Aniaya Anak Selebgram di Malang, Pengasuh Terancam 5 Tahun Penjara
Pengasuh anak berinisial IPS (27) terancam hukuman 5 tahun penjara setelah menganiaya anak selebgram di Malang.
MALANG, KOMPAS – Seorang suster anak atau pengasuh anak berinisial IPS (27) terancam hukuman 5 tahun penjara setelah menganiaya anak majikannya yang masih berumur 3 tahun. Penganiayaan anak tidak boleh terus berulang.
Korban penganiayaan adalah JAP (3), anak perempuan dari pasangan selebgram asal Malang, Aghnia Punjabi dan Reinukky Abidharma. Penganiayaan terjadi pada Kamis (28/3/2024) pukul 04.18 WIB, selama lebih kurang 1 jam.
Pelaku adalah IPS (27), warga Bojonegoro, yang sudah bekerja di rumah tersebut selama lebih kurang 1 tahun. IPS melakukan penganiayaan saat kedua orangtua korban pergi ke Jakarta selama lebih kurang 2 hari.
Dalam siaran pers oleh Kepolisian Resor Kota Malang Kota pada Sabtu (30/3/2024), disebutkan bahwa kasus terungkap bermula dari informasi suster pengasuh kepada orangtua korban. Bahwa, korban mengalami cedera jatuh memar di bagian mata kiri dan kening bagian tengah atas. Pelaku kemudian mengirimkan foto kepada orangtua korban.
Baca juga: Kekerasan Anak, Coreng Hitam bagi Malang Kota Pendidikan
”Dari sana muncul kecurigaan sehingga orangtua korban membuka DVR CCTV di mana menunjukkan korban dan suster berada. Terlihat kejadian 28 Maret pukul 04.18 WIB. Dari sana tampak ada beberapa tindakan kekerasan terhadap anak. Seperti memukul, menarik telinga, mencubit, dan menindih. Hasil visum sementara di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang, ada bentuk luka memar pada mata kiri, luka gores di kuping kanan dan kiri, serta di bagian kening,” ungkap Kepala Kepolisian Resor Kota Malang Kota Komisaris Besar Budi Hermanto.
Menurut Budi, dari hasil interogasi penyidikan di unit PPA Satuan Reserse Kriminal Polresta Malang Kota, ada beberapa tindakan yang dilakukan suster kepada korban. Pelaku memukul menggunakan buku, menyiram dengan minyak gosok, juga memukul dengan bantal.
Saat kejadian, korban ditinggal kedua orangtuanya selama dua hari ke Jakarta. Adapun di rumah tersebut juga ada adik kandung korban dan ada beberapa orang yang tinggal di rumah saat itu. Namun, saat pelaku beraksi, korban mengunci pintu kamar. Setelah itu, ia juga melarang korban untuk turun dari kamar dan memberi tahu penghuni lain bahwa korban sakit demam.
Baca juga: Anak Kabur karena Dianiaya oleh Keluarga Sendiri di Malang
Seusai melihat CCTV, penyidik Polresta Malang Kota dihubungi oleh pihak keluarga korban sekitar pukul 13.00. Berikutnya, Polresta dan kedua orangtua korban bertemu setelah keduanya pulang dari Jakarta.
”Selanjutnya, tim mendalami TKP dan melihat dari sudut pandang CCTV dan persesuaian kamar. Ada juga boneka panda dan sarung bantal serta seprai yang ada. Dan semuanya sesuai, maka patut diduga kejadian penganiayaan itu telah dilakukan,” tutur Budi.
Sejak itu, polisi menerjunkan tim penyidik, meminta keterangan empat saksi, berkoordinasi dengan dinas terkait di Kota Malang, dan menurunkan tim trauma healing untuk mendampingi korban dan keluarganya.
Dari hasil interogasi penyidikan di unit PPA Satuan Reserse Kriminal Polresta Malang Kota, ada beberapa tindakan dilakukan suster kepada korban. Pelaku memukul menggunakan buku, menyiram dengan minyak gosok, juga memukul dengan bantal.
