Yogyakarta Banjir Berkah Wisatawan di Pengujung Tahun
Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu destinasi primadona warga untuk mengisi liburan Natal dan Tahun Baru. Namun, kedatangan banyak wisatawan ke DIY itu juga memunculkan tantangan.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·5 menit baca
Pemandangan bus-bus pariwisata besar yang berseliweran di jalan-jalan Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi pertanda musim liburan telah tiba. Seiring itu, berkah ekonomi dari pariwisata pun menanti. Namun, sejumlah potensi persoalan membuntuti.
Tak diragukan lagi, DIY masih menjadi provinsi tujuan utama wisatawan nusantara di Indonesia. Hal itu gamblang terlihat setiap momen liburan datang, termasuk jelang Natal dan Tahun Baru seperti saat ini. Salah satu indikasinya, reservasi hotel yang hampir penuh.
”Hingga hari ini, reservasi hotel-hotel di DIY untuk periode 23 Desember 2023 hingga 1 Januari 2024 sudah mencapai 80 persen,” ujar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono, Senin (18/12/2023).
Berdasarkan dokumen Statistik Wisatawan Nusantara yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2022, DIY dikunjungi 25,7 juta wisatawan nusantara. Ini menempatkan DIY di peringkat ketujuh nasional setelah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Banten, dan Sulawesi Selatan.
Namun, patut dicatat, kecuali DKI Jakarta, lima provinsi tersebut luas wilayah maupun jumlah kabupaten/kotanya jauh lebih besar dari DIY. DIY hanya terdiri dari lima kabupaten/kota, bandingkan dengan Jatim yang terdiri dari 38 kabupaten/kota, Jabar (27), Jateng (35), Banten (8), dan Sulsel (24).
Selain itu, DIY menempati urutan tertinggi persentase kunjungan wisatawan nusantara dengan maksud utama rekreasi atau berlibur, yakni 53,09 persen. Angka ini bahkan mengungguli Bali yang menempati peringkat kedua dengan 51,59 persen wisatawan nusantara yang berkunjung dengan maksud utama berekreasi.
Sebanyak 57,47 persen wisatawan nusantara di DIY mengincar jenis kegiatan wisata kuliner. Setelah itu disusul wisata kota/perdesaan (26,05 persen) dan wisata bahari (24,14 persen). Adapun rata-rata lama perjalanan wisatawan nusantara di DIY adalah 3,42 malam dengan jumlah rata-rata pengeluaran Rp 2 juta.
Dari data itu, jika menggunakan hitungan kasar sederhana, uang yang berputar dari pengeluaran wisatawan nusantara di DIY pada 2022 mencapai Rp 51,4 triliun. Jumlah tersebut hampir 10 kali lipat APBD DIY tahun 2023. Angka itu menunjukkan betapa pariwisata sungguh menjadi salah satu motor penggerak ekonomi DIY.
Lalu lintas
Tahun ini pun kunjungan wisata DIY diperkirakan tak jauh beda, bahkan ada potensi meningkat. ”Tahun lalu okupansi hotel pada liburan Natal dan Tahun Baru mencapai 75-80 persen. Tahun ini okupansi kami prediksi bisa sampai 90 persen,” kata Deddy.
Menurut Kepala Seksi Pengendalian Operasional Lalu Lintas Dinas Perhubungan DIY Lazuardi, sepanjang periode 22 Desember 2023 hingga 3 Januari 2024, pergerakan orang memasuki DIY diperkirakan sebanyak 9,6 juta orang. Dari jumlah itu, sekitar 800.000 orang adalah wisatawan.
Menilik data itu, selain berkah ekonomi, tingginya jumlah wisatawan tersebut membawa sejumlah konsekuensi yang harus diantisipasi. Salah satunya terkait kemacetan lalu lintas, apalagi mengingat wilayah DIY yang relatif kecil.
