Butuh Respons Matang untuk Hadapi Gempa Sumedang
Gempa Sumedang mengingatkan pentingnya mitigasi. Meski gempa tidak terlalu besar, dampaknya tetap saja menghancurkan .
Guncangan gempa dangkal mengentak sebagian warga di Jawa Barat, terutama di Kabupaten Sumedang, saat malam pergantian tahun 2023-2024. Sukacita berubah menjadi kepanikan saat gempa berulang kali terjadi. Meski kekuatan gempa tidak terlalu besar, dampaknya tetap saja akan menghancurkan.
Owin (48), warga Kecamatan Cimalaka, Sumedang, tidak bisa tidur tenang dalam dua hari terakhir. Tubuhnya lelah, tapi matanya enggan terpejam.
Getaran gempa dangkal yang terjadi pada Senin (1/1/2024) malam masih membuatnya trauma. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyebutkan gempa berkekuatan magnitudo 4,5 dengan pusat gempa di kedalaman 10 kilometer.
Hingga Selasa (2/1/2024), ia masih belum bisa melupakan kepanikan banyak penghuni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumedang saat digoyang gempa pada Minggu malam. Banyak orang berebut ingin segera keluar gedung RSUD.
Owin yang malam itu tengah menemani bibinya dirawat inap mengaku menjadi bagian dari kepanikan itu. Bahkan, bibinya yang berumur 65 tahun dan awalnya terbaring lemas tiba-tiba bangun sendiri dan keluar bangunan RSUD tanpa dibantu. Tidak ada sandal atau sepatu melekat di kakinya.
Secuil kabar baiknya, Desember tahun 2023 terjadi anomali cuaca. Tidak ada hujan di langit Sumedang seakan memuluskan keinginan warga memilih dirawat di tenda darurat di halaman ketimbang di ruangan RSUD.
”Sebenarnya saya khawatir membawa bibi dirawat di RSUD karena malam sebelumnya sudah ada gempa dan pasien dirawat di luar. Tetapi, beliau harus dirujuk ke rumah sakit karena kondisinya sedang turun akibat asam lambung. Ternyata, kami merasakan juga gempa malam kemarin,” ujarnya.
Baca juga : Harapan Penyintas Gempa Cianjur Menata Hidup dari Tenda Usang
Tahan gempa
Gempa M 4,5 itu hanya satu dari serangkaian gempa yang melanda Sumedang. Sebelumnya pada Minggu (31/12/2023), gempa pertama berkekuatan M 4,1 terjadi pukul 14.35 dengan kedalaman 7 kilometer. Selanjutnya, ada gempa M 3,4 terjadi pukul 15.38 di kedalaman 6 km.
Sementara gempa ketiga terjadi pukul 20.34 dengan kekuatan M 4,8. Lokasi pusat gempa di kedalaman 5 km itu berada sekitar 2 km dari pusat Kabupaten Sumedang. Tidak berhenti di situ, gempa berkekuatan M 2,7 kembali mengguncang Sumedang pada Selasa. Kali ini, pusat gempa berada pada jarak 8 km tenggara pusat Kabupaten Sumedang dengan kedalaman 10 km.
”Gempa-gempa itu saya dan keluarga ketakutan. Mudah-mudahan saja tidak ada gempa susulan,” ujarnya pasrah.
Selasa siang itu Owin yang cemas tidak sendirian. Ada 38 pasien yang masih bertahan di tenda darurat di halaman RSUD Sumedang hingga Selasa siang. Jaminan dari Penjabat Bupati Sumedang Herman Suryatman yang menyebut bangunan RSUD Sumedang masih aman belum meredakan kecemasan itu.
Rumah ini saya bangun sendiri pelan-pelan selama setahun. Batu batanya saya susun satu per satu, saya pikul sendiri. Ternyata dalam semalam langsung hancur karena gempa.
Herman tidak ingin memaksa para pasien yang masih khawatir. Ia maklum. Dia tetap menjamin pelayanan kesehatan akan diberikan sebaik mungkin.
”Terkait warga terdampak langsung gempa, 10 orang sudah pulang. Hanya seorang yang harus dirujuk ke RS Sentosa Bandung,” katanya.
Kini, kata Herman, pihaknya fokus pada warga terdampak lainnya. Sejak Senin hingga tujuh hari ke depan ditetapkan status tanggap darurat. Nasib 548 orang dan 1.004 rumah terdampak di delapan kecamatan akan mendapat perhatian.
