberi saya lebih banyak kepercayaan diri dibandingkan kemenangan-kemenangan (tiga kali menang) tahun lalu, karena saya meraihnya dari belakang,” ujar pebalap berusia 21 tahun itu.
”Dalam sesi latihan ini sulit dan saya mengatakan ’wow’ karena Ducati cepat di lintasan lurus serta dalam pace, dan akan sangat sulit mengalahkan mereka. Tetapi, sebenarnya Anda hanya perlu fokus pada diri sendiri dan berusaha menjadi sebaik mungkin. Itulah yang kami lakukan hari ini dan itu memberi saya suntikan kepercayaan diri untuk mengalahkan mereka,” jelas Quartararo.
Quartararo kini di posisi kedua klasemen dengan 36 poin, sama dengan rekan setimnya, Maverick Vinales, di posisi ketiga. Pemimpin klasemen dikuasai oleh Zarco dengan 40 poin. Vinales gagal mengulang kemenangan pada seri pertama karena start yang kurang bagus sehingga terlalu jauh dari rombongan depan untuk meraih podium. Vinales finis di posisi kelima, di belakang Alex Rins.
Dua kemenangan beruntun dari pebalap tim pabrikan Yamaha itu mengingatkan pada awal musim 2020, saat Quartararo menang dua kali di Jerez 1 dan 2. Bahkan, pada balapan kedua, tiga pemacu M1 menguasai podium. Quartararo berharap, performa M1 musim ini bisa konsisten di berbagai sirkuit, bukan hanya di Losail.
”Jujur, saya merasa sangat senang karena sirkuit ini sangat membantu kami bisa mendahului dengan bagus seperti saat keluar Tikungan 3. Saya merasa sangat bagus dengan motor. Juga Tikungan 8, 9, 10, dan 15, jadi ini bagus kami memiliki kepercayaan diri yang tinggi di bagian depan (motor), karena semua pebalap yang lain membalap sangat cepat, tetapi kadang Anda bisa mendahului dan Anda tidak tahu apa yang akan terjadi kemudian,” jelas Quartararo.
”Anda tahu, Anda merasa bagian depan bergoyang, tetapi itu tidak kami alami tahun lalu. Saya hanya meluncur memasuki tikungan tanpa merasakan pengendalian dan kemudian kehilangan (kendali) bagian depan,” ujar Quartararo tentang M1 musim lalu dan 2021.
Saya merasa kemenangan ini memberi saya lebih banyak kepercayaan diri dibandingkan tiga kemenangan tahun lalu, karena saya meraihnya dari belakang.
”Namun, dengan motor ini saya merasa lebih yakin dengan bagian depan dan saya bisa lebih merasakan limitnya. Itulah yang saya perlukan untuk bisa kencang. Kami memiliki itu di Qatar dan saya berharap memiliki itu di semua balapan,” tegas Quartararo.
Martin dan Gresini
Balapan seri Qatar ini menempatkan Quartararo dan Zarco di podium, yang menjadi momen pertama sejak 1954 ada dua pebalap Perancis di podium, serta yang pertama dua pebalap Perancis finis pertama dan kedua. Balapan ini juga sangat ketat, dengan selisih waktu hanya 8,928 detik di antara 15 pebalap di depan. Selisih waktu itu memisahkan antara Quartararo dan pebalap KTM, Miguel Oliveira. Selisih waktu paling rapat sebelumnya 15,093 detik, juga di Losail.
Selisih waktu yang ketat itu menegaskan persaingan juara musim ini akan lebih panas. Semua pebalap kini memiliki kemampuan yang setara, termasuk performa motor. Bahkan, pebalap rookie seperti Martin bisa meraih podium pertamanya di MotoGP pada balapan kedua. Pebalap asal Spanyol itu memang dikenal pekerja keras dan selalu bertarung sengit di sirkuit sejak Moto3 dan Moto2. Juara Moto3 2018 bersama tim Honda Gresini itu pun kemudian dijuluki ”Martinator” karena dia adalah petarung kuat.
”Ya, ini balapan yang menyenangkan. Sulit bagi saya, memimpin selama 18 putaran itu sulit, tetapi menurut saya lebih baik seperti ini. Saya bisa mengendalikan pace, mengontrol ban yang membuat kesulitan akhir pekan lalu. Saya melakukan langkah besar dan memperbaiki fokus, juga pengelolaan ban yang sangat penting,” tegas Martin dikutip Crash.
”Saya masih sedikit kurang cepat, itu pasti, seperti saat Fabio mendahului saya hampir mencapai limit untuk mengikuti dia, tetapi saya katakan ’oke, kali ini mungkin saatnya mengikuti dia dan tetap meraih podium ini’,” ujar Martin.
Namun, dia kemudian ditekan oleh Zarco pada perebutan posisi kedua. Dia dalam posisi tidak ingin mengambil risiko terlalu besar sehingga Zarco mendahului pada putaran terakhir. ”Pada akhirnya sayang saya kehilangan posisi kedua. Saya tidak 100 persen senang karena ketika melihat Johann, saya mengatakan ’sekarang saya tidak bisa mencoba’, karena jika saya berusaha (menutup ruang) dan kami bertabrakan, itu akan jadi bencana,” jelas Martin.
”Namun, posisi tiga adalah sesuatu yang luar biasa setelah pramusim yang singkat di MotoGP dan saya mengambil kesempatan hari ini untuk berada di sini. Jadi, saya sangat senang,” lanjut pebalap berusia 23 tahun itu.
Martin mendedikasikan podium pertamanya di MotoGP ini untuk mendiang Fausto Gresini, sosok penting yang melihat potensinya dengan jeli di Moto3. Dia bergabung dengan tim Gresini pada 2017 setelah membela tim Mahindra dengan motor yang tidak kompetitif. Performa Martin tidak terlihat dari hasil balapan, tetapi Fausto Gresini mampu melihat bakat besar Martin dan merekrutnya. Berada di tim bagus dengan mesin Honda, Martin finis keempat pada 2017 dan kemudian meraih juara Moto3 pada 2018. Gresini meninggal pada usia 60 tahun di awal tahun ini setelah berjuang pulih dari Covid-19.
”Saya ingin mendedikasikan ini untuk Fausto. Dia adalah sosok yang sangat penting dalam karier saya, karena dia memberi saya kesempatan untuk balapan dengan Honda. Saat itu saya dalam posisi sangat rendah karena dengan motor yang jelek dan tidak meraih hasil. Namun, dia mengatakan, ’oke, tidak apa-apa, kamu bisa datang ke sini, saya tahu kamu berbakat dan kita bisa memenangi kejuaraan,’ dan kami meraih itu bersama. Saya sangat merindukan dia, karena dia teman dekat dan sudah seperti keluarga bagi saya. Saya yakin dia menyaksikan dari atas sana,” pungkas Martin saat konferensi pers.