Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas merehabilitasi Puskesmas Pacet yang rusak akibat gempa Cianjur tahun 2022. Dibangun dengan donasi pembaca Kompas/Kompas.id, keberadaannya diharapkan meningkatkan layanan kesehatan di sana.
Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
·5 menit baca
Rusak akibat gempa berkekuatan magnitudo 5,6 pada November 2022, Puskesmas Pacet kembali berdiri tegak. Sebagian atap ambruk diganti baru. Retakan di tembok diperbaiki. Fondasi bangunan yang pincang sudah diperkuat. Semuanya menjadi bekal untuk terus memberikan akses kesehatan terbaik bagi warga Kecamatan Pacet, Cianjur, Jawa Barat.
Neneng Rohimah, koordinator bidan di Puskesmas Pacet, tidak kuasa menahan tangis setelah rekaman video kejadian saat dan setelah gempa Cianjur diputar, Kamis (14/9/2023). Dalam potongan gambar, ia melihat Asep Nurodin, rekannya yang meninggal dua bulan lalu, tengah berjibaku menolong korban gempa.
Neneng mengatakan, meski hanya petugas kebersihan puskesmas, Asep serba bisa. Perannya bahkan vital saat gempa Cianjur.
Asep disebutnya sigap membersihkan puing puskesmas. Dia juga rajin mengantar sembako, merujuk pasien, hingga tidak pernah absen mengantar tenaga medis ke rumah penyintas gempa.
”Bagi saya, dia inspirasi. Semua orang bisa melakukan apa saja untuk meringankan beban sesama di sekitarnya,” kata Neneng di Pacet.
Kini, kata Neneng, keinginan Asep agar Puskesmas Pacet diperbaiki sudah terwujud. Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (YDKK) merehabilitasinya mulai 27 Juni 2023 dan rampung 5 September 2023. Neneng menyebut keteladanan Asep bakal terus hidup di puskesmas berkelir merah-putih itu.
”Sekarang tugas kami bekerja lebih baik dari sebelumnya agar bisa lebih banyak melayani warga yang membutuhkan,” katanya.
Neneng menceritakan keteladanan Asep saat serah terima bangunan puskesmas dari YDKK kepada Dinas Kesehatan Cianjur di Puskesmas Pacet, Kamis.
Untuk ke sekian kalinya, YDKK menjembatani kesukarelawanan pembaca harian Kompas/Kompas.id untuk berbagi. Lewat Dompet Donasi Masyarakat untuk gempa Cianjur, bantuan yang terkumpul Rp 2,9 miliar. Selain Puskesmas Pacet, YDKK juga melakukan pembangunan Pusat Kegiatan Belajar Mengajar Yayasan Sarbini yang masih dalam proses.
Khusus Puskesmas Pacet, ada empat bangunan yang direhabilitasi dengan biaya Rp 699.300.000. Selain ruang pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar (PONED) untuk ibu hamil, perbaikan dilakukan di unit pelayanan, administrasi, dan mushala.
Sekretaris Dinkes Kabupaten Cianjur Yusman Faisal mengatakan, rehabilitasi membuat fisik Puskesmas Pacet menjadi yang terbaik di Cianjur. Dia yakin, rehabilitasi bakal ikut membantu meringankan pelayanan kesehatan bagi warga Cianjur, khususnya 61.000 warga Pacet.
”Saat ini, idealnya Cianjur butuh 80 puskesmas untuk 2,5 juta warga. Namun, sekarang baru tersedia 47 puskesmas. Masih perlu 33 puskesmas untuk memenuhi rasio 1 unit bagi 30.000 warga. Semoga ke depan pelayanan kesehatan di Cianjur semakin baik lagi,” katanya.
Manajer Eksekutif YDKK Anung Wendyartaka mengatakan, Puskesmas Pacet dipilih karena saat proses survei belum mendapat prioritas direhabilitasi pemerintah. Alasannya, kondisi puskesmas akibat gempa tidak masuk kategori rusak parah. Padahal, dampaknya sudah mengganggu pelayanan kesehatan.
”Akibat atap rusak, misalnya, tenaga kesehatan harus selalu mengeringkan lantai yang basah akibat hujan sebelum melakukan pelayanan,” kata Anung.
Selama proses rehabilitasi, pihaknya tidak menemukan kendala berarti. Bahkan, dengan kerja sama semua pihak di puskesmas, proses pembangunannya lebih cepat ketimbang rencana awal. Jika sebelumnya dirancang membutuhkan waktu 120 hari kalender atau 16 minggu, rehabilitasi rampung dalam sembilan minggu.
