Penyintas gempa Cianjur lainnya tentu terus menanti kepedulian banyak pihak datang. Semua menjadi energi untuk menuntaskan banyak rindu yang hilang demi hidup lebih baik kelak.
Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
·7 menit baca
KOMPAS/CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Penyintas gempa asal Sindangpalay, Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, mencoba sarana air bersih di unit sanitasi yang dibangun Gerakan Pasti dan mitranya, Jumat (6/1/2023). Keberadaan toilet ini terinspirasi dari pemberitaan di harian Kompas tentang keterbatasan akses sanitasi bagi penyintas gempa Cianjur.
Jumat (6/1/2022), Ema Agustina (32) akhirnya melangkahkan kakinya masuk ke kamar mandi yang baru selesai dibangun di Kampung Sindangpalay, Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat. Tidak berniat membersihkan diri, penyintas gempa Cianjur ini hanya ingin menuntaskan rindu menginjak dinginnya lantai kamar mandi yang nyaman.
Ema mengatakan, gempa berkekuatan Magnitudo 5,6 menghancurkan rumahnya pada Senin, 21 November 2022. Sejak itu, ia dan penyintas lainnya terpaksa beraktivitas mandi, cuci, dan kakus (MCK) di mana saja. Pernah di pinggir sungai sampai di tepi sawah. Dia menyebut tidak punya pilihan meski enggan melakukannya.
”Sekarang, dengan kamar mandi ini, saya bisa mandi dengan tenang tanpa harus takut akan terganggu orang lain. Airnya juga bersih karena memanfaatkan air tanah bukan air selokan kotor lagi. Rindu ini terbayarkan sekarang,” kata Ema, satu dari 114.683 penyintas gempa Cianjur.
Ema punya pengalaman pahit saat mengandalkan air selokan untuk MCK. Bukannya mendapat air bersih, dia justru ketiban sial.
”Ternyata, air selokan itu sudah digunakan terlebih dahulu untuk MCK oleh penyintas lain di hulu. Akibatnya, air yang sampai ke kami seringkali sudah tercemar kotoran manusia,” kata Ema, yang hingga kini masih tinggal dalam terpal yang pengap dan lembab bersama suami dan anaknya.
Meski tidak fatal, dampaknya tetap mengintai. Mimin (50), warga Sindangpalay, misalnya, menceritakan anaknya, Najla Jamila (11), kerap gatal-gatal. ”Ketika malam, gatal ini semakin parah. Najla bahkan menggaruknya hingga berdarah,” kata Mimin.
Kisah Mimin itu dituliskan wartawan Kompas dan menjadi bagian dalam berita berjudul ”Korban Gempa Darurat Air dan Sanitasi Bersih”. Berita utama itu terpampang di halaman 1 yang terbit pada Minggu, 27 November 2022.
Selain keresahan warga Sindangpalay, terekam juga kesulitan penyintas dari daerah lain mendapat air bersih. Tertulis juga tingginya angka kesakitan warga seperti gatal hingga diare akibat akses sanitasi yang tidak ideal.
Suasana pagi di pengungsian kumbung di Sindangpalay, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Minggu (27/11/2022). Meski sederhana, warga masih menjaga erat keguyuban bersama.
Tangapan pembaca atas berita itu sangat besar. Ketua Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla mengerahkan armada truk tangki air bersih ke banyak titik pengungsian di Cianjur. Hingga Jumat siang, distribusi air bersih itu masih dilakukan di banyak titik pengungsian.
”Setelah mendengar kabar gempa bumi Cianjur, kami sudah ingin segera membantu. Namun, belum mendapatkan jalan yang tepat. Hingga akhirnya, semua muncul lewat berita di Kompas. Pena wartawan begitu tajam sehingga sukses membuka jalan kemanusiaan,” kata Sekretaris Jenderal Gerakan Pasti Variati Johan di Cianjur, Jumat.
