Jalan Buntu Keselamatan Keluargaku
Keluarga tempat terbaik tumbuh kembang anak, tetapi belum teraman karena predator kejahatan seksual bisa muncul di sana.
Ada ungkapan rumahku (keluargaku) surgaku. Ada penafsiran cukilan bait lagu keluarga harta paling berharga, istana paling indah, puisi paling bermakna.
Namun, bagaimana menjelaskan pemaknaan itu kepada B (13), korban kejahatan seksual kakak, ayah, dan dua pamannya di Surabaya? Bagaimana kelak menerangkan indahnya keluarga kepada anak perempuan balita (bawah lima tahun) korban pemerkosaan ayah kandung di Sidoarjo?
Kejahatan seksual itu di luar nalar, tetapi terjadi. Kasus pidana seperti ini juga bukan pertama kali terjadi di Surabaya dan Sidoarjo yang bertetangga di Jawa Timur. Bahkan, sejak Tahun Baru, menurut https://kekerasan.kemenpppa.go.id atau Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), tercatat 201 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jatim. Jumlah itu tertinggi se-Indonesia dengan data sementara 1.472 kasus sampai dengan Sabtu (27/1/2024).
Baca juga: Ironi Surabaya, Darurat Kejahatan Seksual di Kota Ramah Anak
Kejahatan keji yang menimpa B terungkap dari kecurigaan ibu sepulang rawat inap akibat stroke. Keberanian luar biasa mendorong korban dan ibu, didampingi kerabat, kemudian melapor ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya. Keempat terlapor berstatus tersangka dan ditahan, meski sang kakak ditahan terpisah karena masih anak. Korban dan ibu dalam pendampingan, pemulihan, dan penanganan di rumah aman Pemerintah Kota Surabaya.
”Kami dampingi dan bantu korban, semua korban (kejahatan seksual),” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Pemerintah kota berkomitmen mendampingi, membantu, dan mengawal korban sampai pulih bahkan dewasa dan menuntaskan pendidikan. Trauma mungkin masih akan ada, tetapi komitmen itu untuk membantu korban agar tidak suram masa depannya.
Kasus-kasus ini mengingatkan lagi pentingnya empati, penghormatan, dan pencegahan kekerasan di masyarakat. (Eri Cahyadi)
Eri terpukul karena di ibu kota Jatim yang dipimpinnya, di bulan perdana tahun ini, sudah ada empat kasus kejahatan seksual yang terungkap. Kasus-kasus itu mendorongnya untuk memberikan atensi lebih kepada 3 juta jiwa warganya yang hidup di metropolitan satu-satunya di Indonesia, yang meraih status kota layak anak utama selama enam tahun terakhir.
”Kasus-kasus ini mengingatkan lagi pentingnya empati, penghormatan, dan pencegahan kekerasan di masyarakat,” ujar Eri.
Seluruh aparaturnya didorong untuk memperkuat sosialisasi bahaya dan potensi kekerasan dalam keluarga. Pengawasan lingkungan dilakukan sebagai pencegahan. Ada rukun tetangga yang sepatutnya berfungsi mengawasi dan di saat yang tepat mencegah bahkan menyelamatkan anggota keluarga dari ancaman kekerasan atau kejahatan.
Baca juga: Belia Mangsa Pidana di Kota Layak Anak
Mitigasi
Menurut psikolog klinis Riza Wahyuni, dalam kasus yang menimpa B, amat penting untuk memastikan korban kembali merasa selamat dan aman. Selain itu, dalam kepentingan penyidikan kasus tindak pidana, korban perlu didampingi dalam pemeriksaan medis dan pemeriksaan lainnya agar tetap merasa aman dan nyaman untuk bercerita.
Menurut kriminolog Universitas Surabaya, Elfina Sahetapy, kejahatan seksual terhadap B menjadi bukti ketiadaan perlindungan terhadap anak perempuan oleh keluarga dan lingkungan. Para pelaku gagal menjamin keselamatan dan keamanan tumbuh kembang anak perempuan itu.
Elfina melanjutkan, kejahatan seksual merupakan kasus luar biasa sehingga pelaku sepatutnya dijerat dengan ancaman hukuman pidana yang berat. ”Jika ada jerat yang lebih daripada yang disangkakan, tim penyidik patut mengupayakannya,” ujarnya.
Empat pelaku kejahatan seksual terhadap B dijerat dengan pelanggaran Pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 sebagai undang-undang sebagai perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelanggaran Pasal 82 itu berkonsekuensi penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda maksimal Rp 5 miliar.
Baca juga: Kejahatan terhadap Anak di Surabaya Meningkat, Pemerintah Diminta Serius
Riza menilai, kejahatan seksual dalam keluarga dipicu banyak hal. Pengetahuan pelaku rendah sehingga tidak ada penghormatan terhadap martabat anggota keluarga. Di rumah yang kecil dan ditinggali banyak anggota keluarga, sulit untuk memastikan privasi bagi setiap orang. Perilaku hidup yang buruk dan rentan mendorong fantasi seksual menjadi hasrat dan tindakan jahat. Misalnya kecanduan alkohol, narkotika, zat aditif, pornografi, dan konten negatif atau bertendensi pidana (kejahatan).
”Bisa juga dalam diri pelaku ada tendensi pedofilia yang akan terlihat dari hasil pemeriksaan psikologi,” kata Riza. Tendensi ini mendorong pelaku melampiaskan hasrat seksual kepada orang terdekat.
Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang (Alit) Indonesia Yuliati Umrah, dari pengalaman mendampingi anak-anak korban kejahatan seksual, tindak pidana ini erat dengan relasi kuasa. Pelaku, tunggal atau jamak, memiliki otoritas, sedangkan korban tidak berdaya. Kekuasaan itu bisa karena keadaan terutama dalam sistem budaya patriarki atau dominasi lelaki di Indonesia.
Dari kasus-kasus sebelumnya, kejahatan seksual juga terjadi di lingkup ”keluarga” lainnya, yakni kampus, sekolah, asrama, bahkan pondok pesantren. Pelaku hingga korban ialah sivitas. ”Ada relasi kuasa, pelaku merasa berhak dan berkuasa, sedangkan korban tidak berdaya, tidak tahu, tidak paham, dan takut sehingga trauma,” ujar Yuliati.
Baca juga: Rumah Aman bagi Anak
Dalam keluarga, menurut Yuliati, anak jangan sekadar dianggap sebagai harta berharga yang berkonotasi benda. Keluarga menjadi merasa berhak memiliki dan menentukan hidup anak. Keluarga cenderung membangun ”benteng”, misalnya atas nama menjaga nama baik. Lingkungan sulit mengintervensi, apalagi menjangkau anggota keluarga dari potensi kekerasan atau kejahatan.
Anak adalah manusia yang harus dilindungi martabatnya sebagai manusia. Tanpa pemahaman, kesadaran, dan tindakan itu, sulit untuk menekan kejahatan.
Yang memprihatinkan, predator jahat bisa muncul dari keluarga dan kerabat atau lingkungan sosial terdekat. Di sisi lain, tidak ada tempat terbaik selain keluarga untuk tumbuh kembang anak. Tempat terbaik ternyata bukan yang teraman.