Chess.com memastikan bahwa akun Dewa Kipas alias Dadang Subur ditutup karena melanggar aturan permainan ”fair play”. Gerakan main Dewa Kipas tidak selayaknya manusia normal, melainkan seperti mesin catur atau alat bantu.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengelola catur daring, Chess.com, kembali menegaskan, akun ”Dewa Kipas” yang dimiliki Dadang Subur ditutup karena melanggar aturan fair play. Gerakan permainan ”Dewa Kipas” diketahui tidak alami atau seperti mesin catur.
Chief Chess Officer (COO) Chees.com Daniel ”Danny” Rensch berkata, dirinya turun langsung bersama tim Fair Play untuk menyelidiki kasus yang menyita perhatian publik catur dunia itu. ”Kasus Dewa Kipas ini adalah mutlak kecurangan,” ujar Rensch dikutip Wired, akhir pekan lalu.
Dari kajian data lusinan laga ”Dewa Kipas” di Chess.com, tingkat akurasi gerakannya di luar nalar, yaitu berkali-kali mencapai di atas 98 persen. Akurasi gerakan itu melewati pecatur terbaik Indonesia saat ini, Grand Master Susanto Megaranto. Akurasi Susanto 94,4-95,3 persen. Padahal, Dadang bukan pecatur internasional yang diakui FIDE (Federasi Catur Dunia).
Rensch, yang bergelar International Master (IM), berkata, pecatur seperti dirinya adalah manusia. Mereka punya emosi karena bersaing untuk menang. Maka, mustahil pecatur selalu nyaris sempurna. Adapun pihak yang paling netral dalam sebuah laga daring adalah algoritma, sistem yang dipakai untuk membaca kecurangan dalam laga.
”Meski tidak sempurna, algoritma berusaha mengurangi tingkat kecurangan tersebut. Dalam memutuskan sesuatu, kami bertindak tanpa emosi dan tanpa intervensi selain untuk melindungi integritas permanan,” ungkap Rensch.
Ia menjelaskan, pihaknya memiliki tujuh orang yang bekerja di tim Fair Play. Orang-orang yang bekerja dalam tim itu merupakan para ilmuwan statistik yang memeriksa detail dan ilmiah sebelum menutup sebuah akun. Mereka bekerja independen dan bukan berdasarkan laporan pengguna, pendukungnya, ataupun komunitas tertentu.
Akan tetapi, lanjut Rensch, situs Chess.com bisa menindaklanjuti dugaan kecurangan dari laporan pemain dan peringatan oleh algoritma yang digunakan tim Fair Play. ”Mereka disebut detektif kecurangan. Mereka menutup ribuan akun tiap hari,” ujarnya.
Cara kerja algoritma penangkal kecurangan itu mirip seperti lembaga antidoping Komite Olimpiade Internasional (IOC). Mereka tahu batas kemampuan atlet dari jumlah sel darah putih dan kadar oksigen atlet bersangkutan.
Jika ada yang tidak sesuai atau menyimpang, itu akan dicurigai sebagai kecurangan. ”Faktor-faktor yang dilihat algoritma antara lain kemenangan beruntun dan perilaku dalam peramban seperti tabbing berlebihan,” katanya.
Rencsh lantas menegaskan, pihaknya siap untuk meladeni protes atau keberatan dari setiap penutupan akun, termasuk jika harus berurusan denan hukum. Ia mengklaim, pihaknya bertindak berdasarkan data dan bukti. ”Kami siap mempertanggung-jawabkan secara hukum semua penutupan yang dbuat,” tuturnya.
Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) menilai, penutupan akun ”Dewa Kipas” setelah mengalahkan pecatur asal Amerika Serikat, IM Levy Rozman, dalam laga catur cepat 10 menit di Chess.com, Selasa (2/3) lalu, adalah langkah tepat. Percasi juga menemukan kejanggalan dalam permainan Dadang.
Mereka (tim Fair Play) disebut detektif kecurangan. Mereka menutup ribuan akun tiap hari.
Menurut ahli teknologi informasi PB Percasi, Heri Darmanto, pada kurun 22 Februari hingga 2 Maret, grafik permainan ”Dewa Kipas” tidak lagi membentuk gunung dan lembah alias naik turun seperti pecatur normal. Grafik permainannya stabil seperti garis datar di puncak.
Akurasi langkahnya selama periode itu rata-rata di atas 90 persen. Bahkan, ia pernah meraih hasil 99,5 dan 100 persen. ”Grafik itu sangatlah aneh dibandingkan dengan milik WGM/IM Irene Kharisma Sukandar dan Susanto,” ujar Heri.
Irene menyampaikan, sangat sulit menjaga konsistensi akurasi langkah hingga di atas 90. Akurasi miliknya, misalnya, sangatlah fluktuatif, yakni terendah hanya 45 persen dan tertinggi 95 persen. Adapun rata-rata akurasi gerakan Dadang mencapai 90 hingga 99 persen sepanjang 22 Februari hingga 2 Maret lalu.
Ia pun berharap, penjelasan Chess.com bisa menuntaskan masalah berlarut-larut itu. Ia khawatir kasus itu mencoreng wajah pecatur Indonesia seperti dirinya di mata dunia.
Sementara itu, Dadang sulit dihubungi. Ali Akbar, anak dan juru bicara Dadang, juga mulai menutup diri, termasuk dari wartawan. Namun, akhir pekan lalu, Ali berkata, ayahnya hanya akan mau ditemui wartawan jika membawa master nasional untuk bertanding.
Ia bersikeras ayahnya tidak curang. ”Bapak telah menjelaskan teknik caturnya. Tidak ada yang bisa mengerti penjelasannya,” tulis Akbar lewat pesan singkatnya. (TAM)