Lazuardi mengungkapkan, puncak arus mudik Natal diperkirakan terjadi pada 23 Desember. Adapun arus puncak liburan Tahun Baru diproyeksikan pada 29 Desember.
Tanggal 29 Desember juga menjadi perhatian khusus karena arus masuk untuk liburan Tahun Baru dan arus balik Natal terjadi bersamaan. ”Kemungkinan pada saat itu terjadi kemacetan yang sangat padat karena kedua arah itu (masuk dan balik) sama volumenya,” kata Lazuardi.
Dishub DIY bersama sejumlah instansi terkait, terutama kepolisian, menyiapkan rekayasa lalu lintas di sejumlah lokasi yang berpotensi macet itu. Disiapkan pula rute-rute alternatif untuk memecah kepadatan arus kendaraan.
Tahun ini, okupansi kami prediksi bisa sampai 90 persen.
Namun, di luar itu, Lazuardi mendorong wisatawan aktif memantau informasi seputar kondisi lalu lintas, termasuk lewat aplikasi digital. Hal ini agar wisatawan bisa terhindar dari obyek-obyek wisata yang telah padat lalu lintasnya dan beralih ke obyek wisata lain yang masih longgar.
”Ini menjadi kunci karena kalau sudah kondisi puncak dan macet, rekayasa seperti apa pun tak akan bisa mengatasi karena volumenya terlalu tinggi,” ucapnya.
Siklus tahunan
Potensi masalah lain adalah inflasi. Hal ini seperti dipaparkan sejumlah narasumber saat jumpa pers Tim Pengendalian Inflasi Daerah DIY di kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (14/12/2023).
Kedatangan begitu banyak orang dalam waktu bersamaan mendorong peningkatan permintaan berbagai kebutuhan hidup, terutama pangan. Hal itu menjadi persoalan ketika tak bisa diimbangi oleh peningkatan suplai produksi sehingga akan memicu kenaikan harga yang akhirnya mengerek inflasi.
Kepala Tim Perumusan Ekonomi Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Arya Jodilistyo mengatakan, sebagai daerah wisata, ada tiga siklus yang biasa memicu kenaikan permintaan di DIY setiap tahun. Siklus ini adalah bulan puasa-Lebaran, masa libur sekolah, dan liburan akhir tahun. ”Namun, kenaikannya masih dalam rentang terkendali,” ucapnya.
Berdasarkan data BI, secara historis, Desember adalah bulannya inflasi. Bahkan, sejak tahun 2018 hingga 2022, inflasi month-to-month pada Desember selalu mencatatkan angka tertinggi ketimbang laju inflasi di bulan-bulan lainnya. Angkanya bervariasi, mulai dari 0,46 persen (2019) hingga 0,71 persen (2021).
Karena itu, upaya pengendalian inflasi pun dilakukan oleh Pemerintah Daerah DIY, salah satunya dengan menggelar pasar murah. Berdasarkan data Perwakilan BI DIY, sejak 1 Januari-26 November 2023, pasar murah telah digelar sebanyak 435 kali. ”Ini termasuk paling banyak dibandingkan provinsi-provinsi lain,” ujar Arya.
Sekretaris Daerah DIY Beny Suharsono menyatakan, secara umum, pasokan komoditas pangan di DIY aman untuk menghadapi Natal dan Tahun Baru. Namun, ada komoditas yang harganya masih relatif tinggi, yakni cabai. ”Ini karena faktor kemarau panjang dan musim tanam yang berbarengan,” katanya.
Pemda DIY pun akan terus melakukan pemantauan harga di pasar dan melakukan intervensi ketika ada komoditas yang melonjak harganya. Pasar murah juga masih menjadi andalan yang digelar di lima kabupaten/kota, yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul.
Pada akhir tahun ini, DIY memang menerima berkah berupa kunjungan wisatawan. Namun, masalah kemacetan lalu lintas dan inflasi juga mesti diatasi untuk memastikan kenaikan jumlah wisatawan itu tak membawa nestapa.