Lika-liku di Balik Konflik Lahan Bandara IKN
Persoalan lahan di Bandara VVIP IKN membuat 9 warga ditangkap polisi. Lahan garapan warga dibuka sebelum diverifikasi.
Pada Sabtu (24/2/2024), Kepolisian Daerah Kalimantan Timur menyampaikan siaran pers tertulis mengenai adanya pengancaman terhadap pekerja pembangunan Bandara Very Very Important Person atau VVIP Ibu Kota Nusantara. Lokasi lahan itu berada di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim.
Kepala Bidang Humas Polda Kaltim Komisaris Besar Artanto mengatakan, penangkapan itu dilakukan atas laporan dari pekerja proyek di lahan bandara tersebut. Dari laporan yang diterima polisi, pada Jumat, 23 Februari 2024, sejumlah warga mendatangi para operator alat berat yang sedang membuka lahan.
Warga tersebut membawa parang atau mandau di pinggang mereka dan meminta kegiatan pembukaan lahan dihentikan. Namun, Artanto belum bisa memberi keterangan rinci seperti apa bentuk ancaman yang dilakukan warga karena proses pemeriksaan masih berlangsung.
”Karena pengancaman tersebut, aktivitas operasional untuk pembangunan bandara tersebut berhenti. Mereka (pekerja) merasa terancam dan melaporkan ke kepolisian,” kata Artanto melalui telepon, Selasa (27/2/2024).
Ia mengatakan, sembilan warga itu disangkakan Pasal 335 Ayat (1) KUHP dan/atau Pasal 2 Ayat 1 UU Darurat RI No 12 Tahun 1951. Pasal tersebut mengatur mengenai ancaman dan pembawaan senjata tajam.
Persoalan lahan
Duduk perkara kasus tersebut berupa persoalan lahan. Hal itu dijelaskan pendamping warga yang ditangkap polisi, Maret Samuel Sueken, yang juga Ketua Umum Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP).
Maret bercerita, lahan yang ditunjuk sebagai pembangunan bandara VVIP IKN itu sebelumnya digarap warga untuk berkebun dan berladang. Lahan itu digarap secara turun-temurun sejak 1965. Pada tahun 1998, sekitar 23 tahun kemudian, pemerintah memberikan konsesi perusahaan sawit di lokasi tersebut. Saat itu, bentangan lahan itu masih menjadi bagian Kabupaten Paser.
Saat perusahaan sawit itu membuka lahan, sejumlah warga protes. Sebab, ada lahan garapan warga yang masuk izin perusahaan sawit itu. Warga memegang alas hak berupa segel dan surat garapan dari desa atau kelurahan setempat.
Baca juga: Di Kaltim, Jokowi Siap Blusukan ke Terminal hingga Pabrik Amonium Nitrat
Saat itu terjadi gesekan antara warga dan perusahaan sawit. Akhirnya, pemerintah setempat memediasi kedua pihak. Singkat cerita, terjadi kesepakatan antara warga dan perusahaan sawit.
”Disepakati pemilik lahan konsesi tidak mengganggu lahan masyarakat yang sudah dikelola turun-temurun. Perusahaan sepakat menggarap lahan di luar lahan yang sudah dikelola masyarakat,” kata Maret melalui sambungan telepon.
Hal itu, menurut Maret, terus berjalan sampai tahun 2018 tanpa ada masalah. Setelahnya, pemerintah menilai lahan eks perusahaan sawit itu sebagai lahan telantar.
Dihubungi terpisah, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Penajam Paser Utara Ade Chandra Wijaya mengatakan, status lahan eks perusahaan sawit itu kemudian ditetapkan sebagai tanah cadangan untuk negara.
Akhirnya, pemerintah mengeluarkan hak pengelolaan atau HPL terhadap tanah tersebut untuk Badan Bank Tanah. Lahan tersebut dicadangkan jika sewaktu-waktu negara butuh untuk pembangunan.
”Dalam surat keterangan HPL itu ada sekitar 1.800 hektar diarahkan untuk reforma agraria, untuk masyarakat yang notabene mereka menguasai, memanfaatkan, atau ada yang belum diganti rugi oleh perusahaan sawit,” kata Chandra.
Baca juga: Pembangunan IKN Masih Membutuhkan Masukan Publik
Hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional.
Dalam Pasal 8 Perpres itu diatur mengenai pendataan, verifikasi, dan validasi lahan yang dikuasai masyarakat dalam HPL Badan Bank Tanah. Di sana, warga bisa mendapat santunan berupa biaya pembersihan tanah hingga tunjangan kehilangan pendapatan dan pemanfaatan tanah.
Bahkan, warga yang menguasai dan memanfaatkan tanah itu setidaknya sepuluh tahun lamanya bisa mendapat santunan berupa uang atau relokasi lahan. Hal itu tertuang dalam Pasal 4, 5, dan 6 Perpres 62/2018.
Antara tahun 2020 dan 2021, pemerintah menunjuk lahan tersebut sebagai Bandara VVIP IKN. Maret menjelaskan, ada 22 warga yang ia dampingi untuk mengurus hak tanah yang mereka garap.
Lahan warga itu masuk di titik mula pembangunan Bandara VVIP IKN. Mereka tergabung dalam Kelompok Tani Saloloang di Kelurahan Pantai Lango, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara.
”Jadi, kelompok tani Saloloang ini tidak merasa (tanah yang mereka garap) merupakan bagian dari hak guna usaha perusahaan sawit. Sebab, mereka sudah dikecualikan sejak perjanjian antara warga dan perusahaan sawit pada 1998,” kata Maret.
