IOC dan Jepang menyiapkan dua senjata untuk memastikan penyelenggaraan Olimpiade Tokyo, yakni pedoman khusus dan vaksinasi. Itu diharapkan bisa menepis segala keraguan terhadap kelanjutan Olimpiade ke-32 tersebut.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
TOKYO, MINGGU – Terlepas dari sejumlah isu negatif yang tengah menerpa, Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan Pemerintah Jepang mencoba meyakinkan publik tentang penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020. Pekan ini, IOC merilis pedoman rinci untuk atlet, media, dan penyiaran mengenai penanganan Covid-19 selama Olimpiade, disusul upaya Pemerintah Jepang melakukan vaksinasi pada akhir Februari.
Dua langkah itu diharapkan bisa menepis keraguan publik pada Olimpiade, mengingat survei terakhr memperlihatkan lebih dari 80 persen warga Jepang menilai pesta olahraga dunia empat tahunan itu harus ditunda atau dibatalkan karena pandemi Covid-19 belum berakhir.
”Kami tidak mau berspekulasi apakah Olimpiade akan berlangsung, dan fokus bekerja bagaimana Olimpiade akan berlangsung. Saat ini, kami tidak memiliki alasan apapun yang membuat Olimpiade tidak dibuka pada 23 Juli,” ujar Ketua IOC Thomas Bach dikutip oleh The Guardian, Sabtu (13/2/2021).
Hampir setahun setelah Tokyo 2020 menjadi Olimpiade pertama yang ditunda dalam 125 tahun sejarah Olimpiade modern, para pejabat dan politisi menghadapi tentangan dari publik Jepang dan skeptisisme di antara atlet, sponsor, hingga sukarelawan mengenai keberlanjutan Olimpiade yang diagendakan ulang 23 Juli-8 Agustus ini.
Sejak awal terpilih, Tokyo diterpa isu dugaan jual-beli suara, dilanjutkan pandemi Covid-19, dan kerugian akibat penundaan selama setahun. Saat pandemi belum teratasi, Olimpiade dirudung citra negatif karena komentar seksisme dari Yoshiro Mori yang membuatnya mundur dari jabatan sebagai Ketua Panitia Pelaksana Olimpiade Tokyo, Jumat (12/2).
Setelah isu seksisme tertangani sementara, kendala pandemi Covid-19 menjadi tantangan yang belum teratasi. Survei kantor berita Kyodo awal tahun ini menunjukkan, 47,1 persen responden berpendapat Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo harus kembali ditunda. Sebanyak 35,2 persen responden meminta ajang itu dibatalkan. Hanya 14,5 persen yang menginginkan Olimpiade maupun Paralimpiade Tokyo tetap diadakan sesuai rencana.
Mayoritas reponden tidak menginginkan Olimpiade Tokyo dilaksanakan tahun ini, sebagai akibat dari pandemi Covid-19 yang belum teratasi di Jepang maupun dunia. Menurut Worldometers per Minggu (14/2), angka kasus Covid-19 di Jepang mencapai 413.154 jiwa 6.849 jiwa meninggal dunia. Adapun angka kasus sedunia telah mencapai 109 juta jiwa dengan kematian mencapai 2,4 juta jiwa.
Tetap optimistis
Namun, Bach tetap optimistis Olimpiade Tokyo bisa dimulai pada 23 Juli. Salah satu cara mereka meyakinkan publik adalah menerbitkan pedoman umum Covid-19 selama Olimpiade Tokyo yang isinya antara lain tata cara melakukan perjalanan ke Jepang, saat memasuki Jepang, selama mengikuti Olimpiade, dan saat meninggalkan Olimpiade.
Seperti dipublikasikan laman Olimpiade, IOC akan merilis pedoman khusus Covid-19 bagi atlet, media, dan lembaga penyiaran selama Olimpiade. Pada April dan Juni IOC akan memperbarui lagi pedoman itu dengan memanfaatkan teknologi terbaru.
