Kota Banjarmasin: Denyut Perekonomian Berawal dari Tepi Sungai
Banjarmasin adalah kota tua dan bekas Kerajaan Banjar, jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebagai pintu gerbang ekonomi Kalimantan Selatan, kota ini tumbuh menjadi pusat niaga. Kota ini terkenal pula sebagai kota air, dengan sebutan “Kota Seribu Sungai”.
Kota Banjarmasin pernah menjadi ibu kota Kalimantan Selatan (Kalsel). Namun sejak pertengahan Februari 2022, Kota Banjarbaru resmi menggantikan Kota Banjarmasin sebagai ibu kota Provinsi Kalsel. Rancangan Undang-Undang pemindahan ibu kota Kalsel itu telah disepakati DPR RI dalam rapat paripurna pada Selasa (15/2/2022).
Selepas masa kemerdekaan, Kota Banjarmasin dibentuk berdasarkan UU 27/1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Perpanjangan Pembentukan Daerah Tingkat II Di Kalimantan.
Kota Banjarmasin memperingati hari jadinya setiap tanggal 24 September setiap tahunnya sebagai bagian tonggak terbentuknya Bandarmasih - sebutan untuk Banjarmasin tempo dulu. Secara resmi, kota ini didirikan pada tanggal 24 September 1526 yang menandai masa awal pemerintahan Sultan Suriansyah sebagai raja pertama Kesultanan Banjar.
Kota dengan semboyan “Kayuh Baimbai” yang artinya mendayung bersama-sama ini memiliki luas wilayah 98,46 kilometer persegi serta terdiri dari lima kecamatan dan 52 kelurahan. Saat ini, Wali Kota yang menjabat adalah Ibnu Sina berpasangan dengan Wakil Wali Kota Arifin Noor. Keduanya menjabat setelah menjadi pemenang pada Pemilihan Umum Wali Kota Banjarmasin 2020.
Sebagai pusat niaga, Banjarmasin memiliki pelabuhan besar, yakni Pelabuhan Trisakti yang berfungsi sebagai pintu gerbang arus keluar masuk barang ekspor-impor maupun barang antar pulau dan negara.
Di samping itu, Banjarmasin juga dikenal sebagai salah satu kota bersejarah penghasil intan, ruby, dan berbagai jenis permata. Kota ini terkenal pula sebagai kota air, dengan sebutan “Kota Seribu Sungai”. Kota ini tumbuh pada tepi Sungai Barito dan dibelah menjadi dua bagian oleh Sungai Martapura.
Sejarah pembentukan
Dalam buku Sejarah Kota Banjarmasin yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1986, disebutkan Banjarmasin telah dikenal sejak abad ke-16 sebagai salah satu kota dagang. Wilayah ini menjadi bertambah penting pada abad ke 17 ketika Sultan Agung dari Mataram menyerang dan menghancurkan pelabuhan-pelabuhan dagang di pantai utara Jawa.
Kawasan Banjarmasin awalnya merupakan sebuah perkampungan yang bernama Banjarmasih yang terletak di utara kota. Sebutan ini diambil dari nama salah seoarang Patih yang sangat berjasa dalam pendirian Kerajaan Banjar.
Patih Masih berasal dari Desa Oloh Masih yang dalam bahasa Ngaju berarti orang Melayu atau Kampung Orang Melayu. Desa Oloh Masih inilah yang kemudian menjadi Kampung Banjarmasih.
Patih Masih bersama dengan beberapa Patih lainnya sepakat mengangkat Pangeran Samudera menjadi Raja. Pangeran Samudera ini adalah seorang Putera Kerajaan Daha yang terbuang dan mengasingkan diri di Desa Oloh Masih.
Sejak itu terbentuklah Kerajaan Banjar. Pangeran Samudera kemudian menaklukkan Muara Bahan dan kerajaan kecil lainnya serta jalur-jalur sungai sebagai pusat perdagangan pada waktu itu.
Kemajuan Kerajaan Banjar ini mengusik kekuasaan Pangeran Tumenggung, raja Daha yang juga Paman dari Pangeran Samudera. Lalu terjadi penyerbuan dan peperangan yang berlarut-larut.
Perang ini membuat Pangeran Samudera terdesak dan meminta Kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama dan terbesar di Nusantara. Demak bersedia membantu Kerajaan Banjar, dengan syarat raja dan rakyatnya masuk Islam. Pangeran Samudera menyetujui hal tersebut.