Pemeriksaan saksi hingga Sabtu pukul 05.30, sudah dilakukan gelar perkara. Pelaku sudah ditetapkan menjadi tersangka. ”Kami juga akan berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum dan mengirimkan bukti CCTV ke laboratorium forensik digital Polda Jatim,” kata Budi.
”Kami bertindak cepat, gunanya untuk memberi rasa aman bahwa Malang sebagai kota ramah pada perempuan dan anak. Kalau ada masalah terkait perempuan dan anak, harus cepat ditangani,” ucap Budi lagi.
Baca juga: Kota Malang Garap Payung Hukum untuk Tangani Kasus Terkait Anak
Motif
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Malang Kota Komisaris Danang Yudanto mengatakan, hingga saat ini polisi terus mengejar motif penganiayaan pelaku pada korban. ”Untuk motif, berdasarkan penyidikan, menurut pengakuan pelaku adalah bahwa dia jengkel dengan korban karena saat itu korban ingin diobati, tapi korban menolak atau tidak mau. Selain itu, juga ada faktor pendorong personal, misalnya, ada anggota keluarga yang sakit. Namun, itu bukan alasan pembenar untuk melakukan kekerasan pada anak,” tutur Danang.
Ia mengatakan, pelaku saat ini juga memiliki seorang anak berusia 2,5 tahun yang tinggal di kampung halamannya. Ia telah bercerai dengan suaminya.
Untuk memastikan apakah kekerasan ini telah terjadi sebelumnya atau tidak, Danang mengatakan polisi akan terus memetakan CCTV di sana. ”Adapun untuk kemungkinan kekerasan lain masih kami dalami dengan memetakan CCTV,” lanjutnya.
Selain itu, menurut Danang, polisi juga akan memeriksa kondisi kejiwaan pelaku. ”Kami bekerja sama dengan Polda Jatim untuk mendatangkan saksi ahli dan juga menggunakan psikolog yang bisa profiling psikologis korban dan pelaku,” katanya.
Baca juga: Kekerasan Tak Boleh Ditoleransi, Usut Tuntas Kematian Santri di Kediri
Menurut dia, saat ini kondisi korban masih dalam masa observasi dan perawatan. ”Trauma fisik tampak jelas, tetapi trauma psikis pastinya ada. Tinggal bagaimana kadar traumanya, itu ranah psikolog,” ujar Danang.
Adapun ibu korban, Aghnia Punjabi, berharap kejadian ini tidak menimpa ibu dan orangtua lain. Sebab, hal itu akan sangat menyakitkan. ”Dia bekerja pada saya sudah setahun. Tutur katanya bagus, manis, tapi ternyata manipulatif,” katanya.
Aghnia menjelaskan, pelaku selama ini orangnya tertutup dan tidak banyak bercerita. ”Kami pun tidak ada masalah sama sekali. Saat itu dia bilang pada saya mau mengobati luka di kening anak saya, tapi ia tidak mau. Hal ini sangat tidak masuk akal. Motif pastinya masih dicari polisi,” katanya.
Selebgram tersebut mengaku bahwa anaknya sangat trauma dengan kejadian itu. ”Tadi dia di rumah sakit tidur, dan lima kali mengigau kesakitan. Setelah saya bangunkan dan tahu saya di sisinya, ia bisa tidur kembali. Dia ketakutan,” katanya.
Dalam siaran pers tersebut, polisi juga menampilkan sejumlah barang bukti, seperti baju, buku, dan boneka beruang besar. Boneka merupakan barang bukti saat pelaku menggunakannya untuk membekap korban, sedangkan buku digunakan pelaku untuk memukul kening korban.
Dengan kejadian itu, polisi menjerat tersangka dengan Pasal 80 Ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, subsider Pasal 80 Ayat 2 UU No 35/2014 dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara, serta tindakan kekerasan dengan benda atau barang dengan ancaman paling banyak Rp 100 juta.
Baca juga: Kasus Kekerasan terhadap Anak di Kota Malang Harus Jadi Pembelajaran