BAB Sembarangan Masih Tinggi di Sejumlah Daerah Papua
Perlu penguatan komitmen pemerintah serta pendekatan berbasis adat dan agama guna menekan BAB sembarangan di Papua.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Sebagian daerah di Papua masih berkutat dengan kebiasaan warga buang air besar atau BAB sembarangan. Upaya kolaboratif antara pemerintah daerah, tokoh adat, dan agama diperlukan untuk mengatasi hal ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef) mendampingi beberapa pemda di Papua untuk kampanye stop buang air besar sembarangan.
Secara bertahap sejak 2021, Unicef bermitra dengan tujuh daerah. Daerah itu adalah Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Biak Numfor, Sarmi, Keerom, Mimika, dan Mamberamo Tengah.
”Masalah sanitasi perlu mendapat perhatian besar. Hal ini turut memengaruhi berbagai hal dalam kesehatan lingkungan, mulai dari munculnya diare, polio, termasuk stunting (tengkes),” kata Spesialis Air, Sanitasi, dan Kebersihan di Unicef Perwakilan Papua Reza Hendrawan di Jayapura, Papua, Selasa (6/2/2024).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Papua hingga Desember 2023, dari sembilan kabupaten/kota, hanya Biak Numfor yang telah dideklarasikan sebagai daerah 100 persen stop BAB sembarangan. Indikatornya, persentase kelurahan/kampung bebas BAB sembarangan.
Selain itu, hanya Kota Jayapura yang cukup mendekati capaian Biak Numfor, yakni persentase 84,62 persen. Adapun pencapaian daerah lainnya masih harus ditingkatkan.
Di Kabupaten Jayapura, misalnya, pencapaiannya masih 56,25 persen, Sarmi (32,98 persen), Keerom (28,57 persen), Waropen (25 persen), Mamberamo Raya (20 persen), Kepulauan Yapen (10,30 persen), dan Supiori (7,89 persen).
Bahkan, beberapa daerah lainnya di pedalaman dan pegunungan hanya memiliki persentase di bawah 1 persen. Beberapa di antaranya adalah Kabupaten Jayawijaya sebesar 0,90 persen, Lanny Jaya 0,85 persen, Tolikara 0,90 persen, hingga Asmat sebesar 0,90 persen.
”Hal ini perlu menjadi perhatian dalam percepatan upaya intervensi, apalagi secara nasional. Pemerintah memiliki target 100 persen stop BAB sembarangan pada 2025,” tutur Reza.
Reza mengungkapkan, secara umum, dalam 20 tahun terakhir, upaya pemerintah mengintervensi praktik BAB sembarangan sudah efektif. Pendekatan promotif-partisipatif dijalankan melalui program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Akan tetapi, di Papua, kata Reza, pendekatan tambahan yang lebih kolaboratif perlu dilakukan. Sebagian masyarakat di Papua masih berpegang pada norma sosial dan kebiasaan lokal yang dipegang dan dipraktikkan turun-temurun.
Di Keerom, misalnya, ada anggapan jamban di dalam rumah berarti mengumpulkan kotoran orang-orang dalam satu tempat. Hal itu dianggap menjijikkan.
”Begitu pun di wilayah pegunungan ada kepercayaan lokal bahwa satu jamban tidak boleh digunakan lintas generasi tertentu dalam keluarga,” ucap Reza.
Kehadiran gereja harus memberikan pengaruh baik kepada lingkungan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan bersama demi mencapai kesejahteraan dan berbagai kemajuan. (Piet Wambrauw)
Terkait ini, Unicef menggandeng Dewan Adat Papua serta Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP).
Bersama PGGP Papua dan Papua Barat, Unicef menyusun panduan tentang budaya hidup bersih dan sehat. Hal itu masuk dalam khotbah saat ibadah mingguan.
Hal yang sama dilakukan Dewan Adat Papua. Kolaborasi keduanya melahirkan buku panduan komunikasi sanitasi total berbasis masyarakat adat.
”Kehadiran gereja harus memberikan pengaruh baik kepada lingkungan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan bersama demi mencapai kesejahteraan dan berbagai kemajuan,” ujar Ketua PGGP Jayapura Pendeta Yan Pieth Wambrauw.
Meski demikian, lanjut Reza, hal krusial tetap ada pada komitmen pemda. Pemda perlu menghadirkan payung kebijakan sehingga program sanitasi layak serta upaya promosi preventif dengan berbagai pendekatan bisa dijalankan maksimal.
Hal itu telah terbukti dengan pencapaian Biak Numfor. Di sana, Unicef telah mengadvokasi pemda sejak 2021.
Pendampingan itu membuat Pemkab Biak Numfor mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 35 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang Bersetaraan Jender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial. ”Lahirnya aturan itu menunjukkan komitmen pemerintah, terutama memastikan anggaran, khususnya dari DAK (Dana Alokasi Khusus), Otsus (Otonomi Khusus), hingga Dana Desa,” kata Reza.
Pencapaian serupa sedang diupayakan di Kota Jayapura. Sejak 2023, Pemkot Jayapura juga menyusun Peraturan Wali Kota tentang Penyelenggaraan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang Bersetaraan Jender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial. Dengan kebijakan itu, Kota Jayapura ditargetkan 100 persen stop BAB sembarangan pada Maret 2024.
”Di dalamnya ada lima pilar yang kami dorong untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter, termasuk bagaimana mengatur upaya stop BAB sembarangan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Jayapura Ni Nyoman Sri Antari.