Akhir Tahun Menantang bagi Warga ”Ekonomi Sulit” Surabaya
Di akhir tahun, kenaikan harga pangan dan kebutuhan pokok terus membayangi dan memberatkan warga miskin dan berpenghasilan rendah di Surabaya, Jawa Timur.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Memasuki bulan terakhir 2023, harga bahan pangan dan kebutuhan pokok di Surabaya, ibu kota Jawa Timur, masih tinggi. Kenaikan harga akan memberatkan masyarakat terutama yang miskin dan berpenghasilan rendah.
Di sisi lain, pengujung tahun berbarengan dengan masa libur semester sekolah dan Natal dan Tahun Baru. Biasanya, di bulan terakhir bahkan sejak pertengahan November mulai terjadi peningkatan konsumsi barang dan jasa yang dipicu rabat atau potongan harga dari pusat belanja. Namun, situasi ini tidak bisa dinikmati oleh warga miskin dan berpenghasilan rendah karena sudah dipukul kenaikan harga bahan pangan dan kebutuhan pokok.
Sampai dengan Kamis (30/11/2023), di sejumlah pasar di Surabaya, harga bahan pangan yang masih menanjak ialah beras premium, gula pasir, minyak goreng curah, telur ayam, cabai, dan bawang.
Rerata harga beras Rp 15.000 per kilogram, gula Rp 16.000 per kg, minyak goreng Rp 16.000 per liter, telur ayam ras Rp 27.000 per kg, cabai merah keriting dan cabai merah besar Rp 70.000 per kg, dan bawang merah Rp 25.000 per kg.
Kenaikan harga beras, gula pasir, minyak goreng, dan telur ayam berada di kisaran 2-3 persen dibandingkan dengan sehari hingga sepekan sebelumnya. Untuk bawang merah, kenaikannya 4-5 persen sedangkan cabai merah ada kenaikan 7-8 persen. Laju harga menanjak itu melampaui akumulasi inflasi Januari-Oktober yang 2,43 persen apalagi infasi Oktober lalu yang 0,27 persen.
”Harga naik itu ya Mas, sudah pasti menyulitkan kami warga yang penghasilan tidak tentu atau rendah,” kata Sumiyati, warga Wonokromo, ibu rumah tangga bersuami pengayuh becak. Penghasilan suami Rp 30.000-Rp 40.000 per hari atau dalam sebulan maksimal Rp 900.000-Rp 1,2 juta.
Untuk menambah penghasilan keluarga, Sumiyati berjualan kudapan goreng dengan keuntungan bersih Rp 10.000-Rp 20.000 sehari berjualan. Namun, berjualan kudapan tidak dapat berlangsung setiap hari. Ia tak bisa berjualan jika sakit atau suami dan anak juga tidak sehat.
Harga naik itu ya Mas, sudah pasti menyulitkan kami warga yang penghasilan tidak tentu atau rendah.
Ketika terjadi kenaikan harga, kata Sumiyati, ia akan mencari komoditas yang dijual dalam operasi pasar karena harga stabil. Namun, komoditas itu amat terbatas pada beras, gula, dan minyak goreng. Padahal, seseorang perlu makan bukan sekadar nasi, melainkan perlu lauk dan sayur yang memerlukan bumbu berbahan cabai, bawang, dan gula pasir yang harganya sedang menanjak.
Senada diutarakan oleh Sugiyanto, warga Jambangan, yang pengojek dalam jaringan (online). Penghasilan untuk istri dan dua anak tergantung dari produktivitas kerja dan keberuntungan. ”Dalam sebulan bisa Rp 2 juta-Rp 3 juta, sedangkan dari istri yang menjadi pembantu (asisten rumah tangga) bisa tambah Rp 1 juta,” katanya.
Menurut Sugiyanto, meski penghasilan bisa mencapai Rp 4 juta dalam sebulan, tetapi belum ideal untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam pangan, kesehatan, pendidikan, sandang (busana), papan (hunian), transportasi, dan komunikasi.
”Sampai akhir tahun ini, bagi keluarga saya, kondisi masih amat berat untuk menjadi sejahtera,” kata Sugiyanto. Ia berusaha dan berharap setidaknya pada tahun depan mendapatkan pekerjaan formal dengan upah layak dan ideal. Produktivitas kerja sebagai pengojek akan turun seiring penambahan usia yang berdampak penurunan stamina dan munculnya gangguan kesehatan.
Di Surabaya, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2023, dari 2,912 juta jiwa warga, 136.370 jiwa di antaranya atau 4,68 persen masih miskin. Miskin karena pengeluaran kebutuhan hidup selama sebulan berada di bawah garis kemiskinan yang senilai Rp 718.370 per kapita.
Warga miskin tadi sudah termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah atau penghasilan gabungan keluarga di bawah upah minimum tahun ini yang Rp 4,525 juta. Adapun upah minimum 2024 naik 6,13 persen sehingga menjadi Rp 4,802 juta.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, pengendalian kenaikan harga atau inflasi juga merupakan upaya membantu masyarakat tidak mampu. Pengendalian masih terbatas pada komoditas tertentu, terutama beras.
”Di sejumlah pasar telah diadakan warung TPID (tim pengendalian inflasi daerah) yang menjual beras dengan harga stabil,” kata Eri. Pembeli beras di warung ini terbatas bagi warga tidak mampu atau berpenghasilan rendah dengan memperlihatkan kartu tanda penduduk.
Selain itu, program pengentasan kemiskinan dengan pemberian bantuan, pelatihan kerja, pendampingan usaha, penyaluran modal, perbaikan rumah tidak layak huni, dan pemberdayaan skala kampung terus dikembangkan.