Jelang Natal dan Tahun Baru, Kemacetan dan Kecelakaan Berpotensi Terjadi di Jawa Timur
Lonjakan pemudik meningkatkan potensi kemacetan dan kecelakaan di Jawa Timur selama masa libur sekolah bersamaan dengan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sebanyak 27,98 juta orang bakal datang ke Jawa Timur pada libur Natal dan Tahun Baru. Kemacetan dan kecelakaan pun berpotensi terjadi di tengah lonjakan mobilitas masyarakat. Berbagai pihak perlu meningkatkan kewaspadaan.
Survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan mencatat, sebanyak 107,63 juta orang atau 39,8 persen penduduk akan mudik dan berlibur pada Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Jumlah ini melonjak 143,6 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Jatim menjadi daerah tujuan utama, yakni dengan 26 persen atau 27,98 juta jiwa, lalu diikuti Jawa Tengah dengan 21 persen, dan Jawa Barat sekitar 15 persen. Sebagian besar warga akan menggunakan mobil pribadi dan bus.
Pada Natal dan Tahun Baru tahun 2022-2023, survei mencatat, mobilitas warga mencapai 60,6 juta orang atau 22,4 persen dari populasi Indonesia. Saat itu masih ada pandemi Covid-19. Adapun status endemi tercapai pada Agustus 2023.
Lonjakan pemudik saat Natal dan Tahun Baru kali ini dapat memicu kemacetan dan kecelakaan, termasuk ke destinasi wisata. Apalagi, penduduk Jatim mencapai 40 juta jiwa. ”Kami mewaspadai peningkatan mobilitas itu ke obyek-obyek wisata,” ujar Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jatim Komisaris Besar Komarudin, Senin (11/12/2023).
Mengutip laman Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri, dalam kurun Desember 2022, tercatat 11.930 kecelakaan. Sebanyak 2.720 kasus kecelakaan di antaranya di wilayah hukum Polda Jatim. Bahkan, angka kecelakaan di Jatim menjadi yang tertinggi.
Kasus kecelakaan menonjol, antara lain, tewasnya 7 penumpang bus akibat bus PO Semeru Putra Trasindo terjun ke jurang di jalur Sarangan-Tawangmangu, Magetan, Jatim, Minggu (4/12/2022). Bus yang melaju dari Semarang, Jawa Tengah, itu mengalami rem blong.
Masih menurut Pusiknas, kurun Januari 2023, tercatat 11.943 kecelakaan lalu lintas di Indonesia atau naik 13 kasus dibandingkan dengan Desember 2022. Dari jumlah tadi, 2.715 kecelakaan, dan lagi-lagi yang terbanyak, terjadi di Jatim. Pada 1-10 Desember 2023 atau data terkini, sudah tercatat 2.413 kasus kecelakaan, yang 580 kasusnya terjadi di Jatim.
Faktor manusia, seperti dipicu pelanggaran lalu lintas dan melebihi batas kecepatan, menjadi penyebab kecelakaan. Faktor kedua ialah kendaraan dan kondisi alam, seperti banjir, kabut, dan angin kencang.
Selain kecelakaan, kemacetan juga berpotensi terjadi saat libur Natal dan Tahun Baru di Jatim, terlebih di jalur wisata. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, terdapat 450 obyek wisata alam, 360 obyek wisata budaya, 520 obyek wisata buatan, dan 600 desa wisata di provinsi itu. Tahun lalu, Jatim menerima kunjungan 46.000 turis internasional dan 53 juta wisatawan domestik.
Menurut Komarudin, dengan keberadaan 1.930 obyek dan desa wisata, Jatim menjadi salah satu daerah incaran wisatawan. Namun, lokasi dan akses ke destinasi itu cukup menantang dan berisiko menimbulkan kemacetan hingga kecelakaan. ”Misalnya, karena jalannya sempit, terjal, berliku, rawan longsor, dan atau jalur licin,” katanya.
Padahal, menurut investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan, terdapat beberapa faktor pemicu peningkatan potensi kemacetan dan kecelakaan selama Natal dan Tahun Baru. Pemicunya ialah tingginya mobilitas kendaraan ke lokasi wisata dan intensitas hujan.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengingatkan, masa mudik seharusnya menjadi momentum agar pemudik memaksimalkan keberadaan angkutan umum. Dengan catatan, angkutan itu andal, aman, dan nyaman.
Sayangnya, ketersediaan angkutan belum sepenuhnya memadai untuk mengantisipasi lonjakan mobilitas warga selama Natal dan Tahun Baru. Keandalan angkutan juga menurun ketika kendaraan yang sepatutnya bisa digunakan ternyata tidak lolos uji kelaikan.
Dengan kondisi itu, tidak mengherankan jika masyarakat akan lebih banyak bermobilitas dengan kendaraan pribadi meskipun berisiko kecelakaan. ”Untuk menekannya perlu pengaturan lalu lintas dan penindakan hukum yang menjamin ketertiban dan kelancaran sehingga keselamatan dan keamanan masyarakat terjaga,” kata Djoko.