Transportasi dan Pangan Jadi Lokomotif Inflasi Akhir Tahun
BPS melaporkan tingkat inflasi pada Oktober 2023 sebesar 0,17 secara bulanan, sebesar 1,8 secara kalender berjalan, dan 2,56 persen secara tahunan. Menjelang akhir tahun, tingkat inflasi 2023 diperkirakan masih terjaga.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini menyampaikan keterangan resmi terkait perkembangan tingkat inflasi Oktober 2023 secara hibrida, di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
JAKARTA, KOMPAS - Menjelang akhir tahun, kenaikan komoditas pangan dan jasa transportasi akan memberikan andil terhadap tingkat inflasi. Hal ini terjadi akibat pola permintaan masyarakat yang cenderung memiliki mobilitas tinggi dalam rangka menyambut momentum hari raya Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Kendati demikian, tingkat inflasi hingga akhir tahun diperkirakan masih berada dalam target pemerintah.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini, Rabu (1/11/2023) di Jakarta mengatakan, tren inflasi pada akhir tahun bisanya dipengaruhi oleh permintaan masyarakat. Permintaan tersebut berkaitan dengan momentum hari raya Natal dan perayaan Tahun Baru 2024.
"Secara historis, komoditas yang memberikan andil terhadap inflasi selama dua bulan terakhir pada setiap tahunnya adalah beberapa komoditas pangan, seperti beras, telur ayam ras, daging ayam ras, cabai merah dan cabai rawit. Kemudian, dari transportasi, terutama angkutan udara yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan akibat mobilitas masyarakat saat momentum natal dan tahun baru," katanya dalam konferensi pers yang berlangsung secara hibrida.
Hingga Oktober 2023, tingkat inflasi bulanan tercatat sebesar 0,17 persen, sedangkan tingkat inflasi tahun kalender tercatat sebesar 1,8 persen. Secara tahunan, tingkat inflasi pada Oktober 2023 mencapai 2,56 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi September 2023 sebesar 2,28 persen.
Komoditas yang memberikan andil besar terhadap inflasi tahunan, antara lain beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, biaya kontrak rumah, dan emas perhiasan. Adapun beras kembali menjadi penyumbang inflasi terbesar selama tiga bulan berturut-turut dengan andil sebesar 0,06 persen pada Oktober 2023 dan 0,49 persen secara tahun kalender.
Di sisi lain, inflasi barang-barang impor (imported inflation) juga perlu diwaspadai selama beberapa bulan ke depan. Hal ini mengingat nilai tukar rupiah yang sampai saat ini tercatat terus melemah hingga berada pada level Rp 15.946 per dollar AS pada penutupan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Rabu (1/11/2023).
Pudji menjelaskan, efek pelemahan nilai tukar rupiah dapat dirasakan, baik secara cepat maupun lambat. Hal ini akan berdampak terhadap kenaikan harga komoditas yang mengandung komponen impor, seperti komoditas hasil industri pengolahan.
Inflasi barang-barang impor dapat tercermin dari komoditas-komoditas yang diimpor, baik dalam bentuk barang jadi maupun dalam bentuk bahan baku. Komotidas-komoditas tersebut, seperti mobil, bawang putih, mi instan dan roti yang bahan baku utamanya berasal dari gandum, serta tahu dan tempe yang bahan baku utamanya kedelai.
Langkah pre-emptive (pencegahan) dari Bank Indonesia dengan kebijakan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen diharapkan mampu mengerem sisi permintaan pada komoditas-komoditas dengan komponen impor yang signifikan.
"Langkah pre-emptive (pencegahan) dari Bank Indonesia dengan kebijakan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen diharapkan mampu mengerem sisi permintaan pada komoditas-komoditas dengan komponen impor yang signifikan," tambah Pudji.
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) melalui Rapat Dewan Gubernur BI Oktober 2023, memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) guna memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah sekaligus memitigasi risiko dampak inflasi barang impor. Hal itu diharapkan dapat membuat inflasi tetap terkendali sebagaimana ditargetkan oleh BI sebesar 2-4 persen pada 2023 dan 1,5-3,5 persen pada 2024.
Baca juga: Merespons Ketidakpastian Global, BI Naikkan Suku Bunga Acuan
Proyeksi inflasi
Selain itu, penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi oleh pemerintah akibat perubahan tren harga minyak mentah dunia juga berimplikasi terhadap inflasi pada bulan-bulan selanjutnya. Sebagaimana diketahui, PT Pertamina (Persero) menurunkan harga sejumlah BBM bersubsidi per 1 November 2023, seperti salah satunya Pertamax menjadi Rp 13.400 per liter dari sebelumnya Rp Rp 14.000 per liter.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Mohammad Faisal menjelaskan, penyesuaian harga BBM nonsubsidi tersebut akan meredam laju inflasi pada bulan-bulan selanjutnya. Ini karena kelompok pengeluaran transportasi berkontribusi terbesar, yakni 0,07 persen terhadap tingkat inflasi pada Oktober 2023 sebesar 0,17 secara bulanan.
