Novak Djokovic datang ke Final ATP sebagai unggulan pertama. Namun, nasibnya harus ditentukan pada laga terakhir melawan Alexander Zverev, yang lolos ke final pada tiga turnamen lapangan keras dalam ruangan musim ini.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·3 menit baca
LONDON, RABU — Meski menjadi petenis dengan persentase kemenangan terbaik di London, Inggris, Novak Djokovic harus menggantungkan nasib pada pertandingan terakhir untuk lolos dari penyisihan grup turnamen Final ATP. Hasil buruk dalam turnamen serupa tahun lalu menjadi bayang-bayang petenis nomor satu dunia itu.
Kekalahan dari Daniil Medvedev, 3-6, 3-6, di The O2 Arena, London, Inggris, Rabu (18/11/2020) malam waktu setempat, membuat nasib Djokovic harus ditentukan pada laga terakhir Grup Tokyo 1970. Dalam laga ”Winner Takes All”, Djokovic berebut satu tiket semifinal dengan Alexander Zverev mendampingi Medvedev.
Kemenangan atas Djokovic, yang merupakan kemenangan kedua, mengantarkan Medvedev sebagai juara grup. Apa pun hasil laga melawan Diego Schwartzman tak akan mengubah posisi petenis Rusia tersebut di puncak klasemen.
Nasib Djokovic serupa dengan Rafael Nadal yang juga bergantung pada pertandingan terakhir Grup London 2020 melawan Stefanos Tsitsipas, Jumat dini hari WIB. Pemenang laga itu lolos ke semifinal bersama Dominic Thiem yang telah menjadi juara grup.
Perjalanan Djokovic tahun ini serupa dengan partisipasinya di Final ATP 2019. Ketika itu, petenis Serbia tersebut tampil meyakinkan mengalahkan Matteo Berrettini, 6-2, 6-1, tetapi kalah pada dua laga berikutnya melawan Thiem dan Roger Federer.
Jika tak waspada menghadapi Zverev, perjalanan gemilang Djokovic tahun ini bisa berakhir sama seperti 2019. Djokovic tiba di London dengan statistik menang-kalah terbaik, 39-3 (92,85 persen), ketimbang para pesaingnya. Pengalaman lima kali menjuarai Final ATP juga menjadikannya sebagai salah satu favorit juara.
Apalagi, petenis yang telah memastikan posisi di puncak peringkat dunia pada akhir 2020 itu tampil buruk ketika bertemu Medvedev. Dia membuat 24 unforced error dan 5 double fault. Kesalahan itu membuatnya kehilangan tujuh gim beruntun, sejak tertinggal 2-3 pada set pertama hingga 0-3 di set berikutnya.
”Saya tak bisa membiarkan itu terjadi lagi (kehilangan tujuh gim beruntun) ketika berhadapan dengan petenis top dunia,” kata Djokovic, mengevaluasi penampilannya. Adapun Zverev bangkit dari kekalahan dengan mengalahkan Schwartzman, 6-3, 4-6, 6-3.
Djokovic bercerita, dia merasa kondisi fisiknya menurun di akhir set pertama hingga sulit menemukan ritme permainan. ”Pada set kedua, saya bisa bangkit, tetapi melawan petenis seperti Medvedev, semua sudah terlambat,” katanya.
Servis keras
Berhadapan dengan Zverev dengan tipe permainan bertahan dari baseline, Djokovic sebenarnya memiliki peluang menang lebih baik dibandingkan dengan ketika melawan Medvedev. Namun, dengan postur tinggi, Zverev punya pukulan pembuka (servis) yang keras. Kemampuan itu akan menguntungkannya di lapangan keras dalam ruangan, seperti di The O2 Arena.
Saya tak bisa membiarkan itu terjadi lagi, kehilangan tujuh gim beruntun ketika berhadapan dengan petenis top dunia.
Penampilan Zverev pada musim kompetisi lapangan keras dalam ruangan, yang digelar setelah Grand Slam Perancis Terbuka, juga baik. Dia selalu lolos ke final pada tiga turnamen yang menghasilkan gelar juara pada ATP 250 Cologne Seri I dan II. Di final Paris Masters, dua pekan sebelum Final ATP, Zverev dikalahkan Medvedev.
”Pertandingan di sini tak ada yang mudah, saya senang akhirnya masih punya kesempatan untuk ke semifinal. Laga melawan Novak akan sangat sulit. Kami sudah dua kali berhadapan di sini dan saya sangat menantikannya,” kata Zverev.
Petenis Jerman keturunan Rusia itu tertinggal 2-3 dari Djokovic. Salah satu dari dua kemenangannya didapat dalam perebutan gelar juara Final ATP 2018. Catatan tersebut menambah kepercayaan diri Zverev untuk kembali mengalahkan petenis nomor satu dunia. (AP)