Masa Darurat Diperpanjang, Jepang Memburu Waktu untuk Memastikan Keamanan
Untuk mengatasi pandemi Covid-19, Jepang memperpanjang status darurat untuk wilayah Metropolitan Tokyo. Kebijakan itu diharapkan bisa membuat situasi lebih kondusif sebelum gelaran Olimpiade Tokyo mulai 23 Juli nanti.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
TOKYO, MINGGU – Untuk mengatasi penyebaran Covid-19, Pemerintah Jepang memperpanjang status darurat pandemi untuk wilayah Metropolitan Tokyo hingga dua minggu selama 7 Januari-7 Maret. Kebijakan itu bagian upaya untuk memastikan Olimpiade Tokyo berjalan aman, lancar, dan tepat waktu pada 23 Juli-8 Agustus. Pelaksanaan Olimpiade ke-32 tahun ini menjadi pilihan utama guna menghindari kerugian lebih besar.
Menurut kantor berita Jepang, Kyodonews, Minggu (7/3/2021), perpanjangan status darurat itu diumumkan langsung Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga pada Jumat (5/3). Status darurat itu berlaku di Kota Tokyo dan tiga prefektur sekitarnya, yakni Chiba, Kanagawa, dan Saitama. Selama status darurat, warga diminta untuk lebih banyak berlindung di rumah dan semua pusat berkumpul seperti bar, restoran, dan lokasi perbelanjaan atau bisnis diminta tutup pukul 20.00.
Dengan sangat menyesal, saya mengumumkan ini. Dari lubuk hati saya, saya berharap kerja samanya. Dua minggu adalah periode yang diperlukan untuk menahan penyebaran infeksi dan memantau situasi dengan lebih hati-hati.
”Dengan sangat menyesal, saya mengumumkan ini. Dari lubuk hati saya, saya berharap kerja samanya. Dua minggu adalah periode yang diperlukan untuk menahan penyebaran infeksi dan memantau situasi dengan lebih hati-hati,” ujar Suga seusai konferensi pers, Jumat dikutip Japantimes.co.jp, Minggu.
Dari laporan English.kyodonews.net, Rabu (3/3), Jepang sempat berada dalam fase pandemi yang mengkhawatirkan. Pada awal tahun, angka infeksi virus Covid-19 pernah menembus rekor tertinggi 4.000 kasus per hari di Tokyo dan tiga prefektur sekitarnya sehingga pemerintah menetapkan status darurat pada 7 Januari. Data Worldometers.info per 7 Maret menunjukkan, angka kasus Covid-19 di Jepang mencapai 437.892 jiwa atau tertinggi ke-38 di dunia dan angka kematian 8.178 jiwa.
Japantimes.co.jp mengabarkan, perpanjangan status darurat itu karena status darurat selama 7 Januari-7 Maret belum membuahkan hasil siginfikan. Walau menurun dibanding awal tahun, grafik kasus Covid-19 masih fluktuatif atau naik-turun. Selain itu, para ahli memperingatkan potensi timbulnya gelombang keempat infeksi virus korona baru.
Kondisi itu menempatkan Suga dalam posisi sulit karena di satu sisi ingin menyelamatkan warga dari ancaman Covid-19 dan di sisi lain berusaha memulihkan ekonomi yang terpukul oleh wabah tersebut. ”Melihat keadaan saat ini, akan lebih berisiko (bagi Suga) kalau tidak memutuskan perpanjangan status darurat,” kata salah satu anggota senior partai berkuasa di Jepang yang tidak disebutkan namanya dikutip Japantimes.co.jp, Minggu.
Demi Olimpiade
Perpanjangan status darurat itu tidak lepas pula dari usaha Jepang untuk memulihkan situasi sebelum Olimpiade Tokyo digelar. Sebab, jika keadaan infeksi tidak membaik sebelum Olimpiade, itu bakal berdampak buruk terhadap keberlanjutan ajang muticabang empat tahunan tersebut.
Pemerintah diyakini akan mendapatkan penentangan lebih kuat terhadap penyelenggaraan Olimpiade jika pandemi belum membaik sebelum pesta olahraga dunia itu berlangsung. Apalagi menurut survei Kyodonews pada awal tahun, 47,1 persen responden berpendapat Olimpiade maupun Paralimpiade Tokyo harus kembali ditunda. Bahkan, 35,2 persen meminta ajang itu dibatalkan. Hanya 14,5 persen yang ingin tetap diadakan sesuai rencana.