Tentara Demak datang bersama Khatib Dayan yang kemudian mengislamkan rakyat Banjar. Sejak itu, Pangeran Samudera berganti nama menjadi Sultan Suriansyah. Lalu dengan bantuan Demak, Banjar menyerbu Daha dan mengalahkan kerajaan tersebut.
Peristiwa itu terjadi pada tanggal 24 September 1526, sehingga tanggal tersebut dijadikan sebagai momentum untuk memperingati hari kemenangan Pangeran Samudera, dan cikal bakal Kerajaan Islam Banjar.
Pada tahun 1606, VOC-Belanda pertama kali mengunjungi Banjarmasin yang saat itu masih terletak di muara Sungai Kuin. Pada masa itu, Banjarmasin menjadi pelabuhan masuk dan keluar bagi seluruh daerah aliran Sungai Barito dan merupakan pelabuhan transito untuk kapal-kapal yang datang dari Singapura dan Jawa ke pantai timur Kalimantan.
Ketika itu, Banjarmasin mempunyai pelayaran yang teratur dan langsung dengan Sampit, Kotabaru, Samarinda, Martapura, Marabahan, Negara, Amuntai, Buntok, Muara Teweh, dan Kuala Kapuas serta di luar Kalimantan dengan Surabaya dan Singapura.
Pada awal abad ke-18, kota-kota yang terkenal di Pulau Kalimantan adalah Borneo (Brunei City), Ноrmata, Marudo, Bendamarfin (Banjarmasin), dan Lava (Lawai). Pada tahun 1747, VOC-Belanda memperoleh Pulau Tatas (Banjarmasin bagian Barat) yang menjadi pusat Banjarmasin sejak saat itu hingga ditinggalkan Belanda pada tahun 1809.
Pada tahun 1812, Inggris menduduki Banjarmasin dan menyerahkannya kembali kepada Belanda tahun 1817. Daerah Banjar Lama (Kuin) dan Banjarmasin bagian timur masih tetap menjadi daerah pemerintahan pribumi di bawah Sultan Banjar yang berkedudukan di Keraton Martapura hingga diserahkan pada tanggal 14 Mei 1826.
Kemudian pada tahun 1849, Banjarmasin (Pulau Tatas) menjadi ibu kota Divisi Selatan dan Timur Borneo. Saat itu, rumah residen terletak di Kampung Amerong berhadap-hadapan dengan istana pribadi Sultan di Kampung Sungai Mesa yang dipisahkan oleh Sungai Martapura.
Pulau Tatas yang menjadi daerah hunian orang Belanda dinamakan Kotta-Blanda. Dalam Staatblaad tahun 1898 nomor 178, kota ini merupakan Onderafdeeling Banjarmasin en Ommelanden (1898-1902), yang merupakan bagian dari Afdeeling Bandjermasin en Ommelanden (Banjarmasin dan daerah sekitarnya).
Tahun 1918, Banjarmasin, ibu kota Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo mendapat Gemeente-Raad. Pada 1 Juli 1919, Deean gemeente mulai berlaku yang beranggotakan tujuh orang Eropa, empat orang Bumiputra, dan dua orang Timur Asing.
Pada tahun 1936, Ordonantie pembentukan Gouvernementen Sumatra, Borneo en de Groote-Oost (Stbld. 1936/68) ditetapkan. Borneo Barat dan Borneo Selatan-Timur menjadi daerah karesidenan. Tahun 1938, Banjarmasin ditingkatkan statusnya dengan Stads Gemeente Banjarmasin karena Banjarmasin sebagai ibu kota Gouvernemen Borneo.
Jepang menduduki Banjarmasin pada tanggal 16 Februari 1942. Di masa penjajahan Jepang, dibentuk pemerintahan pendudukan bagi Borneo dan kawasan Timur di bawah Angkatan Laut Jepang. Tanggal 17 September 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu (tentara Australia) yang memasuki Banjarmasin.
Tanggal 1 Juli 1946, HJ van Mook menerima daerah Borneo en de Groote-Oost dari tentara pendudukan Sekutu dan menyusun rencana pemerintahan federal melalui Konferensi Malino (16-22 Juli 1966) dan Konferensi Denpasar (7-24 Desember 1946). Dalam konferensi tersebut, diputuskan pembentukan empat negara bagian, yaitu Jawa, Sumatera, Borneo (Netherlands Borneo), dan Timur Besar (Negara Indonesia Timur). Namun demikian, pembentukan negara Borneo terhalang karena ditentang rakyat Banjarmasin.