Sementara itu, Pemerintah Jepang memastikan akan melakukan vaksinasi dimulai dari petugas medis pada akhir Februari. Selanjutnya, mereka akan melakukan vaksinasi kepada 36 juta warga berusia 65 tahun ke atas pada April.
”Ini adalah bagian dari langkah yang akan memastikan Olimpiade dapat berjalan dengan aman seiring dengan vaksinasi yang akan dilakukan pula oleh seluruh delegasi (negara-negara peserta Olimpiade Tokyo). Inilah asalan mengapa tidak ada rencana B dan inilah mengapa kami berkomitmen penuh untuk membuat acara yang aman dan sukses,” kata Bach.
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga juga berupaya meyakinkan publik. Sebagaimana yang pernah dilontarkan pendahulunya, Shinzo Abe, Suga menyampaikan bahwa Olimpiade kali ini amat penting sebagai perayaan kemenangan umat manusia atas virus Covid-19.
”Kami akan berupaya agar pandemi Covid-19 ini bisa dikendalikan secepatnya. Kami yakin dengan segala upaya dapat membuat Olimpiade berjalan dan menjadi bukti kemenangan umat manusia melawan virus korona baru ini,” terang Suga beberapa waktu lalu.
Keinginan IOC ataupun Jepang menyelenggarakan Olimpiade Tokyo kali ini memang wajar. Mereka sudah mengeluarkan modal besar untuk menyiapkan dan mempromosikan ajang tersebut. Berdasarkan analisis Nbcnews.com, Kamis (11/2), Jepang telah menanggung beban lonjakan biaya persiapan dari 7,3 miliar dollar AS menjadi 26 miliar dollar AS. Karena penundaan setahun, beban biaya bertambah 3 miliar dollar AS sehingga total mereka menghabiskan 30 miliar dollar AS.
Masih ragu
Akan tetapi, pihak lain berpendapat bahwa segala upaya itu masih meragukan untuk memastikan keberlanjutan Olimpiade Tokyo. Komite Olimpiade Australia menilai, walapun dianjurkan untuk keselamatan atlet maupun masyarakat Jepang, orang yang telah divaksin masih dapat membawa dan menularkan virus.
Ditambah lagi, vaksin untuk masyarakat umum Jepang belum dilakukan dalam waktu dekat. Menteri Reformasi Administrasi dan Regulasi Jepang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab vaksinasi Covid-19 Jepang Taro Kono pun belum tahu pasti, kapan vaksin untuk masyarakat umum bisa dilakukan. ”Saya tidak tahu,” tuturnya seperti dikutip The Guardian.
Proses vaksinasi terhadap populasi lansia Jepang yang baru dimulai April diperkirakan tuntas dalam tiga bulan. Oleh karena itu, sebagian besar populasi belum terlindungi saat Olimpiade Tokyo dibuka. Padahal, Tokyo akan dikunjungi oleh kurang lebih 15.000 atlet dari 207 negara peserta Olimpiade diluar pelatih dan ofisial, serta kontingen Paralimpiade.
Surat kabar Asahi Shimbun telah mewawancari 126 atlet calon peserta Olimpiade Tokyo beberapa waktu lalu. Sebanyak 25 atlet mengatakan, mereka khawatir Olimpiade akan membantu menyebarkan virus Covid-19, 18 atlet khawatir akan tertular, dan 15 atlet kehilangan antusiasme karena kurangnya dukungan publik.
Beberapa sponsor juga belum yakin dengan rencana yang telah disiapkan tim penyelenggara. Untuk itu, mereka mengurangi intensitas kampanye iklan dan menunda acara promosi Olimpiade Tokyo. Mereka justru prihatin karena penyelenggara belum menyiapkan rencana darurat kalau terjadi pembatalan. ”Kami bertanya pada diri sendiri, apakah kami benar-benar akan melakukan ini?” kata salah satu sponsor yang tidak ingin disebutkan identitasnya. (AP/AFP/REUTERS)