"Artinya, inflasi November 2023 secara bulanan akan menurun, kemungkinan di bawah 0,1 persen, sekitar 0,05 persen-0,07 persen. Salah satunya karena faktor penurunan harga BBM nonsubsidi sehingga komponen transportasi kemungkinan akan mengalami deflasi. Akan tetapi, komponen lain, seperti termasuk pangan tetap akan mengalami inflasi dan kemungkinan akan lebih tinggi karena penurunan produksi dan stoknya yang cenderung akan menurun menjelang akhir tahun," katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Lebih lanjut, laju inflasi bulanan pada Desember 2023 diperkirakan lebih signifikan ketimbang inflasi bulanan November 2023 akibat sentimen momentum hari raya Natal dan Tahun Baru 2024. Berkaca pada momentum Ramadhan dan Lebaran tahun ini yang berimplikasi terhadap tingkat inflasi April 2023 sebesar 0,33 persen, inflasi pada Desember diperkirakan sekitar 0,3 persen.
Menjagavolatile food menjadi poin penting, tetapi inflasi inti juga jangan kendor. Besarnya andil inflasi inti dominannya akibat kenaikan harga emas, biaya sewa rumah, dan biaya pendidikan, sehingga ini yang perlu diperhatikan. Pergerakan tidak besar tapi kontribusinya paling besar.
Faisal memprediksi, tingkat inflasi selama tahun 2023 berada di kisaran 2,2 persen atau hampir separuh dari tingat inflasi tahun sebelumnya sebesar 5,51 persen. Sementara itu, inflasi secara tahunan menjelang akhir tahun juga diperkirakan mereda hingga berada di bawah 2,5 persen.
Senada dengan Faisal, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, laju inflasi selama periode 2023 akan menembus 2 persen dan berada di bawah 3 persen. Artinya, tingkat inflasi tersebut masih dalam target BI sebesar 2-4 persen pada 2023 dan asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 sebesar 3,6 persen.
Menurut Tauhid, laju inflasi menjelang akhir tahun akan lebih banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga komponen pangan, transportasi dan akomodasi akibat tingginya permintaan masyarakat (demand pull). Di sisi lain, inflasi komponen bergejolak (volatile food), yang utamanya digerakkan oleh kenaikan harga beras, juga akan bergerak naik menjelang akhir tahun.
Berdasarkan data Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), per Rabu(1/11/2023), harga rata-rata nasional beras medium di tingkat pedagang eceran sebesar Rp 13.210 per kilogram (kg). Harga tersebut naik 18,6 persen secara tahunan dan di atas harga eceran tertinggi (HET) beras medium yang ditetapkan pemerintah berdasarkan zonasi, yakni Rp 10.900 per kg-Rp 11.800 per kg. Data periode sebelumnya menunjukkan, harga beras kembali naik sebesar 1,8 persen secara bulanan pada Desember 2022.
Kendati demikian, pergerakan inflasi komponen inti juga patut menjadi perhatian lantaran memberikan andil terbesar terhadap inflasi Oktober 2023 secara tahunan. Komponen inti pada Oktober 2023 tercatat memberikan andil sebesar 1,23 persen atau lebih besar ketimbang komponen harga yang diatur oleh pemerintah sebesar 0,40 persen dan komponen bergejolak sebesar 0,93 persen.
"Menjaga volatile food menjadi poin penting, tetapi inflasi inti juga jangan kendor. Besarnya andil inflasi inti dominannya akibat kenaikan harga emas, biaya sewa rumah, dan biaya pendidikan, sehingga ini yang perlu diperhatikan. Pergerakan tidak besar tapi kontribusinya paling besar," ujarnya.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu memastikan stok beras hingga akhir tahun memadai sehingga kenaikan harga komponen pangan dapat teredam. Di sisi lain, penetapan batas atas tarif tiket angkutan umum, seperti tiket pesawat, dan penetapan harga eceran tertinggi juga akan berdampak pada pengereman laju inflasi menjelang akhir tahun. Selain itu, pengoptimalan daya beli masyarakat menengah atas akan turut mengerek perputaran ekonomi.
Baca juga: Mendagri Ultimatum Kepala Daerah untuk Redam Inflasi