Sepekan Terakhir, 3.730 Warga NTT Terdampak Hujan dan Angin Kencang
Cuaca ekstrem di NTT membuat 3.730 warga terdampak. Selain itu, enam kecamatan terisolasi di musim hujan.
KUPANG, KOMPAS — Selama hampir satu pekan terakhir, hujan deras dan angin kencang melanda seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur. Akibatnya, rumah warga terendam banjir dan rusak. Sebanyak 3.730 warga terdampak, sementara 11 gedung sekolah dan 12 ruas jalan rusak.
Selain itu, enam kecamatan di wilayah Amfoang, Kabupaten Kupang, terisolasi selama musim hujan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Timur (NTT) Ambrosius Kodo, di Kupang, Sabtu (16/3/2024), mengatakan, data tersebut dikumpulkan dari 22 kabupaten/kota pada Jumat (15/3/2024). Kerusakan yang tercatat itu terjadi akibat badai siklon tropis yang melanda sebagian besar wilayah NTT dalam satu pekan terakhir.
”Laporan yang masuk sampai Jumat, 15 Maret, jumlah warga yang terdampak 3.730 orang, tersebar di 22 kabupaten/kota. Kabupaten Malaka, misalnya, jumlah korban terdampak 1.567 jiwa, Kabupaten Kupang 1.522 jiwa, Kota Kupang 222 jiwa, dan kabupaten dengan jumlah terkecil yakni Ende dengan 16 jiwa,” kata Ambrosius.
Kebanyakan rumah para korban tergenang akibat banjir dan rusak karena longsor ataupun gelombang laut. Warga pun mengungsi dari ancaman longsor dan banjir di bantaran sungai. Pengungsi memilih bergabung di rumah anggota keluarga yang lebih aman. Sebagian dari mereka sudah pulang ke tempat tinggal semula, tetapi jika terjadi bencana hidrometeorologi lagi, warga kembali mengungsi.
Baca juga: Cuaca Ekstrem NTT Terpicu Tekanan Rendah dari Australia
Rumah yang rusak berat, sedang, dan ringan sebanyak 1.689 unit. Kebanyakan rumah rusak ringan dan sedang sehinggaditangani pemilik dengan bantuan aparat desa atau kelurahan bersangkutan. ”Begitu kejadian, aparat desa dan lurah setempat bersama camat, babinkamtibmas, babinsa, dan koramil segera bertindak, menanggulangi. Jadi, penanganan sementara sudah selesai,” katanya.
Fasilitas umum yang ikut terdampak ialah gedung sekolah 11 unit, yaitu gedung pendidikan usia dini, SD, SMP, dan gedung SMA. Gedung-gedung itu rusak ringan, sedang, dan berat. Kebanyakan rusak ringan dan sedang. Hanya satu gedung SD dan satu unit PAUD yang rusak berat. Keduanya ambruk akibat angin kencang.
Ruas jalan yang rusak sebanyak 12 unit tersebar di delapan kabupaten/kota. Ruas jalan-jalan itu putus karena longsor, patah, dan terbelah. Pemda dan masyarakat setempat bergotong royong membangun jalan alternatif agar tetap dilalui kendaraan. Dua ruas jalan di antaranya terdapat di Kota Kupang, yakni Jalan Taebenu, Kelurahan Liliba, dan Jalan Batuplat II, Kelurahan Batuplat. Selain itu, beberapa unit jembatan putus, seperti di Kecamatan Amfoang Timur, yang menyebabkan akses jalan ke Kupang atau sebaliknya tersendat.
Kepala Polres Manggarai Ajun Komisaris Besar Edwin Saleh mengatakan, terputusnya ruas jalan akibat longsor sepanjang 50 meter di Golo Ngorang yang menghubungkan Ruteng dengan Reok sudah diatasi oleh tim Polres Manggarai bersama Pemerintah Kabupaten Manggarai. Tim Polres dan Pemkab Manggarai juga menyusuri sejumlah ruas jalan yang dinilai rawan bencana longsor, memantau rumah warga yang rusak, dan pohon tumbang yang menghambat lalu lintas jalan.
