Memoles Transportasi Sungai Musi
Palembang telah memiliki alat transportasi LRT, tetapi tidak meninggalkan perahu keteknya.
Diuntungkan memiliki sungai yang menjadi nadi kota, Palembang memiliki kesempatan besar untuk menjadi daerah kunjungan wisata sungai. Sejumlah pihak berupaya memperbaiki sarana untuk menjadikan transportasi sungai menarik bagi warga dan wisatawan.
Muhammad Rasyid (43) melabuhkan perahu keteknya di pelataran Benteng Kuto Besak (BKB), Kota Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (29/6/2023). Sebatang bambu dipakainya untuk menahan perahu agar tidak terantuk tangga pelataran.
Setelah perahunya benar-benar berlabuh dengan sempurna, 10 penumpang yang datang dari kawasan 5 Ulu, Palembang, pun turun. Dengan hati-hati, mereka melangkah agar tidak tercebur ke sungai.
Tidak hanya Rasyid, beberapa ketek lain pun berdatangan ke pelataran untuk mengantar warga dari kawasan berbeda. Mereka akan mengikuti ibadah shalat Idul Adha di Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo, Palembang.
Aktivitas ini lumrah mereka lakukan setiap hari raya Idul Fitri dan Idul Adha tiba. Sebab, di momen itu, Jembatan Ampera ditutup sementara karena jemaah meluber hingga ke tengah jembatan. Warga dari kawasan hulu pun memilih untuk menggunakan ketek.
Baca Juga: Sungai Sekanak-Lambidaro Jadi Obyek Wisata Baru Warga Palembang
Ketek adalah perahu kayu bermesin 2 PK khas Sungai Musi. Perahu biasanya digunakan untuk perjalanan jarak dekat. Disebut ketek, karena bunyinya tek-tek-tek. Ada juga yang menyebutnya seperti getek, rakit kayu penyeberangan sederhana, yang lebih mudah disebut ketek oleh warga Palembang. Idealnya menampung delapan orang, tetapi sering kali perahu dinaiki oleh lebih banyak orang, bahkan hingga 12 orang.
Hari raya menjadi berkah tersendiri bagi para pengemudi ketek karena bisa memperoleh uang tambahan. ”Dalam sekali antar, saya bisa mendapatkan uang sekitar Rp 50.000. Hari ini saya sudah mengantar sekitar empat rombongan,” ujar Rasyid yang sudah 20 tahun menjadi pengemudi ketek.
Rezeki pun akan datang lagi saat para jemaah pulang. Dengan begitu, di hari raya Idul Adha, Rasyid bisa membawa pulang sekitar Rp 400.000. Bahkan, saat Idul Fitri, pendapatannya bisa meningkat hingga dua kali lipat.
Di hari biasa, Rasyid juga menggeluti pekerjaan yang sama. Bedanya, yang ia antar adalah para pelancong yang ingin bertualang ke sejumlah obyek wisata di pinggiran Sungai Musi. ”Yang paling banyak dikunjungi adalah Pulau Kemaro,” ucap Rasyid.
Jarak antara BKB dan Pulau Kemaro sekitar 4 mil (6,5 kilometer) yang ditempuh dalam waktu 30 menit. Untuk rute pulang-pergi, Rasyid mematok harga bagi wisatawan sekitar Rp 100.000. Dari sana, ia biasanya memperoleh sekitar Rp 200.000 per hari. Jauh lebih baik dibandingkan dengan saat pandemi Covid-19 ketika tidak ada wisatawan sama sekali.
Reza (28), warga 5 Ulu Palembang, salah satu penumpang Rasyid, memang telah menunggu momen hari raya. Mereka berkumpul di dermaga sederhana yang terbuat dari papan sembari menunggu perahu datang.
”Jarang-jarang bisa naik ketek. Dalam satu tahun, paling hanya dua kali, yakni pada saat Idul Fitri dan Idul Adha,” ujarnya.
Saat itu, ia pergi bersama kelima temannya yang tinggal di lingkungan yang sama. Setelah turun dari ketek, mereka mengambil wudhu di pinggir Sungai Musi sehingga saat tiba di masjid mereka bisa langsung shalat.
Baca Juga: Daya Tarik Wisata di Tepi Sungai Musi Bakal Lebih Beragam
Reza berharap dermaga bisa diperbaiki agar lebih banyak warga yang berminat menggunakan ketek. ”Siapa tahu dengan dermaga yang bagus akan banyak yang mau bepergian menggunakan kapal atau untuk berwisata,” tuturnya. Selain itu, aspek keselamatan juga perlu diperhatikan dengan menyediakan pelampung bagi wisatawan.
