Dermaga di Palembang Memprihatinkan, Pembenahan Menyeluruh Mulai Dilakukan
Kondisi dermaga sungai di Palembang kian memprihatinkan dan cenderung membahayakan. Kondisi itu membuat peminat moda transportasi sungai menurun. Pemerintah menganggarkan Rp 340 miliar untuk membenahinya.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Kondisi dermaga sungai yang menjadi tempat berlabuh beragam perahu di Palembang, Sumatera Selatan, kian memprihatinkan dan cenderung membahayakan. Kondisi itu juga membuat peminat moda transportasi sungai kian menurun.
Untuk menggelorakan lagi transportasi sungai di Palembang, pemerintah menganggarkan Rp 340 miliar dari anggaran Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Kota Palembang untuk membangun 12 dermaga, dimulai tahun lalu hingga tahun depan.
Hal ini mengemuka saat Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda melakukan inspeksi di dua dermaga, yakni Dermaga Tangga Buntung dan Dermaga 7 Ulu, Palembang, Rabu (29/3/2023). Dalam inspeksi tersebut, terlihat kondisi Dermaga Tangga Buntung sangat memprihatinkan.
Kantor pelayanan hingga ponton dalam kondisi rusak dan tidak laik. Bahkan, ponton yang digunakan untuk tempat menaiki kapal juga telah berkarat dan berlubang. Hanya papan kayu nyaris lapuk yang menjadi penutupnya. Atap ruang tunggu pun bocor dan tempat duduk sudah tidak laik digunakan.
Thamrin (69), warga Semuntul, Banyuasin, berharap ada perbaikan dermaga. ”Dari sinilah kami mengais rezeki,” ujar pria yang sehari-hari mengemudikan kapal ketek itu.
Akibat kondisi dermaga yang rusak, jumlah penumpang terus turun. ”Dalam satu hari, rata-rata saya hanya mengangkut empat orang dengan pendapatan Rp 150.000. Itu hanya cukup untuk membeli bahan bakar,” ucap Thamrin.
Menurut dia, sebagian warga mulai beralih ke moda transportasi darat karena dianggap lebih nyaman dan aman. ”Saya harap dermaga ini diperbaiki segera agar jumlah peminat moda transportasi sungai kembali bertambah,” katanya.
Akibat kondisi dermaga yang rusak, jumlah penumpang terus turun.
Kepala Dermaga Sungai Tangga Buntung Suhaimi Arsyad menuturkan, perbaikan dermaga sangat diperlukan untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan pengguna moda transportasi sungai. Terakhir kali, perbaikan fasilitas Dermaga Tangga Buntung dilakukan pada 2010. Itu pun hanya sebatas perbaikan ponton.
Dermaga ini menjadi tempat bagi 25 serang (pengemudi) perahu ketek dan empat pengemudi kapal jukung mencari rezeki. ”Harapannya, dengan perbaikan, jumlah penumpang yang datang bisa bertambah,” ucap Suhaimi.
Ratusan miliar
Fitrianti mengakui, kondisi beberapa dermaga di Palembang sudah tidak laik, bahkan cenderung membahayakan. Karena itu, pemerintah menganggarkan dana untuk perbaikan fasilitas dermaga.
Ada empat dermaga yang akan diperbaiki tahun ini. Keempatnya adalah Dermaga Tangga Buntung, Dermaga Kertapati, Dermaga Sungai Lais, dan Dermaga Jakabaring. ”Perbaikan akan dilakukan secara bertahap karena anggaran Pemkot terbatas,” ujar Fitrianti.
Langkah ini dinilai penting untuk mengembalikan kembali minat masyarakat menggunakan moda transportasi sungai yang kian merosot. ”Penggunaan moda transportasi sungai di Palembang kini tinggal 25 persen. Kebanyakan beralih ke transportasi darat,” ungkapnya.
Selain perbaikan infrastruktur, penerapan sistem moda transportasi terintegrasi juga akan dilakukan demi mendongkrak penggunaan moda transportasi sungai yang menjadi salah satu keunggulan Palembang. ”Dengan begitu, masyarakat akan memiliki banyak pilihan moda transportasi umum,” ujarnya.
Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Palembang Agus Supriyanto menyebut pembenahan beberapa dermaga dilakukan serentak oleh Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Kota Palembang.
Saat ini Kementerian Perhubungan tengah membenahi tiga dermaga di sekitar Jembatan Ampera, yakni Dermaga 7 Ulu, 16 Ilir, dan 10 Ulu, dengan total anggaran Rp 250 miliar.
Adapun Pemkot Palembang membenahi sembilan dermaga secara bertahap sejak tahun lalu sampai akhir tahun depan dengan anggaran Rp 90 miliar. Rinciannya, tahun lalu 2 dermaga, tahun ini 4 dermaga, dan tahun depan 3 dermaga.
Agus berharap pembenahan ini dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan moda transportasi sungai, termasuk menambah obyek wisata sungai baru di Palembang.
Dengan pembenahan ini, diharapkan warga memiliki alternatif transportasi ketika jalur darat sudah padat. ”Ini sebagai upaya pemerintah untuk mengembalikan marwah sungai sebagai halaman depan Kota Palembang,” ujar Agus.
Dedi Irwanto Muhammad Santun dalam bukunya, Venesia dari Timur, Memaknai Produksi dan Reproduksi Simbolik Kota Palembang dari Kolonial sampai Pascakolonial, menuliskan, perubahan-perubahan penggunaan transportasi sungai ke darat ini mulai terjadi ketika Palembang dijadikan kota atau gemeente sesuai undang-undang desentralisasi yang berlaku pada 1 April 1906.
Setelah dijadikan kota, pembangunan Palembang secara berkelanjutan dimulai pada 1929 ketika arsitek Thomas Karsten membuat pemetaan penataan kota. Untuk menciptakan infrastruktur kota, Belanda membangun daratan dengan membangun jalan di daerah aliran sungai di kota.
Pemerintah kolonial banyak menimbun sungai dan rawa-rawa untuk menyatukan pulau-pulau yang dipisahkan aliran sungai-sungai tersebut. Sungai Tengkuruk menjadi anak sungai pertama yang ditimbun untuk dijadikan bulevar kota pada 1929-1930.
Selanjutnya, Sungai Kapuran dan Sungai Sekanak juga ditimbun untuk menghubungkan pusat kota dengan kompleks permukiman Eropa di Talang Semut pada 1932.