Baca juga: Hujan dan Angin Kencang Rusak Jalan di Kupang
”BPBD dan Polres Manggarai telah membangun posko tanggap darurat bencana yang beranggotakan forkopimda. Posko ini bergerak cepat ke lapangan manakala ada laporan bencana hidrometeorologi di wilayah itu. Masyarakat juga tetap diingatkan agar mengantisipasi datangnya bencana dengan mengevakuasi diri, terutama mereka yang menetap di wilayah yang diduga rawan bencana longsor, banjir, atau luapan sungai,” katanya.
Kerusakan jalan serupa terjadi di Desa Kusa, Kecamatan Malaka Timur, Kabupaten Malaka. Ruas jalan yang menghubungkan Malaka dengan Kabupaten Belu itu nyaris putus akibat longsor. Bupati Malaka Simon Nahak yang memantau langsung kondisi jalan itu memerintahkan instansi teknis di Pemkab Malaka agar membangun jalan alternatif supaya bisa dilalui kendaraan.
Mobilitas barang dan manusia dari Malaka dan Kabupaten Belu harus tetap berlangsung normal di tengah harga bahan kebutuhan pokok yang terus bergerak naik, terutama beras. Kerusakan infrastruktur jalan dapat berpengaruh pada angkutan barang dan bahan kebutuhan pokok di dua wilayah itu. Turut pula berpengaruh terhadap harga bahan pokok.
Selama ini, Malaka, antara lain, mendapatkan suplai beras dari luar NTT, diangkut melalui Pelabuhan Atapupu di Kabupaten Belu. Beras itu diangkut melalui jalur yang sedang mengalami kerusakan. Warga Malaka yang hendak melakukan perjalanan ke Kupang dengan pesawat harus melintasi ruas jalan itu menuju Bandara Atambua.
Baca juga: Perbaikan Jembatan Benenai di Malaka Belum Rampung
Simon mengatakan, sedang dibangun jalan alternatif di sebelah jalan yang mengalami longsor, antara lain dengan memasang bronjong di sisi tebing agar tanah tidak bergerak turun. Bronjong itu pula yang menghadang aliran sungai yang muncul saat musim hujan. Sungai itu bisa meluap jika terjadi hujan deras selama 2-3 hari berturut-turut.
Wilayah terisolasi
Raja Amfoang Robby Mano mengatakan, setiap musim hujan tiba, ribuan warga di wilayah Amfoang, yang meliputi enam kecamatan di Kabupaten Kupang, selalu kesulitan akses ke Kota Kupang dan Oelamasi, ibu kota kabupaten, atau sebaliknya. Kondisi paling memprihatinkan dialami oleh masyarakat di Kecamatan Amfoang Barat Daya dan Kecamatan Amfoang Barat Laut. Dua dari enam kecamatan di Amfoang ini selalu terisolasi selama musim hujan.
”Sebenarnya seluruh wilayah Amfoang berdampak. Tetapi, dua wilayah ini lebih sulit mengakses keluar dan masuk karena dihadang puluhan sungai dengan debit air setinggi sekitar 80 sentimeter. Bus atau truk yang melintas pun sering terseret banjir sehingga kebanyakan sopir memilih menghindar atau bertahan satu atau dua malam di seberang sungai, menunggu air banjir reda,” kata Robby Mano.
Kondisi paling memprihatinkan dialami oleh masyarakat di Kecamatan Amfoang Barat Daya dan Kecamatan Amfoang Barat Laut. Dua dari enam kecamatan di Amfoang ini selalu terisolasi selama musim hujan.
Selain itu, kondisi jalan yang menghubungkan dua kecamatan itu masih berlumpur di beberapa titik. Banyak kendaraan terjebak di dalamnya. Sopir truk atau bus tidak berani melintas sendirian kecuali lebih dari dua kendaraan. Mereka bisa saling membantu jika ada masalah selama perjalanan. Masalah yang dihadapi ialah jika barang yang dibawa itu adalah jenis makanan yang cepat membusuk. Banyak sopir menolak memuat barang-barang yang cepat rusak, termasuk ternak peliharaan seperti ayam, sapi, dan babi. Jika mereka bermalam, jenis muatan itu pasti akan bermasalah.
Baca juga: Empat Sungai Meluap, Sedikitnya 25.000 Warga Amfoang Terisolasi
”Amfoang ini sudah diusulkan jadi kabupaten tersendiri, pisah dari Kabupaten Kupang. Jika jadi kabupaten, tentu pembangunan infrastruktur di Amfoang, yang merupakan wilayah perbatasan langsung dengan Timor Leste, lebih terfokus,” kata Robby.