Anak Kabur karena Dianiaya oleh Keluarga Sendiri di Malang
Seorang anak berumur tujuh tahun di Kota Malang diduga mendapatkan kekerasan dari keluarganya. Polisi telah meringkus lima anggota keluarga korban sebagai tersangka.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Setelah lima hari menjalani perawatan di rumah sakit, kondisi DN, anak laki-laki berusia tujuh tahun, yang diduga menjadi korban penganiayaan oleh keluarganya sendiri di Kota Malang, Jawa Timur, berangsur membaik. Hingga Sabtu (14/10/2023), DN masih menjalani pemulihan di RS Syaiful Anwar Kota Malang.
DN diduga dianiaya dan disekap keluarganya. Korban selama ini tinggal bersama ayah kandung, ibu tiri, adik, kakak tiri, paman, serta neneknya di salah satu rumah di Kelurahan Buring, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.
Peristiwa penganiayaan diketahui pada Senin (9/10/2023), setelah korban kabur dan meminta pertolongan tetangga. Kasus ini kemudian dilaporkan ke pihak kepolisian.
Pengurus Lembaga Perlindungan Anak Kota Malang, Yuning Kartika Sari, mengatakan, berat badan DN telah naik dua kilogram (kg) ari sebelumnya 10 kilogram, saat masuk rumah sakit, menjadi 12 kg. Dia masuk ke rumah sakit Selasa (10/10/2023).
”Kondisinya mulai membaik. Dia juga sudah mulai bisa menerima orang lain di sekitarnya, komunikasinya juga baik dengan orang-orang. Dia ceria, dia anak yang pintar dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru,” ucapnya.
Karena ini kasus anak-anak, menurut Yuning, perlu perhatian khusus dari semua pihak. Dia pun berharap korban tidak kembali lagi ke keluarganya karena tidak nyaman untuk perkembangan psikis dan tumbuh kembangnya.
”Kalau bisa, kita minta ke pemerintah, kita punya yayasan yang nantinya bisa memfasilitasi agar dia bisa dapat perlindungan guna memulihkan psikologis dan tumbuh kembangnya. Ini waktunya dia masuk sekolah,” katanya.
Dia ceria, dia anak yang pintar dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
Sabtu siang, Penjabat Wali Kota Malang Wahyu Hidayat mengunjungi korban di RS Syaiful Anwar. Wahyu sempat berbincang hangat dengan DN dan memastikan kondisi kesehatannya melalui dokter yang menangani. Semua menunjukkan perkembangan yang baik.
Kondisi korban terlihat stabil dan ceria. Menurut Wahyu kondisi kesehatan dan psikologis korban sudah jauh lebih stabil. Berat badan juga mengalami kenaikan, serta komunikasinya bagus. Dia juga bisa mewarnai beberapa gambar.
“Sepertinya kemarin-kemarin ada tekanan. Dan kondisi saat ini, dengan didampingi tenaga kesehatan sosial kecamatan dan pekerja sosial masyarakat, perkembangannya sudah bagus. Sudah saya komunikasikan dengan dokter juga. Semoga perawatannya tidak terlalu lama,” ucapnya.
Mengenai langkah yang akan diambil Pemerintah Kota Malang, Wahyu menyebut akan diskusi dulu dengan keluarga. Pemkot, melalui dinas terkait, siap menangani lebih lanjut jika pihak keluarga tidak bisa menangani korban. ”Nanti kita siapkan tempat untuk perawatan dan untuk menjaga perkembangannya agar lebih baik,” katanya.
Kepolisian Resor Malang Kota meringkus lima orang terkait penganiayaan tersebut dan menetapkan mereka sebagai tersangka. Kelimanya adalah ayah kandung korban, JA (27); ibu tiri korban, EN (42); kakak tiri korban, PA (21); nenek korban, MN (65); dan paman korban SM (43).
”Setelah pemeriksaan saksi-saksi, muncul lima tersangka,” ujar Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Malang Kota Komisaris Danang Yudanto. Mengenai motif yang mendasari tindakan itu, Danang, saat dihubungi secara terpisah, menyebut mereka jengkel lantaran korban sering berbuat kesalahan.
Terkait proses hukum berikutnya, Danang mengatakan penyidik masih menunggu pemulihan kesehatan saksi korban. Kelima tersangka dijerat Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Sabtu sore, Kompas mencoba melihat kondisi rumah keluarga korban, terlihat sepi dan tertutup. Sebuah becak motor dan tiga karung besar berisi barang bekas tampak di depan rumah.
Warga menyebut ayah DN dan salah satu pamannya selama ini bekerja sebagai pemulung. Ayah DN berstatus duda saat menikah dengan ibu tirinya, yang juga janda beranak satu. Dari pernikahan itu lahir adik DN yang masih balita. ”Mungkin alasan ekonomi menjadi penyebab penganiayaan itu,” ujar salah satu warga.