Sumedang Berstatus Tanggap Darurat, Kerusakan akibat Gempa Didata
Seusai gempa bumi pada Minggu (31/12/2023), status tanggap darurat bencana ditetapkan di Kabupaten Sumedang. Pendataan kerusakan akibat gempa masih dilakukan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
SUMEDANG, KOMPAS — Pemerintah menetapkan status tanggap darurat bencana di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, setelah terjadi gempa bumi pada Minggu (31/12/2023). Tidak ada laporan korban jiwa akibat gempa tersebut, tetapi ratusan rumah dilaporkan rusak. Pendataan kerusakan masih dilakukan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Suharyanto, Senin (1/1/2024), di Sumedang, menyatakan, penetapan status tanggap darurat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sumedang selama tujuh hari ke depan. BNPB pun siap membantu penanganan bencana di Sumedang secara komprehensif.
”Status tanggap darurat ini artinya pemerintah pusat lewat BNPB akan mengerahkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk penanganan bencana,” ujar Suharyanto.
Sebelumnya, serangkaian gempa mengguncang sebagian wilayah Sumedang, Minggu kemarin. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa pertama dengan magnitudo 4,1 terjadi pukul 14.35. Pusat gempa itu berjarak 1 kilometer (km) sisi timur laut Sumedang dengan kedalaman 7 km.
Pada pukul 15.38, terjadi gempa kedua berkekuatan M 3,4. Lokasinya berjarak 3 km timur laut Sumedang dengan kedalaman gempa 6 km. Gempa ketiga terjadi pukul 20.34 dengan kekuatan M 4,8. Lokasi pusat gempa di kedalaman 5 km itu berada sekitar 2 km timur laut dari Sumedang.
Gempa kembali terasa dengan kekuatan M 4,5 pada Senin pukul 20.46. Pusat gempa berada 4 km utara Sumedang dengan kedalaman 10 km.
Ratusan rumah rusak akibat gempa-gempa ini. Bahkan, para pasien Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumedang berhamburan keluar setelah terjadinya gempa tersebut.
Hingga Senin pagi, 108 pasien dirawat di halaman depan RSUD Sumedang, sedangkan 45 pasien lainnya dirawat di halaman belakang. Pasien mulai berangsur dibawa kembali ke ruang perawatan pada Senin sekitar pukul 15.30 setelah pemerintah memastikan bangunan rumah sakit masih bisa digunakan.
”Pak Presiden langsung memerintahkan saya untuk segera ke sini,” kata Suharyanto.
Suharyanto memaparkan, dukungan penanganan bencana di Sumedang dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari operasional hingga pendampingan terhadap pendataan rumah-rumah yang mengalami kerusakan. Dia menyebut, berdasarkan data sementara, setidaknya ada 188 rumah yang rusak.
Jumlah rumah yang rusak masih mungkin bertambah karena pendataan masih berlangsung. Selain itu, petugas juga akan mengelompokkan rumah-rumah yang rusak sesuai dengan tingkat kerusakannya.
Menurut Suharyanto, pengelompokan itu menjadi landasan untuk memberikan bantuan kepada korban sesuai tingkat kerusakan. Dia menuturkan, rumah yang rusak berat akan mendapat bantuan hingga Rp 60 juta, rumah rusak sedang mendapat Rp 30 juta, dan rusak ringan Rp 15 juta.
Suharyanto mengatakan, bantuan itu digunakan untuk membangun kembali rumah yang rusak akibat gempa. Pemerintah juga akan mendampingi proses pembangunan kembali itu untuk memastikan penggunaan konstruksi tahan gempa.
”Kami akan langsung mendata bersama-sama, tidak menunggu tanggap darurat selesai. Diharapkan, dalam tujuh hari rumah-rumah yang rusak sudah dikelompokkan. Kerusakan tidak hanya dari yang terlihat visual, tetapi dengan ketentuan pemerintah,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung Teguh Rahayu meminta masyarakat Sumedang dan sekitarnya tetap waspada dengan potensi gempa susulan. Bangunan dengan konstruksi yang mengalami kerusakan akibat gempa sebaiknya dihindari agar tidak ada korban jiwa.
”Masyarakat tetap meningkatkan kewaspadaan, terutama satu minggu ke depan, karena gempa susulan tidak bisa diprediksi. Untuk sesar (penyebab gempa), ini perlu kajian ulang. Saat ini petugas mengambil data sehingga bisa kami justifikasi secepatnya,” ujar Teguh.
Status tanggap darurat ini artinya pemerintah pusat lewat BNPB akan mengerahkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk penanganan bencana.
Wati (41), keluarga salah satu pasien di RSUD Sumedang, mengaku masih ragu untuk kembali memasukkan anak laki-lakinya ke rumah sakit. Namun, karena sudah ada kepastian bangunan rumah sakit masih aman, dia akhirnya mengikuti arahan dari petugas.
Saat gempa terjadi, Wati tengah menunggu anaknya yang dirawat karena menderita demam berdarah. Dia terpaksa membopong anaknya yang berumur 12 tahun itu bersama seorang perawat lainnya.
”Waktu itu suami saya sedang berada di rumah. Setelah gempa terjadi, saya semalaman tidak bisa tidur. Saya ingin membawa anak kembali ke rumah, tetapi kondisinya butuh perawatan intensif,” ujarnya.