Tahun 1946, Banjarmasin sebagai ibu kota Daerah Banjar menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Kotapraja Banjarmasin termasuk ke dalam daerah Banjar. Meskipun demikian, daerah Banjar tidak boleh mencampuri hak-hak dan kewajiban rumah-tangga Kotapraja Banjarmasin dalam daerahnya sendiri.
Menyusul kembalinya Indonesia ke bentuk negara kesatuan, pemerintahan di daerah juga mulai ditata. Di wilayah Kalimantan, penataan antara lain berupa pemecahan daerah Kalimantan menjadi tiga provinsi, yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan seperti tertuang dalam UU 25/1956.
Kemudian berdasarkan UU 27/1959, bagian utara dari daerah Kabupaten Kotabaru dipisahkan dan memasukkan wilayah itu ke dalam Provinsi Kalimantan Timur.
Geografis
Kota Banjarmasin terletak pada 3°15′ sampai 3°22′ Lintang Selatan dan 114°32′ Bujur Timur. Kota ini berlokasi di daerah kuala Sungai Martapura yang bermuara pada sisi timur Sungai Barito.
Secara geografis, batas wilayah Kota Banjarmasin sebelah utara dengan berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banjar, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjar.
Kota ini memiliki wilayah seluas 98,46 km² atau sekitar 0,26 persen dari luas wilayah Provinsi Kalsel. Wilayahnya merupakan delta atau kepulauan yang terdiri dari sekitar 25 pulau kecil (delta) yang dipisahkan oleh sungai-sungai di antaranya Pulau Tatas, Pulau Kelayan, Pulau Rantauan Keliling, Pulau Insan, dan lain-lain.
Secara topografis, sebagian besar wilayah Kota Banjarmasin merupakan dataran daerah berpaya-paya dan relatif datar. Pada waktu air pasang, hampir seluruh wilayah digenangi air, yang terletak pada ketinggian tempat rata-rata 0,16 meter di bawah permukaan air laut.
Kemiringan tanah antara 0,13 persen dengan susunan geologi terutama bagian bawahnya didominasi oleh lempung sisipan pasir halus dan tanah aluvial yang didominasi struktur lempung. Sedangkan batuan dasar yang terbentuk pada cekungan wilayah berasal dari batuan metaforf yang bagian permukaan ditutupi oleh kerakal, kerikil, pasir dan lempung yang mengendap pada lingkungan sungai dan rawa.
Kota Banjarmasin beriklim tropis dimana angin muson barat bertiup dari Benua Asia melewati Samudera Hindia menimbulkan musim hujan, sedangkan angin dari Benua Australia adalah angin kering yang berakibat adanya musim kemarau.
Curah hujan yang turun rata-rata per tahunnya kurang lebih 2.400 mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara 1.600-3.500 mm. Jumlah hari hujan dalam setahun kurang lebih 150 hari dengan suhu udara yang sedikit bervariasi, sekitar 26 °C.
Pemerintahan
Seperti dilansir dari laman resmi Pemerintah Kota Banjarmasin, sejarah Kota Banjarmasin membentang dari kampung Banjarmasih (Kuin Utara), Kerajaan Banjar hingga masa Kolonial Belanda dan Jepang.
Di masa Kerajaan Banjar, sultan yang pernah berkuasa mulai dari Sultan Suriansyah, Sultan Hidayatullah, Sultan Rahmatullah, Sultan Mustainbillah, Sultan Agung, Pangeran Abdullah bin Sultan Muhammadillah, hingga Pangeran Dupa.
Kemudian di zaman Belanda, Banjarmasin pernah dipimpin oleh Residen Jan van Suchtelen (1747-1752), Bernard te Lintelo (1752-1757), R. Ringholm (1757-1764), Lodewijk Willem de Lile (1760-1764), Willem Adriaan Palm (1764-1777), Piter Waalbek (1777-1784), dan Barend van der Worm (1784-1787).
Selanjutnya diteruskan oleh Alexander Hare (1812), Resident-Comissioner Inggris C. L. Hartmann, I.N. Nieuwen Huyzen (1860), Residen Belanda C.C. Tromp (mulai 11 November 1870), Pangeran Toemenggoeng Tanoe Karsa, Raden Toemenggoeng Soeria Kasoema, C.A. Kroesen (1898), dan CJ Van Kempen (1924).
