Pos Keamanan Terpadu untuk Meretas Kriminalitas di Tepian Musi
Pos keamanan terpadu akan segera dioperasikan untuk meretas kriminalitas di kawasan wisata sekitar Sungai Musi. Bukan hanya itu, pelaku wisata di sana pun akan dibina dan ditertibkan agar lebih ramah pengunjung.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Merespons isu kriminalitas di kawasan wisata sekitar Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Kepolirian Resor Kota Palembang dan Pemerintah Kota Palembang akan mendirikan pos keamanan terpadu di Benteng Kuto Besak dan di bawah Jembatan Ampera. Pos yang berisi personel gabungan Polri, TNI, satpol PP, dan dinas perhubungan itu akan fokus menertibkan premanisme yang umumnya dilakukan tukang parkir liar, pengamen, pengemis, dan tukang tato.
Usulan itu diungkapkan Kepala Polrestabes Palembang Komisaris Besar Haryo Sugihartono dan Penjabat Wali Kota Palembang Ratu Dewa seusai meninjau dua bangunan yang akan dijadikan pos keamanan terpadu tersebut, Kamis (30/11/2023). Dua bangunan tersebut, yakni Rumah Kopi Sumsel yang berada di antara Benteng Kuto Besak (BKB) dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II serta Pos Terpadu Satpol PP Palembang di bawah Jembatan Ampera di timur-timur laut Museum SMB II.
Haryo mengatakan, dua bangunan itu dipilih karena berada di kawasan yang paling rawan kriminalitas. Nantinya, Rumah Kopi Sumsel menjadi pos utama, sedangkan Pos Terpadu Satpol PP Palembang menjadi pos kecil. Aparat yang ditempatkan di sana akan bertugas 24 jam setiap hari.
”Personelnya terdiri dari Polri dan TNI yang fokus menangani kasus kriminalitas. Satpol PP menertibkan pengamen, pengemis, dan tukang tato. Dinas perhubungan menertibkan parkir liar. Jumlahnya akan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan,” ujarnya.
Kalau sarana prasarana pendukungnya sudah siap, pos keamanan terpadu itu diharapkan bisa beroperasi secepatnya dalam pekan ini. ”Sebelum pos itu beroperasi, kami secara parsial sudah menugasi anggota sat samapta dan reskrim untuk melakukan pengawasan di sini mulai pukul 15.00 sampai 23.00 yang menjadi waktu rawan kriminalitas,” kata Haryo.
Motif premanisme
Selama ini premanisme banyak dilakukan oleh tukang parkir liar yang meminta uang dengan memaksa dan mematok tarif parkir tidak wajar. Parkir liar itu tidak hanya semena-mena di tempat yang dikuasai mereka, tetapi juga di tempat parkir resmi yang dikelola pemerintah.
Demikian pengamen dan pengemis, mereka sering meminta uang dengan memaksa. Kalau tidak diberi uang, tukang parkir liar dan pengamen itu tidak segan melakukan kekerasan, pencurian harta-benda, dan perusakan properti korban. Kasus terbaru dialami oleh sopir bus asal Riau, Ilham Reza Hidayat (29), setelah ke toilet umum di sela kunjungan rombongan penumpang asal Riau ke Jembatan Ampera, Senin (27/11/2023) pukul 17.00.
Awalnya, Ilham diminta tarif parkir Rp 75.000 oleh tiga tukang parkir liar. Namun, Ilham tidak mau membayar karena rekannya sudah membayar Rp 50.000. Hal itu membuat kelompok tukang parkir liar itu tidak berkenan dan membawa Ilham ke belakang Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) yang berada di belakang Museum SMB II.
Di sana, seorang tukang parkir liar, Abdul Ibrahim alias Baim, menodongkan senjata api rakitan ke perut Ilham. Tak lama, rekan Baim, Yandri Saputra, menodongkan senjata tajam ke leher kernet Ilham yang coba mendekat. Akhirnya, kawanan tukang parkir liar itu mengambil paksa dompet Ilham yang berisi uang tunai Rp 1,5 juta dan dokumen penting.
”Kurang dari 24 jam, ketiga pelaku berhasil kami amankan di seputaran Monpera. Tetapi, barang bukti senjata api tidak ditemukan karena dibuang pelaku ke sungai. Yang jelas, ketiganya adalah residivis. Kami masih dalami kemungkinan keterlibatan orang lain,” kata Kasat Reskrim Polrestabes Palembang Ajun Komisaris Besar Haris Dinzah saat konferensi pers, Kamis pagi.