Perbaikan dermaga
Upaya revitalisasi dermaga memang menjadi salah satu program yang sudah dirancang oleh pemerintah pusat dan Pemerintah Kota Palembang. Dana yang digelontorkan mencapai Rp 340 miliar.
Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda menjelaskan, untuk membenahi 12 dermaga di Palembang, Kementerian Perhubungan telah menganggarkan sekitar Rp 250 miliar, sedangkan Pemkot Palembang menganggarkan Rp 90 miliar dari APBD.
Langkah ini dinilai penting untuk mengembalikan kembali minat masyarakat menggunakan moda transportasi sungai yang kian merosot. ”Penggunaan moda transportasi sungai di Palembang kini tinggal 25 persen. Kebanyakan beralih ke transportasi darat,” katanya.
Selain perbaikan infrastruktur, penerapan sistem moda transportasi terintegrasi juga akan dilakukan demi mendongkrak penggunaan moda transportasi sungai yang menjadi salah satu keunggulan Palembang. ”Dengan begitu, masyarakat akan memiliki banyak pilihan moda transportasi umum,” ujarnya.
Penggunaan moda transportasi sungai di Palembang kini tinggal 25 persen. Kebanyakan beralih ke transportasi darat.
Catatan dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah VII Sumsel Babel menunjukkan, setidaknya ada 500 kapal melintas Kota Palembang setiap hari. Dari angka itu, ada 70-100 kapal angkutan antarkabupaten di Sumsel. Kapal-kapal itu berlabuh di sejumlah dermaga yang sudah tersedia.
Terdapat juga sekitar 400 ketek yang digunakan untuk perjalanan dalam kota, termasuk untuk kepentingan wisata.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam kunjungannya ke Palembang pernah berujar jika ibu kota Sumatera Selatan ini memiliki moda transportasi yang paling lengkap. Mulai dari angkutan darat, angkutan udara, angkutan sungai, bahkan sampai kereta ringan (light rail transit/LRT) telah tersedia.
Tinggal bagaimana mengintegrasikan sehingga bisa memudahkan warga. ”Jika berhasil, sistem integrasi ini akan menjadi contoh bagi daerah lain,” kata Budi Karya ketika itu.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Palembang Sulaiman Amin menuturkan, selain perbaikan dermaga, pembenahan obyek pariwisata di sekitar Sungai Musi juga terus dilakukan secara bertahap. Tujuannya agar banyak wisatawan dari luar Palembang yang penasaran untuk datang berkunjung.
Menurut dia, perbaikan sarana dan prasarana wisata air akan berdampak besar bagi perekonomian. Tidak hanya berdampak bagi pengelola tempat wisata, tetapi warga sekitar yang menggantungkan diri dari kedatangan wisatawan. Salah satunya adalah pengemudi ketek.
Apalagi, Palembang tidak hanya memiliki obyek wisata sungai, tetapi ada wisata kuliner dengan salah satu makanan khasnya pempek, wisata religi dengan beragam tempat ibadah dibalut dengan keindahan toleransi setiap warganya.
Palembang juga terkenal dengan wisata sejarah. Palembang bahkan disebut sebagai kota tertua di Indonesia. Potensi wisata olahraga juga besar dengan keberadaan kawasan Jakabaring Sport City yang memiliki sejumlah venue berstandar internasional, termasuk Stadion Gelora Sriwijaya yang merupakan satu-satunya stadion berstandar Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA) di Sumatera.
Budayawan Palembang, Ali Goik, menuturkan, Palembang telah menyuguhkan perpaduan antara kehidupan modern dengan tetap mempertahankan kearifan lokalnya. Salah satunya terlihat dari sektor transportasi. Palembang telah memiliki alat transportasi LRT, tetapi tidak meninggalkan perahu keteknya. Kekuatan inilah yang harus dikedepankan agar menjadi ciri khas.
Wakil Rektor Universitas Sumatera Selatan Rabin Ibnu Zainal menambahkan, selain perbaikan infrastruktur yang perlu diperhatikan adalah atraksi wisata yang harus terus dikembangkan. Ini penting guna memikat para wisatawan untuk berkunjung.
Menjadikan sungai sebagai alat transportasi juga bisa menjadi keunggulan layaknya Venesia yang juga menerapkan wisata air dengan mengandalkan transportasi sungainya.
”Dengan begitu, julukan Venesia dari Timur untuk Palembang tidak hanya jadi rumor belaka,” ujar Rabin.
Baca Juga: Mengembalikan Julukan Venesia dari Timur