Miras Oplosan Kembali Makan Korban, Lima Tewas di Surabaya
Sebanyak lima orang tewas dan tiga lainnya dirawat di rumah sakit setelah meminum miras oplosan di Surabaya. Kasus ini menunjukkan, meski sudah sering jatuh korban, tradisi mengonsumsi miras oplosan terus bertahan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Polisi menunjukkan 750 botol minuman keras oplosan hasil penyitaan dalam konferensi pers di Markas Polda Sumatera Selatan, Palembang, Kamis (27/5/2022). Lima orang meninggal di Surabaya akibat mengonsumsi minuman jenis ini.
SURABAYA, KOMPAS — Sebanyak lima orang meninggal dan tiga lainnya masuk rumah sakit setelah mengonsumsi minuman keras oplosan di Surabaya, Jawa Timur. Kasus ini menunjukkan, meski sudah sering memakan korban, miras oplosan masih terus dikonsumsi oleh sebagian kalangan.
”Yang dikonsumsi bukan sekadar minuman beralkohol, melainkan ditambah bahan yang berbahaya, yakni losion antinyamuk yang menimbulkan kerusakan pada organ tubuh termasuk otak,” kata Kepala Polrestabes Surabaya Komisaris Besar Akhmad Yusep Gunawan, Minggu (17/7/2022).
Sebanyak delapan orang yang menjadi korban itu diketahui mengonsumsi miras oplosan di sebuah rumah di Jalan Bronggalan Sawah, Kecamatan Tambaksari, Surabaya, pada 9-10 Juli 2022. Mereka mengonsumi minuman oplosan yang terdiri dari campuran bir, arak, dan ditambahi losion antinyamuk.
Berdasarkan data kepolisian, peristiwa itu mengakibatkan lima orang meninggal, yakni Sutiyo, Suparlan, Suryadi, Arif Efendi, dan Ari Subagio. Mereka meninggal setelah sempat dirawat di rumah sakit.
Sejumlah warga menyaksikan pemusnahan puluhan ribu botol minuman oplosan dan minuman keras berbagai merek di Alun-alun Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (19/4/2018).
Sementara itu, tiga orang lainnya masih dalam perawatan, yakni Suyitna, Rizky Kurniawan, dan Yusron. Di sela perawatan tersebut, ketiga korban yang masih hidup sempat ditemui oleh tim penyidik kepolisian untuk diperiksa.
Menurut Yusep, setelah terjadinya peristiwa pesta minuman oplosan itu, aparat dari berbagai instansi akan meningkatkan upaya pengawasan terhadap peredaran miras. Di sisi lain, para pengurus RT/RW, tokoh masyarakat, dan tokoh agama diharapkan terus mengedukasi warga agar tidak tergiur mengonsumsi miras oplosan.
Yusep memaparkan, peristiwa tersebut juga harus menjadi peringatan bagi masyarakat agar berhati-hati saat mengonsumsi makanan dan minuman. Praktik mengoplos miras, apalagi dengan bahan kimia, harus dihindari karena bisa membahayakan keselamatan nyawa.
”Kami akan mengintensifkan patroli ke tempat-tempat penjualan minuman yang diduga oplosan agar untuk menjamin keamanan konsumen,” kata Yusep.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Tersangka pengoplos minuman keras (berkerudung) memperagakan cara meracik minuman keras oplosan di Kantor Kepolisian Sektor Mlati, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (10/2).
Sulit tetapkan tersangka
Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Tambaksari Inspektur Satu Agus Suprayogi menambahkan, petugas telah menggeledah kediaman Ari Subagio di Jalan Bronggalan Sawah. Ari merupakan salah satu korban meninggal yang diduga menjadi pemasok minuman dalam peristiwa itu.
Dari rumah Ari, tim penyidik menyita minuman oplosan dalam botol dan jeriken. Selama beberapa waktu terakhir, Ari diketahui memproduksi minuman oplosan dan tidak berizin.
”Kasus masih dalam penyelidikan tetapi sulit untuk menetapkan tersangka karena pihak yang disangka turut menjadi korban dan meninggal,” kata Suprayogi.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan, peristiwa tersebut sangat memprihatinkan karena masih ada orang yang mengonsumsi miras oplosan meski sudah banyak korban yang berjatuhan. Dia menilai, konsumsi miras oplosan itu berkait dengan kebiasaan sebagian kelompok masyarakat.
”Berkaitan dengan subkultur (warga) marjinal yang sok jagoan,” kata Bagong yang merupakan Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Airlangga.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Edi Sulistia (28) duduk di rumahnya di Desa Sinduadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (10/2). Pria tersebut kehilangan penglihatannya akibat meminum minuman keras oplosan.
Bagong menilai, ada dorongan psikologis yang membuat para korban mungkin berpandangan bahwa mengonsumsi miras oplosan bisa menunjukkan keberanian dan bahkan kenekatan. Apalagi, para korban miras oplosan di Surabaya itu masih relatif muda karena berusia di bawah 40 tahun.
Bagong menyebutkan, bagi sebagian orang, mengonsumsi miras oplosan bisa jadi juga menunjukkan upaya perlawanan terhadap subkultur atau pranata sosial yang ada di masyarakat. ”Tidak mau kalah, nekat, dan berani melawan subkultur mainstream (arus utama),” ujarnya.