Adapun tukang tato sering mengubah kesepakatan tarif seusai menyelesaikan jasanya. Kalau tidak diberi uang sesuai yang mereka patok, mereka akan memeras dan nekat melakukan kekerasan. Bukan hanya itu, pedagang keliling umumnya memaksa agar dagangannya dibeli.
Menjawab keresahan warga
Ratu Dewa menuturkan, pos keamanan terpadu itu diharapkan bisa menjawab keresahan warga mengenai keamanan di kawasan sekitar Sungai Musi. Maka itu, pihaknya akan segera berkoordinasi pihak terkait untuk segera mengoperasikan pos tersebut.
Setidaknya, perlu koordinasi dengan Pemprov Sumsel guna melakukan pinjam pakai Rumah Kopi Sumsel yang merupakan properti Pemprov tetapi berada di tanah Pemkot. ”Kami berusaha membuat para pengunjung nyaman dan aman selama berada di kawasan ini, khususnya di pelataran BKB,” katanya.
Selain keamanan, Ratu Dewa pun berkomitmen menata kembali kawasan sekitar BKB dan Museum SMB II. Merujuk peraturan yang pernah ada, sejatinya pedagang kaki lima tidak bisa sembarangan berjualan di area BKB dan Museum SMB II.
Nyatanya, saat ini, hampir semua area kawasan itu sudah dipenuhi pedagang kaki lima sehingga tidak ada lagi ruang publik yang terbuka dan nyaman. ”Kami akan tertibkan pedagang kaki lima untuk menempati area yang ditentukan agar mereka bisa tetap berjualan tetapi tidak mengganggu kenyamanan pengunjung,” ujar Ratu Dewa.
Perilaku SDM
Isu lain yang menghambat pariwisata Palembang adalah perilaku sumber daya manusia (SDM) di kawasan wisata yang cenderung tidak ramah dengan pengunjung. Mengenai itu, lanjut Ratu Dewa, pihaknya akan mengoptimalkan polisi wisata di bawah komando satpol PP untuk memandu pelaku-pelaku wisata setempat agar lebih ramah kepada pengunjung.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Palembang Kiagus Sulaiman Amin, selama ini warga Palembang, terlebih pelaku wisata di kawasan sekitar Sungai Musi, memiliki citra kurang baik di mata pengunjung dari luar Palembang ataupun Sumsel. Mereka seolah-olah suka mengakali para pengunjung dari luar yang bisa berakibat fatal, yaitu meninggalkan pengalaman buruk sehingga tamu dari luar enggan kembali ke sini.
”Untuk membenahi perilaku pelaku wisata itu, kami butuh koordinasi dengan instansi-instansi lain yang terkait. UMKM, misalnya, itu di bawah binaan Dinas Koperasi dan UMKM Palembang. Pembedayaan pengamen, itu di bawah binaan Dewan Kesenian Palembang dan Dinas Kebudayaan Palembang,” katanya.
Sulaiman berharap rentetan kasus kriminal akhir-akhir ini bisa menjadi momentum perbaikan untuk pariwisata Palembang. Paling tidak, pos keamanan terpadu dan Polisi Wisata bisa beroperasi permanen. Polisi Wisata sempat digalakkan, terutama menjelang Asian Games Jakarta-Palembang 2018.
Namun, sehabis itu, Polisi Wisata cendeurng mati suri. ”Mudah-mudahan, dengan turunnya Pak Kapolrestabes dan Pak Wali Kota, segala usaha yang dilakukan bisa lebih solid sehingga kawasan sekitar Sungai Musi menjadi destinasi wisata yang aman dan nyaman,” tuturnya.
Warga Palembang, Darwin, mengungkapkan, karena isu kriminalitas dan sikap pelaku wisata yang tidak ramah, dia jadi takut membawa anak dan istrinya berwisata di kawasan sekitar Sungai Musi. Padahal, kawasan itu menjadi satu-satunya lokasi wisata di Palembang.
Kita miris dengan isu negatif yang ada. Palembang ini sudah minim tempat wisata, eh, tempat wisata itu banyak premannya pula.
”Kita miris dengan isu negatif yang ada. Palembang ini sudah minim tempat wisata, eh, tempat wisata itu banyak premannya pula. Jadinya, kita tidak tahu lagi mau berwisata ke mana. Entah kapan, tempat wisata di sini bisa seaman dan senyaman di Yogya yang membuat kita betah untuk berlama-lama,” ujar Darwin penuh harap.