Daerah yang terdampak adalah Kecamatan Sumedang Utara, Sumedang Selatan, Cimalaka, Ganeas, Cisarua, Tanjungkerta, Tanjungmedar, dan Kecamatan Rancakalong. Di daerah-daerah itu tercatat 808 rumah rusak ringan, rusak sedang sejumlah 93, serta rusak berat sejumlah 103.
”Rumah rusak akan kami verifikasi bersama petugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Verifikasi akan dilakukan secara akuntabel dan secepatnya sehingga masyarakat tidak perlu khawatir,” ujarnya.
Baca juga : Tajam Pena Membayar Rindu Sanitasi Pengungsi Gempa Cianjur
Akan tetapi, seperti Owin yang cemas di rumah sakit, mereka yang mengungsi juga tidur tidak tenang. Apep Winarya (57), misalnya, masih tidak habis pikir kenapa rumah yang dibangun sejak lama bisa hancur dalam sekejap. Pada Selasa, warga Kelurahan Cipameungpeuk, Kecamatan Sumedang Selatan, ini hanya bisa menatap kosong rumahnya yang ambruk.
”Rumah ini saya bangun sendiri pelan-pelan selama setahun. Batu batanya saya susun satu per satu, saya pikul sendiri. Ternyata dalam semalam langsung hancur karena gempa,” kata Apep pelan.
Membangun rumahnya sendiri, Apep mengakui tidak menggunakan kaidah bangunan ramah gempa. Dia tidak tahu ilmu itu.
Karena itu, saat mengetahui akan mendapatkan bantuan untuk membangun kembali, dia berharap nantinya tempat bernaung itu tahan dari guncangan gempa.
”Sekarang rumah tidak bisa ditempati. Kami sekeluarga menumpang di rumah saudara,” katanya.
Terkait itu, Kepala BNPB Letnan Jenderal Suharyanto akan mendampingi korban gempa membangun rumah. Rumah yang terdampak akan dikelompokkan sesuai tingkat kerusakan dan akan diberikan arahan untuk membangun dengan kaidah rumah tahan gempa.
”Kami akan memberikan pendampingan untuk pembangunan rumah yang tahan gempa nantinya,” papar Suharyanto.
Baca juga : Puskesmas Terbaik untuk Penyintas Gempa Cianjur
Daerah rawan
Bangunan tahan gempa tidak boleh ditawar lagi di delapan kecamatan terdampak. Data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), gempa diperkirakan terjadi karena aktivitas Sesar Cileunyi-Tanjungsari.
Patahan ini membentang dari selatan Desa Tanjungsari, Sumedang, menerus ke timur laut hingga lembah Sungai Cipeles, Sumedang, dengan laju geser berkisar antara 0,19-0,48 milimeter per tahun. Badan Geologi juga mencatat, aktivitas tektonik di daerah ini juga sempat berdampak gempa bumi yang merusak di tahun 1972.
Kepala PVMBG Hendra Gunawan mengatakan, sebaran penduduk yang terlanda guncangan gempa bumi kali ini terletak pada kawasan rawan bencana (KRB) menengah-tinggi. Oleh karena itu, bangunan yang kelak dibangun harus menggunakan konstruksi tahan gempa dan dilengkapi alur evakuasi. Mitigasi berupa pemahaman warga tinggal di daerah rawan hingga hal teknis meminimalkan gempa harus terus diberikan guna mencegah hal buruk terulang.
Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung Irwan Meilano mengatakan, kekuatan gempa tidak terlalu besar, tetapi dapat menimbulkan dampak kerusakan signifikan. Selain itu, karakteristik lapisan tanah di Jabar yang mempunyai berbagai produk vulkanik dapat meningkatkan efek guncangan gempa.
”Kondisi geografis wilayah di Sumedang dan sekitarnya yang memiliki banyak penduduk dan telah dipadati bangunan. Hal ini dapat berpotensi menimbulkan banyak kerusakan saat terjadi bencana,” ucap Irwan.
Gempa menjadi bencana alam yang sulit diprediksi. Datang tiba-tiba dan menghancurkan apa saja yang tidak siap menerima getarannya. Namun, bukan berarti dampaknya tidak bisa diminimalkan. Respons matang sebagian warga Jepang yang pada saat bersamaan diguncang gempa hingga M 7,4, sudah seharusnya dimiliki penduduk negeri ini.
Baca juga : Sumedang Berstatus Tanggap Darurat, Kerusakan akibat Gempa Didata