Pemerintah Mulai Bangun Rumah Contoh Relokasi di Rempang
Empat rumah contoh relokasi akan dibangun di Rempang. Warga tetap menolak penggusuran proyek PSN Rempang Eco City.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pemerintah akan membangun empat rumah contoh relokasi bagi warga yang terdampak Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City, Batam, Kepulauan Riau. Sebagian besar warga di Pulau Rempang tetap menolak penggusuran.
Lewat pernyataan tertulis, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Muhammad Rudi, Selasa (9/1/2024), mengatakan, rumah contoh akan dibangun di Kampung Tanjung Banun, Pulau Rempang. Hunian yang ditawarkan kepada warga adalah rumah tipe 45 dengan lahan seluas 500 meter persegi.
”Peletakan batu pertama (pembangunan rumah contoh) akan dilaksanakan pada Rabu (10/1/2024),” kata Rudi.
Ada lima kampung di Rempang yang lahannya bakal digunakan untuk pembangunan tahap pertama Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Lima kampung itu adalah Pasir Panjang, Belongkeng, Pasir Merah, Sembulang Tanjung, dan Sembulang Hulu.
Saat rapat di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jakarta pada 26 September 2023, Rudi memaparkan pembangunan tahap pertama PSN Rempang Eco City membutuhkan lahan seluas 2.350 hektar. Ada 961 keluarga yang harus direlokasi ke Tanjung Banun.
Selagi menunggu proses pembangunan rumah relokasi, warga diberikan opsi untuk tinggal di rumah singgah yang disediakan BP Batam atau menerima uang sewa Rp 1,2 juta per keluarga. Selain itu, warga juga diberi uang tunggu Rp 1,2 juta per kepala.
Sebelumnya, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Nusron Wahid, mengatakan, pembangunan PSN di Rempang harus dilakukan secara humanis. Pemerintah didesak membangun dulu rumah relokasi, baru meminta warga untuk pindah.
”Pembangunan itu untuk manusia, bukan manusia untuk pembangunan. Artinya, manusianya dulu diurus, ditempatkan yang baik dan dicarikan tempat yang sesuai. Itu dulu diselesaikan, baru kemudian membuat rencana investasi,” ucap Nusron (Kompas, 10/10/2023).
Menanggapi pembangunan rumah contoh relokasi di Tanjung Banun, sejumlah warga Rempang menyatakan tetap menolak rencana penggusuran. Pemerintah dinilai tidak mendengarkan aspirasi warga yang tegas menolak penggusuran sejak pertengahan 2023.
Warga Pasir Panjang, Didi (54), mengatakan, ia dan keluarga akan tetap bertahan sampai akhir. Apa pun tawaran yang diberikan pemerintah, mereka akan tetap bertahan di kampung itu.
”Banyak warga yang sudah pindah ke rumah singgah saja belakangan diam-diam pulang ke kampung. Itu tandanya tempat baru tidak nyaman,” ujar Didi.
Adapun warga Sembulang Hulu, Wadi (50), menyatakan, belum ada satu pun warga di kampung itu yang bersedia direlokasi. Ia berharap pemerintah tidak lagi memaksa warga untuk meninggalkan kampung.
”Turun-temurun kami tinggal di Sembulang Hulu, kami akan bertahan,” ucap Wadi.
Menurut Peneliti Sajogyo Institute Eko Cahyono, dalam soal Rempang, pemerintah menyederhanakan hubungan masyarakat dengan tanahnya semata hanya bersifat ekonomistik. Dengan cara pandang itu, persoalan memindahkan manusia dianggap bisa diselesaikan dengan sekadar ganti rugi.
Banyak warga yang sudah pindah ke rumah singgah saja belakangan diam-diam pulang ke kampung. Itu tandanya tempat baru tidak nyaman.
Padahal, menurut Eko, hubungan manusia dengan tanah memiliki lapisan sosial, ekonomi, ekologi, bahkan spiritual. Penggusuran warga Rempang akan membuat orang-orang tercerabut dari identitas yang telah dibangun selama ratusan tahun(Kompas, 25/10/2023).