Laga “Dewa Kipas”, Irene: 80 Persen Saya Yakin Menang
Grand Master Wanita (WGM) Irene Kharisma Sukandar, mengantongi keyakinan menang 80 persen sebelum laga melawan Dadang Subur "Dewa Kipas". Dari mana keyakinan itu?
Oleh
Adi Prinantyo
·4 menit baca
Grand Master Wanita (WGM) Irene Kharisma Sukandar, hadir di tengah polemik ”Dewa Kipas”, yang identik dengan pecatur Dadang Subur. Akun ”Dewa Kipas” dituding curang sehingga menang atas pecatur profesional Amerika Serikat, Master Internasional (IM) Levy Rozman, di aplikasi catur daring Chess.com.
Kesediaan Irene, yang terakhir kali ikut mengantar tim catur beregu putri Indonesia melaju ke final Piala Asia Catur Daring 2020, untuk bertanding melawan Dadang memicu kontroversi. Riuhnya pro dan kontra itu membuat ia mengalami perundungan di dunia maya, dan direpotkan oleh banyak pertanyaan yang tak pernah ia duga sebelumnya.
Berikut petikan wawancara dengan Irene, Senin (22/3/2021) malam, seusai dia menang 3-0 atas Dadang, dalam laga persahabatan Senin sore.
Sebagai pecatur profesional, apa saja persiapan Anda sebelum bertanding melawan Dadang Subur?
Ada persiapan tentunya, seperti di pertandingan lainnya. Saya mengunduh semua laga akun ”Dewa Kipas”, sebagai satu-satunya acuan bagi saya sebagai pecatur profesional, menjelang laga ini. Saya juga memilah, mana data yang harus saya bedah, dan mana data yang kurang begitu perlu sehingga bisa saya singkirkan.
Setiap pecatur itu sebetulnya ahli statistik. Mengapa ahli statistik? Karena dalam setiap gim yang saya mainkan itu, saya akan membedah data lawan saya. Semakin tinggi rating dan gelar lawan saya, maka data sampel akan semakin banyak. Nah, data terkait pak Dadang ini kan sangat minim.
Tetapi, dari unduhan laga-laga itu, saya tahu ”Dewa Kipas” sering memainkan pembukaan Caro-Kann. Walaupun dalam penampilannya di kurun tertentu, tepatnya mulai 22 Februari sampai akunnya ditutup, dia menjalankan pembukaan Sisilia. Ini jenis pembukaan yang kompleks, besar, dan hampir semua Grand Master top memainkan Sisilia. Feeling saya mengatakan dia akan main pembukaan Caro-Kann, dan itu terbukti.
Dari analisis sebelum pertandingan, seberapa besar keyakinan Anda akan mengalahkan Dadang Subur?
Sekitar 80 persen saya yakin menang. Yang 20 persen, saya sisakan ruang untuk ragu. Keraguan ini terkait minimnya data saya tentang permainan Pak Dadang. Berbeda tentu, dengan lawan yang sudah biasa saya hadapi. Selain saya bisa mempelajari rekam jejak permainan dia, saya juga relatif terbiasa menghadapi permainannya saat bertarung. Semua atlet juga pasti begitu, pasti ada rival. Setiap atlet relatif bisa memahami karakter rivalnya.
Jadi, yang 20 persen itu saya siapkan untuk mengantisipasi, siapa tahu dia punya senjata pamungkas yang bisa saja mematikan langkah saya. Puji Tuhan, saya bisa menjalani pertandingan dengan baik.
Adakah perasaan grogi sebelum bertarung melawan pak Dadang? Tekanan publik rasanya cukup tinggi terhadap Anda?
Begitulah, tekanan publik memang tinggi. Sebab, dalam laga ini saya bisa mendapatkan perlakuan kurang adil. Kalau saya menang, pasti dianggap biasa saja, karena saya kan Grand Master Wanita, dan pecatur profesional. Kalau saya kalah, nah itu, pasti jadi bulan-bulanan lagi.
Akan tetapi, saya paham, dalam laga ini saya bukan hanya membawa nama saya sendiri, tetapi juga dunia catur nasional, nama Indonesia, nama pembinaan atlet secara keseluruhan. Jadi, saya harus membuktikan, proses panjang pembinaan sudah pasti ada hasilnya, yaitu kualitas. Apalagi, komunitas catur internasional juga mendukung saya.
Ajang ini juga menjadi wahana bagi Anda untuk mengklarifikasi beberapa persepsi yang keliru tentang catur, juga soal pecatur. Misalnya soal prospek karier sebagai pecatur, bisa anda jelaskan lebih lanjut?
Benar, salah satunya persepsi bahwa catur tidak ada ”uangnya”. Catur memang cabang olahraga yang kurang populer, tetapi bukan berarti tanpa prospek. Di mana pun bidangnya, jika kita serius menekuni dan bersikap profesional, penghargaan pasti datang.
Dalam posisi saya sebagai perempuan, saya bisa membuktikan bahwa saya bisa menjadi Grand Master Wanita pertama di Indonesia. Saya menyelesaikan pendidikan hingga S-2 dengan beasiswa penuh, yakni S-1 di Universitas Gunadharma dan S-2 di Webster University, Amerika Serikat. Saya bisa katakan, saya cukup sejahtera, dan itu karena catur.
Singkatnya, laga melawan Dadang Subur Anda kategorikan sebagai apa?
Kemenangan kerja keras dan kebenaran. Kerja keras, karena hasil dari pertandingan tadi membuktikan bahwa keberhasilan, kesuksesan itu pasti hasil proses panjang. Atlet yang sukses itu, ya, hasil tempaan bertahun-tahun. Meski dia punya talenta hebat, tetap harus melalui pematangan, dan itu tidak sebentar.
Atlet juga terbudaya dimatangkan sebagai ksatria. Kalau mau membuktikan dia itu bintang, ya, buktikan dengan prestasi. Kami, para olahragawan, terbiasa menaruh hormat dan respek satu sama lain, menurut hierarki prestasi.
Di dunia maya ternyata berbeda, karena komentar yang bertebaran di jagat maya, mohon maaf, banyak yang tidak berdasarkan data. Ini yang juga saya sebut bahwa hasil laga ini kemenangan asas kebenaran. Karena di dunia maya sangat sulit menyampaikan kebenaran.
Ini saya rasakan betul pada hari-hari sebelum pertandingan melawan Pak Dadang Subur. Banyak tuduhan salah arah, tetapi itu mendominasi. Ibaratnya, jika ada 90 persen fakta di medsos dan 10 persen hoaks, warganet lebih berkonsentrasi di 10 persen berita bohong itu.
Terus terang bullying itu cukup berat bagi saya. Saya bersuara, tetapi dipelintir warganet. Saya sempat diam dan sejenak menghilang dari media sosial, tetap kena bullying. Saya dibilang Grand Master, kok, enggak berani terima tantangan. Akhirnya, saya tetapkan harus bicara dan tampil, setelah ada dampak ke keluarga. Mama saya menangis karena komentar di medsos, jadi saya harus tampil.