Berulang, Kematian akibat Minuman Oplosan di Surabaya
Kasus kematian akibat minuman oplosan terjadi berulang di Surabaya meski sudah ada sosialisasi bahaya mengonsumsinya.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Peredaran dan penyalahgunaan minuman oplosan berakibat mematikan terus berulang di Surabaya, Jawa Timur. Dalam dua pekan, enam korban tewas setelah menenggaknya.
Kejadian terkini, minuman oplosan merenggut nyawa dua mahasiswa dan satu alumnus Universitas Narotama di Surabaya Timur. Korban pertama berinisial OKM, mahasiswa program studi S-1 Manajemen angkatan 2021. Selain itu, WAA, mahasiswa nonaktif dari angkatan 2017. Korban ketiga, RAM, alumnus kampus itu. Ketiganya tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Musik Narotama Surabaya.
Ketiga pemuda meninggal dalam waktu berlainan setelah mengonsumsi minuman oplosan di suatu kedai dekat kampus di Sukolilo, Surabaya Timur, Kamis (4/1/2024). ”Kegiatan mereka (mengonsumsi minuman oplosan) berada di luar kampus dan tidak berkaitan dengan aktivitas akademik atau UKM,” kata Evi Retno Wulan dari Hubungan Masyarakat Universitas Narotama, Senin (8/1/2024), Senin (8/1/2024).
Informasi yang diterima oleh kampus menyebutkan, yang terlebih dahulu meninggal ialah WAA di Bojonegoro pada Jumat pagi atau sehari setelah mengonsumsi minuman oplosan itu. OKM menyusul beberapa jam kemudian meninggal di Surabaya. RAM yang sempat melayat ke kediaman WAA ternyata tumbang dan diketahui meninggal pada Sabtu (6/1/2024) selepas pukul 22.00.
Evi melanjutkan, seluruh sivitas kampus berduka dan menyampaikan belasungkawa atas kematian tiga mahasiswa itu. Kampus menyesalkan peristiwa ada sivitasnya yang mengonsumsi minuman oplosan dan berakibat fatal. Di sisi lain, para individu yang minum-minum sudah dewasa dan sulit bagi kampus untuk mengawasi aktivitas mereka, apalagi di luar kompleks perguruan tinggi swasta tersebut.
Para dosen, lanjut Evi, termasuk dirinya yang mengajar mata kuliah Hukum, dalam perkuliahan mengimbau mahasiswa dan mahasiswi tidak menyalahgunakan konsumsi minuman beralkohol, apalagi napza (narkotika, psikotropika, zat adiktif). Sebab, penyalahgunaan kedua barang itu berbahaya bagi keselamatan jiwa dan melanggar hukum atau merupakan kejahatan.
”Kampus selalu mengimbau agar mahasiswa menghindari dan tidak terlibat kegiatan yang negatif,” ujar Evi.
Kepala Kepolisian Sektor Sukolilo Komisaris I Made Patera Negara mengatakan, tim penyidik sedang menyelidiki informasi kematian tiga mahasiswa Universitas Narotama itu. Tim mengumpulkan berbagai informasi, antara lain rekaman video yang diduga berisi aktivitas ketiga korban mengonsumsi minuman oplosan di suatu kedai di Sukolilo.
”Kami juga memeriksa pengelola kedai,” kata Made Patera. Namun, tim penyidik kesulitan untuk melanjutkan langkah hukum karena tidak ada laporan dugaan kejahatan yang dibuat oleh keluarga atau orang lain. Selain itu, belum ada permintaan dan atau persetujuan otopsi dari keluarga. Mereka telah memakamkan ketiga korban.
Senada diutarakan oleh Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya Ajun Komisaris Besar Hendro Sukmono. Belum adanya laporan dan persetujuan dari keluarga untuk otopsi akan menyulitkan tim penyidik dalam menyelidiki unsur tindak pidana dalam peristiwa kematian ketiga mahasiswa Universitas Narotama itu.
”Keluarga sudah membuat surat pernyataan agar jenazah korban tidak diotopsi,” kata Hendro.
Sebelumnya, pekan terakhir 2023, minuman oplosan mengakibatkan kematian dua musisi grup Ogie and Friends dan seorang teknisi audio yang berpesta di bar hotel bintang lima. Di pekan awal 2024 ini, kembali minuman oplosan merenggut nyawa dengan korban tiga mahasiswa kampus swasta.
Kasus ini masih dalam penanganan tim penyidik dan telah menahan seorang tersangka, yakni pramutama bar hotel mewah bernama Arnold Zadrach Sitaniya (27). Arnold disangka mencampur minuman oplosan dengan larutan berbahaya, yakni metanol yang dikonsumsi anggota band Ogie and Friends dan teknisi audio pada Jumat (22/12/2023) sehingga mengakibatkan kematian tiga orang.
Di Surabaya, kasus minuman oplosan yang merenggut nyawa telah berkali-kali terjadi. Pada Juli 2022, Kompas memberitakan kematian lima orang akibat konsumsi minuman oplosan. Padahal, sosialisasi bahaya minuman oplosan sudah digaungkan oleh pemerintah, Polri dan aparatur, serta pemuka agama dan masyarakat. Praktik mengoplos minuman, apalagi dengan bahan kimia, harus dihindari karena membahayakan keselamatan nyawa.
Jangan-jangan, juga ada dorongan nekat dan berani memperlihatkan perlawanan terhadap subkultur atau pranata sosial mainstream (arus utama) dengan pesta oplosan.
Bagong Suyanto, Mahaguru Sosiologi dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, merasa prihatin karena konsumsi minuman oplosan yang membahayakan nyawa masih dan terus terjadi. Perilaku menyimpang itu seolah telah menjadi kebiasaan masyarakat dengan subkultur marjinal yang berkekurangan secara ekonomi, sosial, dan psikologi.
Rata-rata, korban meninggal karena mengonsumsi minuman oplosan dalam usia muda sebelum 40 tahun. Menurut Bagong, ada dorongan psikologis yang membuat para korban mungkin berpandangan bahwa mengonsumsi minuman oplosan bisa menunjukkan keberanian dan bahkan kenekatan.
”Jangan-jangan, juga ada dorongan nekat dan berani memperlihatkan perlawanan terhadap subkultur atau pranata sosial mainstream (arus utama) dengan pesta oplosan,” katanya.