Angkutan sungai di Kota Banjarmasin yang masih bertahan kini lebih banyak digunakan untuk pengangkutan barang.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Angkutan sungai dengan trayek reguler di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, kian ditinggalkan warga pesisir sungai. Warga beralih ke moda transportasi darat seiring terbukanya akses jalan. Angkutan sungai yang masih bertahan kini lebih banyak digunakan untuk pengangkutan barang.
Berdasarkan pantauan di Dermaga Pasar Baru dan Dermaga Pasar Lima, Kota Banjarmasin, Senin (29/1/2024), kapal yang tambat dapat dihitung dengan jari. Dermaga untuk tempat singgah kapal motor yang melayani trayek antar-kota/kabupaten dalam provinsi maupun antar-provinsi itu jauh dari hiruk-pikuk.
Di Dermaga Pasar Baru terpantau hanya dua kapal yang tambat. Satu kapal tujuan Tamban, Kabupaten Barito Kuala, Kalsel, dan satunya lagi tujuan Tamban Catur, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Sementara itu, di Dermaga Pasar Lima terpantau tiga kapal tujuan Tabunganen, Barito Kuala, yang sedang tambat.
Gusti Zulkifli (55), petugas yang menarik ongkos kapal di Dermaga Pasar Baru, menuturkan, kini tinggal dua kapal yang melayani trayek reguler di Dermaga Pasar Baru, yakni tujuan Tamban dan Tamban Catur. Kapal-kapal yang lain sudah lama tidak beroperasi karena penumpangnya sangat sedikit, terlebih pada hari-hari biasa.
”Sudah hampir tidak ada penumpang kapal sekarang ini. Kebanyakan orang sudah pakai sepeda motor atau mobil karena sudah ada jalan darat,” ujarnya.
Menurut Zulkifli, angkutan sungai pernah menjadi primadona hingga awal tahun 2000-an. Saat itu, masyarakat pesisir sungai di Barito Kuala ataupun Kapuas masih mengandalkan angkutan sungai untuk menuju Banjarmasin. Saat itu, banyak jalan dan jembatan belum dibangun.
”Sejak Jembatan Barito selesai dibangun dan diresmikan tahun 1997, akses jalan ke daerah pesisir juga mulai dibuka. Akhirnya, banyak warga tidak lagi menggunakan kapal,” katanya.
Saat ini, ongkos naik kapal dari Pasar Baru menuju Tamban ataupun Tamban Catur sebesar Rp 30.000 per orang. Ongkos ini hanya dikenakan kepada penumpang dewasa, sedangkan anak-anak tidak dikenai ongkos.
Aminah (50), warga Tamban Catur, menuturkan, ia kini sudah jarang naik kapal dari Tamban Catur ke Banjarmasin ataupun sebaliknya dari Banjarmasin ke Tamban Catur. Ia lebih sering menggunakan sepeda motor meskipun sebagian jalan yang dilewati masih rusak.
”Kali ini kami naik kapal karena membawa banyak barang. Kebetulan kami baru pulang dari acara pernikahan keluarga di Banjarmasin,” katanya.
Menurut Arif (22), juru mudi kapal trayek Pasar Baru-Tamban Catur, kapalnya masih jalan setiap hari. Dari Tamban Catur berangkat pukul 06.00, kemudian berangkat lagi dari Pasar Baru pukul 11.30.
Sudah hampir tidak ada penumpang kapal sekarang ini. Kebanyakan orang sudah pakai sepeda motor atau mobil karena sudah ada jalan darat,
Perjalanan untuk rute tersebut ditempuh dalam waktu lebih kurang 3 jam. Kapal berkapasitas 45 penumpang itu hampir tidak pernah terisi banyak penumpang pada hari-hari biasa atau hari kerja.
”Hari ini, kami cuma membawa sembilan penumpang dari Tamban Catur ke Banjarmasin. Kemudian balik dari Banjarmasin ke Tamban Catur membawa 12 penumpang,” ujarnya.
Mengangkut barang
Sailan (60), juru mudi kapal trayek Pasar Lima-Tabunganen, juga mengalami nasib serupa, bahkan lebih memprihatinkan. Ia hanya membawa empat penumpang dari Tabunganen ke Pasar Lima, kemudian pulang dari Pasar Lima ke Tabunganen hanya membawa satu penumpang.
”Sekarang ini penumpang sudah hampir tidak ada. Karena itu, ulun (saya) biasanya jalan pas bos turun belanja barang dagangan ke Banjarmasin,” katanya.
Menurut Sailan, kapalnya hanya jalan tiga kali dalam seminggu, yaitu Senin, Rabu, dan Sabtu. Saat jalan, kapalnya pun lebih banyak membawa barang daripada penumpang. ”Para pedagang di tempat kami masih banyak menggunakan kapal kalau belanja ke Banjarmasin,” ujarnya.
Suriansyah, petugas Dinas Perhubungan Kota Banjarmasin di Dermaga Pasar Baru, mengatakan, angkutan sungai yang masih beroperasi sekarang ini lebih banyak digunakan untuk mengangkut barang. Sementara untuk penumpang kapal hanya ramai saat momen tertentu, misalnya saat lebaran atau hajatan keluarga.
”Semua armada angkutan sungai yang masih beroperasi punya swasta. Pemerintah sudah tidak punya lagi armada angkutan sungai. Namun, pemerintah tetap menyediakan dermaga yang bagus untuk memfasilitasi angkutan sungai,” katanya.