Berkah Puasa dari Rasa ”Mantul” Sate Susu Khas Wanasari
Aneka kudapan menjadi pilihan buka puasa. Warga Dusun Wanasari, Kota Denpasar, punya kuliner khas, yakni sate susu.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
Momen puasa memberikan peluang bagikaum ibu di Dusun Wanasari, Desa Dauh Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali, untuk menghasilkan tambahan uang. Berkah bagi keluarga diperoleh dengan berjualan beragam kue, minuman segar, dan makanan untuk berbuka puasa.
Di antara beraneka ragam camilan, minuman, dan makanan untuk berbuka puasa itu, warga di Dusun Wanasari memiliki satu jenis hidangan khas, yakni sate susu. Sate ini ramai dicari pembeli karena teksturnya tidak seliat daging sapi dan rasanya gurih. Rasa sate susu bertambah kaya dengan ditambah saus atau sambal kuning.
”Hampir setiap tahun saya belanja ke (Wanasari) sini. Cari makanan buat buka puasa,” kata Muhammad Kasim (56), warga Banjar Monang Maning, Desa Pemecutan Klod, Kecamatan Denpasar Barat. Ia ditemui saat menunggu pesanannya di Dusun Wanasari, Rabu (13/3/2024), sekitar pukul 15.15 Wita.
Kasim menunjuk baki atau loyang berisikan tumpukan sate di meja pedagang. ”Saya sukanya sate hati. Kalau anak-anak, mereka suka sate susunya,” ujar Kasim menerangkan jenis sate yang dipesannya. ”Saya sukanya mencari makanan yang bisa menambah nafsu makan,” ucapnya menambahkan.
Rusna (56), pedagang sate susu dan aneka sate di Dusun Wanasari, menuturkan, aneka sate dari daging menjadi ciri kuliner Dusun Wanasari yang juga dikenal sebagai Kampung Jawa di Kota Denpasar. Selain sate daging sapi, juga sate dari daging kambing ataupun daging ayam.
”Untuk sate lilit, bahannya dari daging sapi dan ikan,” ujar Rusna.
”Kalau dari sapi, sate susu dan sate daging yang ramai dicari pembeli,” kata ibu satu putri itu menambahkan.
Rusna tidak mengetahui secara persis sedari kapan sate susu itu menjadi kuliner khas Dusun Wanasari. Menurut Rusna, penjualan sate susu sudah ada seiring penjualan sate daging sapi.
”Almarhum ayah saya hanya jualan sate sapi pakai bumbu kacang. Namun, sejak zaman almarhum itu sudah ada yang jualan sate susu,” ujar Rusna. ”Biasanya sate susu hanya dijual saat bulan puasa karena jarang sapi betina yang disembelih,” katanya.
Direbus
Untuk membuat sate susu, juga sate usus dan sate sumsum, bahan utamanya itu direbus terlebih dahulu. Sementara sate daging, baik sapi maupun ayam, bahan satenya dari daging mentah.
Seperti namanya, sate susu dibuat dari bagian daging kantong susu sapi. Begitu pula sate usus ataupun sate sumsum sapi.
Setelah direbus, kantong susu sapi itu dipotong berbentuk kotak seukuran satu ruas ibu jari. Satu tusuk sate susu terdiri dari tiga irisan daging kantong susu.
Seporsi sate susu berisi 10 tusuk dan dijual Rp 30.000 per porsi di area bazar takjil sekitar Masjid Raya Baiturrahmah Dusun Wanasari. Menyantap dua sampai tiga tusuk sate susu rasa-rasanya cukup sebagai camilan, yang mengganjal perut.
Rusna menyediakan dua macam sambal untuk menambah rasa sate yang dijualnya, yakni sambal merah dan sambal kuning. Sesuai selera, jikalau ingin sate yang agak pedas, oleskan sambal merah. Namun, jikalau ingin sate terasa gurih, sambal kuning pas untuk dioleskan pada daging sate.
Untuk momen puasa, Rusna membeli daging yang cukup untuk membuat sekitar 100-150 tusuk sate per hari. Untuk membuat 150 tusuk sate susu, misalnya, Rusna membeli sekitar 5 kilogram daging kantong susu.
”Sekarang harga-harga naiknya terasa. Bukan cuma harga daging yang naik, harga bumbu juga naik,” ujarnya.
Rusna dibantu adiknya, Siti Kodijah (51) dan keponakannya, Dian (20), untuk membuat aneka sate dan bumbunya itu. Mereka menyiapkan lima loyang yang akan diisi beberapa jenis sate, termasuk sate susu, sate daging, sate hati, dan sate usus serta sate ayam.
Sesuai selera, jikalau ingin sate yang agak pedas, oleskan sambal merah. Namun, jikalau ingin sate terasa gurih, sambal kuning pas untuk dioleskan pada daging sate.
Rusna juga membuat sate lilit daging sapi dan sate lilit daging ikan. Mereka membuat sambal merah dan sambal kuning masing-masing satu baskom berkapasitas lebih kurang 2 liter.
Sekitar pukul 15.00 WITA, Rusna mulai mengisi meja dagangannya dengan enam sampai delapan loyang. Selain menjual sate, Rusna juga menjual pepes yang dibuat kerabatnya.
Para pembeli sudah mengantre meskipun Rusna masih menata barang dagangannya itu. Beberapa pembeli langsung mengambil sate yang mereka inginkan.
Rusna pun meminta para pembelinya itu untuk bersabar karena pemanggangan belum berisi arang. Pembelinya harus menunggu Rusna membakar arang sebelum memanggang sate.
Menunggu pesanannya disiapkan Rusna, beberapa pembeli memilih berkeliling ke area bazar takjil sekitar Masjid Raya Baiturrahmah, Dusun Wanasari. Sejumlah pedagang, yang sudah mengisi meja dagangannya, langsung menyapa dan menawarkan dagangannya.
Pilihan jatuh ke meja Nurlela, pedagang aneka kue dan camilan di area bazar takjil itu. Dengan mengeluarkan selembar uang Rp 20.000 dan satu lembar Rp 5.000, lima biji samosa dan dua bungkus petolo merah hijau pun masuk kantong belanja.
”Saya suka belanja di (area bazar takjil) sini karena aneka camilannya enak dan harganya tidak mahal,” kata Dwi Wira Atmaja (45), pembeli di tempat dagang Nurlela.
”Pokoknya, rasa dan harganya mantul. Pas buat buka puasa,” ujar Dwi menambahkan.