Di samping itu, proses vaksinasi di Jepang baru dimulai dari tenaga medis pada akhir Februari. Sementara itu, vaksinasi selanjutnya untuk populasi lansia Jepang baru dimulai April dan diperkirakan tuntas dalam waktu sekitar tiga bulan.
Maka itu, sebagian besar populasi Jepang masih belum terlindungi saat Olimpiade Tokyo dibuka. Padahal, Tokyo akan dikunjungi oleh kurang lebih 15.000 atlet dari 207 negara peserta Olimpiade diluar pelatih, ofisial, perangkat pertandingan, serta kontingen maupun panitia Paralimpiade.
”Andai situasi belum membaik, Olimpiade Tokyo mungkin dibatalkan. Komite Olimpiade Internasional (IOC) harus mempertimbangkan kemungkinan tersebut,” tutur petinggi Partai Demokrat Liberal atau partai berkuasa Jepang, Hakubun Shimomura dikutip Japantimes.co.jp, Minggu.
Namun, CEO Komite Penyelenggara Olimpiade Tokyo Toshiro Muto dilansir Japantimes.co.jp, Sabtu (6/3), mengatakan, dirinya optimistis dengan segala upaya yang dilakukan pemerintah bakal membuat situasi membaik sebelum Olimpiade. Selain itu, panitia penyelenggara dan IOC sudah membuat sejumlah pedoman umum guna memastikan ajang tersebut berlangsung aman dan lancar.
Menurut Muto, tidak ada peluang untuk penundaan kembali Olimpiade Tokyo, lebih-lebih pembatalan. Dia merincikan tiga alasan utama mengapa menunda Olimpiade Tokyo bukanlah pilihan. Psikologis atlet akan terganggu saat latihan persiapan Olimpiade diperpanjang lagi dan panitia penyelenggara tidak akan mendapatkan dukungan dari komunitas olahraga internasional.
”Panitia penyelenggara pun tidak bisa mengamankan perkampungan atlet di distrik tepi laut Harumi untuk waktu lebih lama. Pasalnya, perusahaan pengembang atau real estate perlu menjual unit perumahan di sana setelah direnovasi,” ujarnya.
Adapun penundaan dihindari karena bakal membuat kerugian besar untuk Jepang. Apalagi Olimpiade Tokyo tercatat sebagai Olimpiade termahal yang pernah digelar. Anggaran penyelenggaraannya mencapai 15,4 miliar dollar AS, meskipun audit pemerintah menunjukkan bahwa biayanya mungkin dua kali lipat lebih besar dari itu.
Untuk itu, Ketua Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo Seiko Hashimoto dikutip Thediplomat.com, Sabtu, mengisyaratkan, Olimpiade Tokyo mungkin tetap diselenggarakan tetapi tanpa penonton asing atau dari luar Jepang. Itu menjadi pilihan terbaik guna memastikan keberlanjutan ajang tersebut.
“Kami sangat ingin orang-orang dari seluruh dunia datang dan memenuhi arena pertandingan. Tetapi, situasi medis Jepang harus dipersiapkan dengan baik. Jika tidak, beberapa orang yang datang menonton justru menyebabkan masalah, terutama oleh penonton asing,” terangnya.
Terlepas dari kepastian jadwal Olimpiade Tokyo, sejumlah peserta tetap menyiapkan diri dengan matang. Swimswam.com, Sabtu, melaporkan, Presiden Federasi Renang Italia dan Liga Renang Eropa Paolo Barelli telah meminta pemerintah memperioritaskan vaksinasi untuk atlet Italia yang akan menuju Olimpiade agar mereka bisa berlatih dengan optimal dan lebih terlindungi sebelum berlaga.
Theguardian.com, Sabtu, mengabarkan, atlet tetap berlatih seolah-olah Olimpiade Tokyo berlangsung sesuai agenda. ”Tidak ada cara lain, saya mencoba mengelabui diri seolah-olah Olimpiade tidak dibatalkan atau ditunda. Dengan begitu, saya bisa tetap menjaga motivasi latihan 100 persen,” pungkas atlet loncat galah Amerika Serikat Sandi Morris. (AP)