Setelah survei lapangan dan didukung penyintas, misi kemanusiaan Gerakan Pasti itu pun digelar. Melibatkan arsitek profesional, dua toilet dan dua kamar mandi mulai dirancang awal Desember 2022. Masing-masing bilik berukuran 1,46 x 1,46 meter.
Akan tetapi, unit itu disebut lebih dari sekadar sarana sanitasi biasa. Variati menyebut, tempat itu dibuat mempertimbangkan karakteristik kawasan dan dukungan bagi lingkungan berkelanjutan.
Atap dan dinding, misalnya, menggunakan alderon, atap gelombang berongga berbahan material ringan dan tahan terhadap panas dan air. Keunggulan itu cocok untuk meredam dampak bila terjadi gempa lain di kemudian hari.
Dalam kamar mandi juga tidak disediakan bak penampungan. Sebagai gantinya, terpasang shower demi menghemat penggunaan air. Dilengkapi tiga bak septic tank yang dibubuhi bakteri pengurai tinja, air aktivitas MCK itu aman dibuang ke sungai tanpa mencemari lingkungan.
Ketua Umum Gerakan Pasti Siti Adiningsih Adiwoso mengatakan, selain meringankan beban penyintas gempa, dia berharap toilet dan kamar mandi itu bisa menjadi model ideal untuk sarana serupa kelak. Selain ramah lingkungan dan berpotensi mendukung perubahan pola pikir hidup sehat warga, toilet ini juga tidak memerlukan biaya tinggi.
”Biaya sekitar Rp 30 juta untuk dua toilet dan dua kamar mandi,” kata Variati menambahkan informasi yang disampaikan Siti Adining.
Toilet yang dibangun Gerakan Pasti dan mitranya berdiri di Sindangpalay, Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, Jumat (6/1/2023). Sarana itu dibuat setelah harian Kompas memberitakan kondisi penyintas gempa di daerah itu pada akhir November 2022.
Joko Winarna (50), warga Sindangpalay, terkejut mendengar biaya yang dikeluarkan untuk membuat empat bilik sanitasi itu. Jumlahnya lebih kecil ketimbang tempat MCK yang dibangun mitra Pemerintah Kabupaten Cianjur pada Juli 2022. Letak bangunan itu hanya beberapa meter dari toilet dan kamar mandi anyar itu.
Dari keterangan yang masih terpasang di dinding temboknya, biaya pembangunan satu kamar mandi itu mencapai Rp 47,8 juta. Waktu pembuatannya selama 60 hari kerja.
”Toilet dan kamar mandi yang dibuat Gerakan Pasti selesai dalam waktu 21 hari. Pemimpinnya tukang bangunan yang juga kena korban gempa. Tanahnya bahkan gratis, hibah dari warga,” kata Joko.
”Tanahnya, ya, punya Pak Joko ini,” kata salah seorang warga. Joko hanya tersipu malu saat mendengar celetukan warga itu.
”Iya, memang punya saya,” kata dia saat ditanya lebih lanjut.
Menurut petani jamur tiram ini, ia tidak butuh waktu panjang menghibahkan tanahnya untuk dijadikan toilet dan kamar mandi umum ketika aktivis Gerakan Pasti datang ke rumahnya. Dia paham benar sulitnya hidup sebagai penyintas gempa.
”Saat mereka butuh lahan, saya langsung berikan. Hidup tanpa sanitasi yang layak sangat merepotkan kami semua korban gempa,” ujar Joko saat ditanya alasannya memberikan tanah seluas 20 meter persegi di depan kumbung budidaya jamur miliknya.
Meski demikian, Joko enggan dianggap punya peran paling besar. Menurutnya, ada banyak penyintas gempa lainnya ikut membantu membangunnya tanpa bayaran sepeser rupiah pun.
”Gempa memberikan banyak pelajaran bagi kami semua. Semua harta ini hanya titipan,” kata dia.