”Kami berharap rehabilitasi ini dapat membantu pelayanan kesehatan masyarakat bisa lebih baik daripada sebelumnya,” kata Anung.
Meski dikerjakan lebih cepat, YDKK menjamin usaha menjaga kualitas bangunan tetap menjadi perhatian utama. Hal itu dibuktikan lewat penerapan prinsip ramah bencana yang disupervisi ketat setiap minggu.
Koordinator Rehabilitasi dan Rekonstruksi YDKK Agus Riyanto mengatakan, salah satu penerapannya adalah saat membuat struktur fondasi di ruang PONED. Karena ambles akibat gempa, ruang itu diperkuat dengan dua cakar ayam.
”Tembok retak juga sudah kami ’suntik’ agar kembali merekat lebih kuat,” kata Agus.
Struktur atap juga mendapat sentuhan. Kerangka baja ringan diganti baru. Untuk meminimalkan beban, atap genteng tanah liat diganti bahan metal.
”Selain lebih ringan, pemasangan genteng metal bisa diperkuat sehingga tidak mudah melorot. Genteng tanah liat itu berat dan rawan melukai bila jatuh,” ujar Agus.
Pemilihan plafon gipsum untuk atap di ruang administrasi juga bukan tanpa alasan. Berbahan gipsum dan berukuran 120 sentimeter x 60 sentimeter, daya rusak jika jatuh akibat gempa bisa diminimalkan. Plafon gipsum disebut lebih ringan ketimbang bahan semen fiber (GRC).
”Perawatan plafon gipsum juga lebih mudah karena bisa dilepas per bagian. Namun, dengan alasan standar kebutuhan medis, unit PONED dan pelayanan masih tetap menggunakan GRC,” katanya.
Menurut anggota Rehabilitasi dan Rekonstruksi YDKK, Zaenal Abidin, pembuatan bangunan dengan prinsip ramah bencana ini sudah teruji di sejumlah daerah rawan gempa. Dia menyebut, YDKK menerapkan hal serupa pada infrastruktur pascabencana di Aceh pada tahun 2004, Yogyakarta (2006), Nias (2005), Lombok (2018), hingga Palu (2018).
”Pelajaran penting dari rehabilitasi ini adalah penerapan bangunan ramah bencana ini tidak lantas membuatnya menjadi lebih mahal. Selain adaptif, bangunan ramah bencana mudah dalam perawatan serta ikut memberi keamanan bagi orang di sekitarnya,” kata Zaenal.
Rasa aman
Sejauh ini, sejumlah warga sudah merasakan hal itu. Datang dengan tubuh meriang, Adang (55), warga Cipanas, Cianjur, terlihat lebih tenang saat menunggu pemeriksaan dokter di ruang lansia.
Dia menyebut, Puskesmas Pacet kini jauh lebih nyaman. Adang tidak menyesal datang ke Pacet meski ada fasilitas kesehatan lain yang lebih dekat dengan rumahnya. Jarak rumahnya ke Pacet sekitar 10 kilometer.
”Sebelumnya, saya selalu ke sini karena cocok dengan tenaga kesehatan di sini. Ramah-ramah. Sekarang, bangunannya sudah sangat bagus. Jadi makin nyaman dan merasa aman,” kata Adang, juru masak di salah satu rumah makan di Cipanas.
Mia Nazmiawati, bidan Puskesmas Pacet yang kerap menjadi pendamping di kelas ibu hamil dan kesehatan balita, sangat bersyukur dibantu pembaca harian Kompas/Kompas.id. Rehabilitasi memiliki manfaat besar bagi tenaga medis dan warga.
Selain memberi rasa aman, dia yakin bangunan baru ini bisa ikut menarik minat ibu hamil atau ibu baru melahirkan untuk datang. Dengan begitu, dia optimistis bakal lebih mudah menyampaikan beragam ilmu tentang nutrisi seimbang untuk ibu hamil dan menyusui hingga pencegahan tengkes pada anak balita.
”Semoga semakin banyak ibu dan keluarga yang bisa mendapat pengetahuan baru. Gedung baru ini bisa menjadi jembatan transfer literasi yang tepat,” katanya.
Puskesmas Pacet yang rusak kini sudah rampung dibangun. Semoga tidak hanya menjadi sedap dipandang, tetapi menambah semangat untuk memberi pelayanan yang lebih baik.