Baca juga: Prinsip Pembangunan IKN Disampaikan di Forum PBB
Pada titik itu, warga memperjuangkan pengakuan lahan yang mereka garap. Sebab, kata Maret, dari verifikasi tanam-tumbuh yang dilakukan pemerintah, nama anggota Kelompok Tani Saloloang tidak masuk di daftar warga yang menguasai tanah.
Ia mengatakan, anggota kelompok tani itu menemukan sejumlah nama warga yang mereka tidak kenal. Sementara pihak Maret bersurat dan berkoordinasi dengan berbagai pihak, anggota kelompok tani itu mencari tahu nama-nama warga yang menguasai tanah versi pemerintah.
Mereka kemudian menemukan sejumlah warga yang masuk dalam daftar tersebut. Maret mengatakan, warga itu tidak tahu-menahu kalau namanya masuk daftar warga yang menguasai tanah. Hal ini, kata Maret, membuat warga menduga ada permainan mafia tanah dalam verifikasi lahan tanam-tumbuh tersebut.
Menindaklanjuti temuan itu, pihak Kelompok Tani Saloloang bersurat dan berkoordinasi ke berbagai pihak. Mereka meminta verifikasi tanam tumbuh dilakukan ulang, terutama di lahan kelompok tani yang Maret dampingi.
”Alhasil, pada beberapa minggu terakhir dimulailah verifikasi tanam tumbuh buat mereka,” kata Maret.
Namun, lanjut Maret, pada 23 dan 24 Februari 2024, lahan garapan sejumlah warga itu sudah dibuka dengan alat berat. Padahal, lahan tersebut belum diverifikasi untuk penghitungan tanam tumbuh dan validasi lahan.
Maret mengatakan, sembilan anggota Kelompok Tani Saloloang mengetahui hal itu saat membuka jalur dan membersihkan rerumputan menuju lahan yang mereka garap. Oleh karenanya, warga membawa parang dan mandau, perlengkapan untuk membuka jalur.
”Namanya petani dan namanya buka jalur atau buka jalan, mereka bawalah parang dan sejenisnya,” kata Maret.
Warga menghentikan kegiatan pembukaan lahan itu. Sebab, lahan tersebut baru ingin diverifikasi di kemudian hari. Hal tersebut yang kemudian menjadi bahan laporan pekerja yang membuka lahan untuk Bandara VVIP IKN.
”Masak besok baru mau diverifikasi tanam tumbuh, lalu hari ini digusur. Bagaimana dong, nanti warga kehilangan bukti pohon yang ditanam warga,” kata Maret.
Maret mengatakan, pihaknya sudah bersurat ke Polda Kaltim untuk menangguhkan penahanan para anggota kelompok tani itu. Sebab, proses verifikasi lahan terus berjalan. Mereka yang ditangkap itu, kata Maret, adalah warga yang mengetahui detail lahan garapan mereka.
Ia berharap, proses pembangunan IKN berjalan tanpa merugikan masyarakat yang terdampak. ”Sesuai perkataan Presiden bahwa secepat-cepatnya pembangunan yang kita inginkan, tapi jangan sedikit pun menyakiti hati rakyat,” ujar Maret.
Penggundulan
Salah satu dari sembilan Kelompok Tani Saloloang yang ditangkap polisi bernama Kamaruddin (39). Agustina (44), kakak Kamaruddin, bercerita, lahan keluarganya itu ditanami buah lai, langsat, pohon sengon, dan sejumlah tanaman lain.
Untuk itu, keluarganya memperjuangkan lahan tersebut karena ada bukti tumbuhan dan surat garapan berupa segel. Ia mengatakan, lahan keluarganya itu mencapai 41 hektar yang sudah dikelola turun-temurun.
Dari video yang ia terima, adiknya dan anggota kelompok tani lain menghentikan pembukaan lahan secara baik-baik. Mereka, lanjut Agustina, tidak melakukan ancaman. Mandau atau parang yang dibawa kelompok tani itu memang biasa dibawa saat membersihkan lahan kebun.
Agustina juga mempertanyakan sikap kepolisian dalam menangani para petani yang ditangkap. ”Barusan saya dengar dari saudara saya yang menjenguk di polda, katanya (adik saya) digundulin, lho. Seperti penjahat saja,“ kata Agustina.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Humas Polda Kaltim Komisaris Besar Artanto belum mengecek hal tersebut. Namun, ia menjelaskan, biasanya kepolisian melakukan penggundulan orang yang ditangkap untuk mencegah tahanan tertular kutu rambut dan sejenisnya.
”Tapi, ini nanti saya perlu cek dan konfirmasi dahulu,” kata Artanto.
Proses verifikasi
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten PPU Ade Chandra Wijaya mengatakan, saat ini proses verifikasi lahan untuk Bandara VVIP IKN terus berjalan. Ada tim terpadu dari Pemerintah Provinsi Kaltim yang menjalankannya.
Hal itu untuk memverifikasi ulang lahan-lahan yang dikuasai warga. Selain mengecek lokasi tanah, tim tersebut juga mengecek surat-surat yang dimiliki warga.
Warga menghentikan kegiatan pembukaan lahan itu. Sebab, lahan tersebut baru ingin diverifikasi di kemudian hari. Hal tersebut yang kemudian menjadi bahan laporan pekerja yang membuka lahan untuk Bandara VVIP IKN.
”Sementara ini sedang berproses. Sebenarnya prosesnya sudah panjang sekali sejak 2020-2021. Itu ada pelibatan juga dari Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara, terutama dari lurah setempat,” kata Chandra.
Ia mengatakan, warga yang merasa belum terdata diminta untuk menyampaikan ke tim terpadu yang dikomandoi Gubernur Kaltim. Ia mengatakan, penetapan lokasi untuk Bandara VVIP IKN itu seluas 290 hektar. Luasan itu akan berkembang sesuai kebutuhan pembangunan.