Lalu mulai tahun 1919, Banjarmasin memiliki Burgemester (Wali Kota), yaitu J. De Haan (1924-1929), R. Koppenel (1929-1931), dan WG Morggeustrom (1933-1937).
Selepas kemerdekaan Indonesia, Wali Kota Banjarmasin yang pernah memimpin adalah Mansur (Walikota Kota Besar, 1945-1950), Aidin Sinaga (Walikota Kota Besar, 1950-1958), Burhan Afhani (Kepala Daerah Tingkat II, 1958-1960), H. Horman (Walikota KDH Kotapraja,1960-1965), Oh. Adenan ( Pjs Walikota KDH, 1965),
Kemudian diteruskan oleh Wali Kota M. Hanafiah (1965-1970), Riduan Iman (1971-1973), Aspul Anwar (Pjs Wali Kota, 1973-1974), Siddik Susanto (1974-1978), Kol. Kamaruddin (1978-1984), dan Kol. M. Efendi Ritonga (1984-1989).
Di masa Reformasi, Banjarmasin pernah dipimpin oleh Wali Kota Sadjoko (1989-1999), Sofyan Arfan (2000-2003), Midpai Yabani (2003-2005), Iskandar (Penjabat Walikota, April 2005-Agustus 2005), A. Yudhi Wahyuni (2005-2010), H. Muhidin (2010-2015), M. Thamrin (Penjabat Wali Kota, Agustus 2015-Januari 2016), dan Ibnu Sina (2016-2020, 2021-2026).
Secara administratif, Kota Banjarmasin terdiri dari lima kecamatan dan 52 kelurahan yang terbagi menjadi 116 Rukun Warga (RW) dan 1.569 Rukun Tetangga (RT). Adapun jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2021 sebanyak 4.969 PNS dan 65,14 persen diantaranya adalah PNS perempuan.
Politik
Peta perpolitikan di Kota Banjarmasin dalam tiga pemilihan umum (pemilu) legislatif menunjukkan dinamisnya pilihan rakyat terhadap partai politik.
Di Pemilu Legislatif 2009, Partai Demokrat mendominasi perolehan kursi di DPRD Kota Banjarmasin dengan perolehan 11 kursi. Disusul PBR dengan enam kursi serta Golkar, PAN, dan PKS sama-sama meraih lima kursi. Di urutan berikutnya, PPP dan PDI Perjuangan masing-masing meraih empat kursi. Adapun PBB, PKB, Hanura, Gerindra, dan PKPB hanya meraih satu kursi.
Di Pemilu Legislatif 2014, terdapat 11 partai politik peserta pemilu yang meraih kursi di DPRD Kota Banjarmasin. Perolehan kursi terbanyak diraih oleh Golkar dengan perolehan delapan kursi. Kemudian PKB meraih enam kursi, serta PDI-P, PPP, dan Demokrat sama-sama meraih lima kursi. Disusul PAN dan PKS masing-masing mendapatkan empat kursi serta Gerindra dan Hanura sama-sama memperoleh tiga kursi. Sedangkan PBB dan Nasdem hanya memperoleh satu kursi.
Di Pemilu Legislatif 2019, dari 45 kursi di DPRD Kota Banjarmasin, PAN meraih kursi terbanyak dengan sembilan kursi. Kemudian Gerindra dan Golkar sama-sama meraih enam kursi. Disusul PKB, PDI-P, PKS, dan Demokrat masing-masing meraih lima kursi, PPP dua kursi serta PBB dan Nasdem masing-masing memperoleh satu kursi.
Kependudukan
Kota Banjarmasin dihuni oleh 657.663 jiwa (2020), yang terdiri dari 329.423 jiwa penduduk laki-laki dan 328.240 jiwa penduduk perempuan. Dari jumlah itu, rasio jenis kelamin sebesar 100,36. Sedangkan kepadatan penduduknya 6.679/km².
Penduduk Kota Banjarmasin didominasi oleh kelompok usia produktif (15-64 tahun), yakni sebanyak 451.011 jiwa sedangkan jumlah penduduk non produktif sebanyak 206.652 jiwa dari total seluruh penduduk Kota Banjarmasin.
Rasio ketergantungan Kota Banjarmasin tahun 2020 tercatat sebesar 45,82 persen. Hal ini berarti setiap 100 orang yang berusia produktif mempunyai tanggungan sebanyak 46 orang yang belum produktif atau dianggap tidak produktif lagi.
Banjarmasin dikenal sebagai daerah yang memiliki beragam suku dan agama yang saling berbaur satu dengan yang lain sehingga membentuk panggung keragaman budaya dalam satu wadah ikatan antar suku dan agama.
