Tol Solo-Yogyakarta, Mata Rantai Terakhir Segitiga Emas Pulau Jawa
Segitiga emas Yogyakarta-Solo-Semarang tak lama lagi terhubung jalan tol. Infrastruktur itu diyakini berdampak positif.
Pada akhir tahun ini, pembangunan seksi pertama Jalan Tol Solo-Yogyakarta ditargetkan selesai. Infrastruktur ini menjadi mata rantai terakhir yang menyambungkan wilayah segitiga emas di tengah-tengah Pulau Jawa melalui jalur bebas hambatan.
Tol Solo-Yogyakarta bakal menghubungkan Kota Surakarta, Jawa Tengah, dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tol itu menjadi penghubung wilayah segitiga emas yang kerap disebut Joglosemar, yakni akronim dari Jogjakarta (Yogyakarta), Solo (Surakarta), dan Semarang. Ketiga kota ini, beserta wilayah aglomerasinya, merupakan pusat pertumbuhan di Jawa bagian tengah.
Ketiganya adalah episentrum industri pengolahan, pertanian, pendidikan, serta pariwisata di Jateng dan DIY. Oleh karena itu, peran ekonomi tiga wilayah tersebut sangat vital, bukan hanya secara regional, melainkan juga nasional.
Dengan perspektif tersebut, kehadiran jalan tol tentu akan menambah daya gerak ekonomi di ketiga daerah itu. Arus logistik dan transportasi yang lancar adalah salah satu tiang utama penopang bangunan perekonomian.
Bagi Yogyakarta, pembangunan Tol Solo-Yogyakarta sekaligus menandai terintegrasinya kota tersebut dengan kota-kota besar lain di Pulau Jawa dalam satu jaringan jalan tol. Arus orang dan barang dari dan ke kota tersebut dipastikan dapat berjalan lebih cepat.
Bagi kendaraan roda empat atau lebih, tak ada lagi hambatan berupa lampu lalu lintas atau penyempitan arus akibat antrean putar balik. Jalur yang lebar dan steril dari kendaraan roda dua juga menambah keleluasaan dalam berkendara.
Baca juga: Daerah Berpacu Memanfaatkan Jalan Tol Trans-Jawa
Sebagai gambaran, waktu tempuh dengan mobil dari Yogyakarta ke Solo via jalan nasional yang melintasi Kabupaten Klaten, Jateng, saat ini sekitar 1,5 jam. Ketika tol beroperasi nanti, waktu tempuh itu diperkirakan bisa dipangkas separuhnya.
Dari Solo, perjalanan dapat dilanjutkan ke Semarang yang sudah tersambung dengan jaringan Tol Trans-Jawa sejak akhir tahun 2018. Jarak tempuh ruas Tol Solo-Semarang dapat dilahap sekitar satu jam saja. Artinya, total perjalanan pada ruas Tol Yogyakarta-Solo-Semarang kemungkinan hanya sekitar dua jam!
Ruas Kartasura-Purwomartani
Pembangunan fisik Tol Solo-Yogyakarta telah dimulai pada Desember 2020. Seksi pertama yang dibangun sejauh 42,3 kilometer menghubungkan Kartasura di Kabupaten Sukoharjo, Jateng, hingga Purwomartani di Kabupaten Sleman, DIY.
Kartasura adalah salah satu wilayah penyangga Solo, begitu pula Purwomartani yang hanya berjarak sekitar 7 km dari pusat Kota Yogyakarta. Karena itu, meski baru satu seksi, ruas Kartasura-Purwomartani praktis telah menghubungkan Solo dan Yogyakarta.
Setelah seksi itu rampung, pembangunan tol masih akan dilanjutkan dua seksi lagi hingga mencapai Bandara Internasional Yogyakarta atau Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulon Progo, DIY.
Baca juga: Arus Balik, Pengguna Jalan Tol Fungsional Surakarta-Yogyakarta Meningkat
Bagi Yogyakarta, pembangunan Tol Solo-Yogyakarta sekaligus menandai terintegrasinya kota tersebut dengan kota-kota besar lain di Pulau Jawa dalam satu jaringan jalan tol.
Tol ini nantinya juga tersambung dengan Tol Yogyakarta-Bawen yang menghubungkan Yogyakarta dengan Kabupaten Semarang via Magelang, Temanggung, dan Ambarawa. Tol Yogyakarta-Bawen saat ini juga dalam tahap pembangunan.
Pembangunan ruas Kartasura-Purwomartani sudah mencapai 22 km dari Kartasura hingga Ngawen di Klaten. Pada arus mudik dan balik Lebaran lalu, jalur itu telah difungsikan secara terbatas. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono pun menargetkan pembangunan ruas Kartasura-Purwomartani bisa rampung akhir tahun ini.
Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Ikaputra, mengungkapkan, konektivitas yang terjalin melalui Tol Solo-Yogyakarta akan membawa dampak luar biasa bagi perekonomian regional. ”Bahkan dampaknya bisa melampaui Jateng-DIY karena ini juga menghubungkan kota-kota besar lainnya di Pula Jawa,” ucapnya.
Setelah tol itu jadi, menurut Ikaputra, setiap daerah harus mengoptimalkan infrastruktur tersebut untuk memacu perekonomian masing-masing. Bagi DIY, misalnya, tol ini membuka akses yang lebih mudah dan cepat ke pelabuhan ekspor di Semarang atau Surabaya.
Sebaliknya, bagi Semarang atau Solo, infrastruktur ini juga membuka pintu ekspor langsung komoditas lewat jalur udara melalui Bandara YIA. Bandara itu bisa didarati pesawat-pesawat berbadan besar dengan daya jangkau jauh hingga Eropa. Karena itu, komoditas yang butuh diekspor secara segar, seperti hasil laut, dapat dikirim lebih cepat.
Baca juga: Jalan Tol Fungsional Solo-Yogyakarta Belum Sempurna, Pengemudi Diharap Berhati-hati
Dari sisi logistik, Ikaputra memaparkan, keberadaan jalan tol akan menghemat bahan bakar truk. Waktu tempuh yang terpangkas juga menciptakan efisiensi pengangkutan sehingga polusi dari emisi gas buang kendaraan bisa ditekan.
Keuntungan lain adalah truk-truk besar tak lagi bercampur dengan kendaraan yang lebih kecil di jalan raya. Hal ini akan membuat jalur arteri lebih lancar dan mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas.
Pariwisata
Di sisi lain, sektor yang paling potensial terdongkrak dengan keberadaan Tol Solo-Yogyakarta adalah pariwisata. Pergerakan wisatawan ke Yogyakarta dan Solo dipastikan makin mudah dengan adanya tol ini.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) DIY Edwin Ismedi mengungkapkan, posisi DIY yang berada di tengah-tengah Pulau Jawa sangat menguntungkan. Letaknya strategis untuk menarik wisatawan dari banyak daerah, mulai dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jateng, hingga Jawa Timur.
Apalagi, selama ini, DIY sudah menjadi daerah tujuan utama pariwisata dengan fasilitas akomodasi dan amenitas yang lengkap. ”Keberadaan tol menjadi harapan baru untuk mendatangkan wisatawan melalui jalur darat di tengah harga tiket pesawat yang masih mahal saat ini,” ucapnya.
Baca juga: Bagian Akhir Jalan Tol Trans-Jawa Ditargetkan Tuntas 2024
Optimisme senada disuarakan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono. Menurut dia, akses yang kian mudah akan makin mendorong minat wisatawan untuk mengunjungi suatu daerah.
Meski begitu, dia mengatakan, ada kekhawatiran dari sebagian pelaku usaha hotel bahwa akses yang kian mudah itu justru dapat menggerus lama tinggal wisatawan. Bahkan, bisa jadi banyak wisatawan tak lagi menginap di Yogyakarta. Mereka hanya berkunjung ke destinasi wisata, kemudian pulang atau melanjutkan perjalanan ke daerah lain.
Namun, Deddy meyakini, hal itu tidak akan terjadi. Dia menyebut, kekhawatiran serupa dulu pernah dirasakan anggota PHRI di Semarang saat kota itu akan dihubungkan dengan Tol Trans-Jawa. ”Ternyata yang terjadi malah sebaliknya. Dampak tol sangat luar biasa bagi perkembangan hotel-hotel di Semarang,” ujarnya.
Menurut dia, keberadaan tol tersebut akan berdampak baik pada industri pariwisata di DIY, termasuk perhotelan. ”DIY bukan hanya Kota Yogyakarta saja, tapi banyak destinasi lain yang tak cukup dikunjungi hanya sehari,” katanya.
Baca juga: Dampak Pembangunan Tol Trans-Jawa pada Perekonomian
Keberadaan tol menjadi harapan baru untuk mendatangkan wisatawan melalui jalur darat di tengah harga tiket pesawat yang masih mahal saat ini.
Bahkan, lanjutnya, frekuensi kunjungan wisatawan berpotensi meningkat dengan kemudahan akses tol ini. Wisatawan yang awalnya hanya berkunjung satu sampai dua kali dalam setahun ke Yogyakarta, misalnya, bisa jadi akan lebih sering berkunjung.
Semoga harapan tinggi yang diusung dalam sepenggal jalur bebas hambatan itu betul-betul terwujud dan dinikmati seluruh masyarakat.