Empat Sungai Meluap, Sedikitnya 25.000 Warga Amfoang Terisolasi
Sejumlah 25.000 penduduk yang tersebar di enam kecamatan di wilayah Amfoang, Kabupaten Kupang, NTT, terisolasi. Empat sungai ”besar” meluap akibat hujan deras dan cuaca buruk. Semua jenis kendaraan tak dapat melintasi.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sedikitnya 25.000 warga enam kecamatan di wilayah Amfoang, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, terisolasi luapan empat sungai di sekitarnya. Kondisi ini rentan memicu kelangkaan bahan pangan hingga membuat warga Indonesia menyeberang ke Timor Leste.
Hingga Rabu (10/2/2021), Sungai Tahen, Sitoto, Talmanu, dan Manot masih meluap akibat hujan deras dalam tiga pekan terakhir. Lebar rata-rata sungai 50-100 meter dengan kedalaman saat banjir mencapai 1,5 meter hingga 2 meter. Akibatnya, tidak ada satu pun kendaraan yang bisa melintasinya. Sungai Tahem menjadi yang paling berbahaya karena banyak batu besar di dasar sungai.
Kondisi ini membuat akses jalan nasional sepanjang 180 kilometer terputus dan mematikan aktivitas warga yang tersebar di enam kecamatan. Warga berada di Kecamatan Amfoang Barat Daya, Amfoang Barat Laut, Amfoang Utara, Amfoang Timur, Amfoang Tengah, dan Amfong Selatan. Amfoang adalah kawasan beranda Nusantara yang berbatasan dengan negara Timor Leste.
”Diperkirakan ada 25.000 orang tinggal di enam kecamatan itu,” kata Robi Mano, Raja Amfoang, saat dihubungi dari Kupang, Rabu.
Jalan nasional sepanjang 180 km yang terdampak luapan air sungai itu sebenarnya sudah dibangun permanen oleh pemerintah. Namun, belum ada jembatan yang dibangun di atas sungai-sungai itu. Satu jembatan darurat di Sungai Talmanu yang dibangun Pemprov NTT tahun 1994 roboh pada 29 Januari 2021. Kala itu, tiang jembatan tergerus banjir.
”Berpuluh-puluh tahun masyarakat wilayah Amfoang terisolasi, bahkan sampai hari ini,” kata Mano.
Luapan air sungai membuat keadaan bertambah runyam. Kata Mano, harga bahan pokok di kawasan Amfoang melonjak drastis. Harga beras, misalnya, dari sebelumnya Rp 12.000 per kilogram menjadi Rp 15.000 per kilogram. Harga minyak goreng dari Rp 20.000 per liter menjadi Rp 25.000 per liter.
Selain itu, harga gula pasir juga naik dari Rp 15.000 per kg menjadi Rp 20.000 per kg. Masyarakat kini mengandalkan hasil di ladang, seperti jagung, singkong, keladi, dan sayur-sayuran. ”Distribusi barang terhambat karena sangat berisiko memaksakan melintasi sungai,” katanya.
Agus Messen (45), warga Desa Kifu, Amfoang Timur, mengatakan sudah tidak berani lagi melewati Sungai Tahen dengan truk saat musim hujan. Pada Januari 2020, dia jatuh dari truk saat nekat melintasinya. Akibatnya, dia mengalami pendarahan hebat dan nyaris kehilangan nyawa.
”Saat meluap, sungai selalu makan korban. Ada yang hanyut, patah kaki-tangan, luka berat, bahkan meninggal,” kata Messen.
Messen berharap pemerintah memperhatikan hal ini. Selain pembangunan infrastruktur yang ideal, sebagian warga Amfoang menginginkan pemekaran kawasan, memisahkan diri dari Kabupaten Kupang. Tujuannya agar fokus pembangunan dilakukan merata di Amfoang. Sudah disampaikan sejak 2017, usulan itu belum menjadi kenyataan.
”Pemerintah berencana menata kawasan perbatasan di Amfoang, yakni antara Oepoli dan Oecussi di Timor Leste. Tujuannya, mencegah warga menyeberang ke Timor Leste. Namun, belum maksimal, sepertinya ada ratusan warga yang pergi ke Timor Leste karena kondisi infrastruktur yang buruk,” katanya.
Kepala Dinas Perhubungan NTT Maksi Nenabu mengatakan, pembangunan jembatan di Sungai Tahen sudah dianggarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2020. Namun, pelaksanaannya tertunda akibat pandemi.
”Nilainya sekitar Rp 70 miliar. Sebagian besar anggaran dialokasikan untuk penanggulangan Covid-19 sehingga sejumlah proyek fisik tertunda sementara,” kata Nenabu.