Sebagai daerah yang multietnis, di Banjarmasin terdapat berbagai macam suku yang ada di Nusantara, diantaranya suku asli yang bernama Suku Banjar, Suku Jawa, Suku Madura, Suku Bukit, Suku Bugis, Suku Sunda, Suku Bakumpai, Suku Bandar, dan lain-lain.
Mayoritas penduduk di Banjarmasin bekerja di sektor perdagangan, pertanian, dan industri.
Kesejahteraan
Pembangunan manusia Kota Banjarmasin terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu. Hal itu tecermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Banjarmasin yang berada di peringkat kedua dibandingkan kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun 2021, IPM Kota Banjarmasin telah mencapai 77,57. Pencapaian IPM itu masuk kategori “tinggi”.
Dilihat komponen pembentuk IPM, angka harapan hidup tercatat selama 71,29 tahun, harapan lama sekolah selama 13,94 tahun, rata-rata lama sekolah selama 10,20 tahun, dan pengeluaran per kapita sebesar Rp 14,43 juta.
Adapun tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kota Banjarmasin pada tahun 2021 tercatat sebesar 8,47 persen. Persentase tersebut terhitung tertinggi di Kalsel.
Sementara itu, jumlah warga miskin di Banjarmasin terus bertambah dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2021, tercatat persentase penduduk miskin di Banjarmasin mencapai 4,89 persen.
Ekonomi
Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Banjarmasin pada 2021 mencapai Rp 34,57 triliun. Perekonomian Kota Banjarmasin ditopang oleh sektor industri pengolahan, perdagangan, serta jasa keuangan dan asuransi. Masing-masing sektor itu berkontribusi sebesar 17,36 persen, 12,68 persen, dan 12,28 persen terhadap total PDRB.
Sektor lain yang kontribusinya cukup besar adalah konstruksi sebesar 10 persen, transportasi dan pergudangan sebesar 9,75 persen, serta informasi dan komunikasi sebesar 6,67 persen.
Di sektor industri pengolahan, industri makanan dan minuman menjadi penyumbang terbesar. Dalam kurun 2016-2020, rata-rata per tahun sebesar 62,13 persen.
Adapun pusat industri kecil di Banjarmasin didominasi oleh industri kain sasirangan yang terdapat di Kelurahan Seberang Masjid dan Kelurahan Sungai Jingah. Kemudian industri furniture dari kayu berada di Kelurahan Alalak Tengah, industri kerupuk ikan di Kelurahan Kuin Utara, dan industri kue roko di Kelurahan Sungai Jingah.
Dikenal sebagai pusat perdagangan di Kalsel, Banjarmasin menjadi pintu keluar masuk barang. Sebagian besar berasal dari luar Banjarmasin. Pelabuhan Trisakti memegang peran penting untuk mendukung kelancaran aktivitas ekspor impor melalui laut.
Di sisi keuangan daerah, realisasi penerimaan Pemerintah Kota Banjarmasin selama tahun 2021 mencapai Rp 1,69 triliun. Kontribusi terbesar masih disumbang oleh dana perimbangan sebesar 65,15 persen, disusul pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 20,64 persen, serta pendapatan lainnya yang sah sebesar 17,23 persen.
Di sektor pariwisata, ada beragam tempat wisata di Banjarmasin. Menurut data BPS, terdapat 14 tempat wisata religi, 30 tempat wisata budaya, 19 tempat wisata kuliner, 11 tempat wisata buatan, 8 tempat wisata belanja, dan 2 agro wisata.
Beberapa tempat wisata tersebut adalah Kampung Sasirangan, Rumah Makan Soto Bang Amat yang menyajikan soto khas banjar, dan Masjid Sultan Suriansyah yang terletak di tepi Sungai Kuin, Komplek Makam Sultan Suriansyah, dan Komplek Makam Pangeran Antasari.
Kemudian terdapat pula Museum Wasaka, Kubah Surgi Mufti, Pasar Terapung Muara Kuin di muara Sungai Kuin, Pasar Terapung Lok Baintan, Taman Agro Wisata PKK Banjar Bungas, Patung Bekantan, Menara Pandang Siring, dan Taman Siring Sungai Martapura.
Untuk mendukung wisata dan kegiatan lainnya, di Kota Banjarmasin terdapat 129 usaha akomodasi, 34 di antaranya hotel berbintang dan 95 usaha hotel non bintang.