Joko tidak asal bicara. Sebelum gempa, dia tengah menikmati panen jamur tiram dari sembilan kumbung miliknya. Dalam sehari, bersama sembilan pekerjanya, dia bisa panen 150 kilogram jamur.
Semuanya selalu habis dibeli pengepul untuk dijual ke berbagai daerah di Indonesia. Pengepul membayar Rp 12.000 untuk setiap kg jamur tiram milik Joko.
Akan tetapi, usaha yang telah ia bangun selama 12 tahun itu pupus setelah gempa datang sekitar 1 menit. Gempa merusak tujuh kumbung miliknya. Kini, ia paling banyak panen 5 kg per hari. Joko hanya bisa memperkerjakan seorang pegawai untuk merawat jamur yang tersisa.
”Gempa membuat kami lebih bijaksana dan mau berbagi. Unit sanitasi ini membuktikan kebersamaan warga tidak musnah meski hidup coba dihancurkan gempa,” kata Joko, yang rumahnya nyaris rata dengan tanah akibat gempa.
Anak penyintas gempa cianjur masih tinggal di dalam tenda terpal di Kampung Sindangpalay, Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat (6/1/2023). Hingga saat ini, warga masih menunggu kepastian pemberian bantuan pembangunan rumah terdampak gempa.
Semangat itu juga yang akan diabadikan Lia Roslianti (38), warga Sindangpalay yang juga guru di SDN Lebaksari. Cugenang. Senin (8/1/2023) atau saat pertama masuk sekolah, ia akan mengajak siswanya menyambangi toilet dan kamar mandi yang baru dibuat itu.
Dia menyebut, lebih dari tempat buang hajat, bangunan itu simbol kerja sama, kerelawanan, dan adaptasi hidup warga di daerah bencana.
”Saya berharap toilet dan kamar mandi itu menjadi inspirasi bagi penyintas lainnya, termasuk siswa SD. Ada banyak tantangan yang akan kami hadapi ke depan. Mungkin tidak ringan, tapi kamu harus tabah menjalaninya,” katanya.
Harapan untuk dapur umum, misalnya, warga masih sangat berharap bantuan untuk dapur umum tidak berhenti. Kini, dengan keterbatasan pasokan bahan makanan, jatah makan warga hanya diberikan sekali sehari. Padahal, banyak warga yang mayoritas bekerja sebagai buruh tani belum kembali bekerja.
”Posko kesehatan juga kami harapkan tetap ada. Warga mulai kesulitan mendapat akses pengobatan. Padahal, risiko sakit masih tinggi karena kami masih tinggal di tenda terpal,” kata Lia, yang masih tinggal di tenda bersama suami dan dua anaknya.
Tidak lupa, kata Lia, yang paling krusial adalah biaya ganti rugi kerusakan rumah. Warga berharap janji pemerintah memberikan bantuan untuk penyintas sebelum pertengahan tahun ini segera terwujud.
Sebelumnya, dalam kunjungan ke Cianjur pada Rabu (4/1/2023), Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, sedikitnya 25.000 kepala keluarga telah memperoleh bantuan. Ratusan rumah tahan gempa sudah dibangun di lahan relokasi di Kecamatan Cilaku dan Mande.
Akan tetapi, untuk masyarakat yang rumahnya tidak berada di patahan sesar aktif Cugenang, akan mendapatkan biaya perbaikan Rp 60 juta untuk rumah rusak berat, rusak sedang (Rp 30 juta), dan ringan (Rp 15 juta). Pendataan diklaim masih terus dilakukan.
Warga Sindangpalay dan penyintas gempa Cianjur lainnya tentu terus menanti kepedulian banyak pihak datang. Semua menjadi energi untuk menuntaskan banyak rindu yang hilang demi hidup lebih baik kelak. ”Selama masih banyak yang peduli, harapan kami untuk bangkit setelah didera gempa tidak akan pernah mati,” kata Lia.