Surabaya Coba Entaskan 1,011 Juta Jiwa Warga Berpenghasilan Rendah
Sebanyak 1,01 juta jiwa atau 34 persen dari populasi di Surabaya, Jawa Timur, merupakan masyarakat berpenghasilan rendah yang rentan miskin. Perlu program pengentasan secara terpadu dan berkesinambungan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
Kompas/Bahana Patria Gupta
Prajurit Kodam V/Brawijaya menyiapkan paket bahan makanan yang akan diibagikan kepada masyarakat kurang mampu di Surabaya, Jawa Timur, Senin (27/4/2020). Aksi bakti sosial antara Kodam V/Brawijaya dan Lions Club Surabaya Edelweiss itu menyediakan sekitar 2.000 paket bahan makanan.
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya mencatat lebih dari 1,011 juta jiwa berkategori masyarakat berpenghasilan rendah. Sebagian dari mereka warga miskin dan lainnya rentan menjadi miskin. Pengentasan rakyat dari kemiskinan memerlukan intervensi berupa program utuh dan terpadu.
Menurut laman resmi https://epemutakhirandata.surabaya.go.id/, Rabu (5/1/2022) petang, di Surabaya tercatat 322.684 keluarga masuk kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Jumlah itu setara dengan 1,011 juta jiwa. Persentase MBR sebesar 34 persen dari populasi yang 2,929 juta jiwa.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik Surabaya, jumlah penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan pada 2021 sebanyak 152.490 jiwa atau 5,2 persen dari populasi. Jumlah itu naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang 145.670 jiwa atau 5 persen dari populasi di tahun serangan pandemi Covid-19 dimulai. Kenaikan jumlah penduduk miskin sebanyak 6.820 jiwa.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, serangan pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) sejak Maret 2020 turut menjadi faktor yang memicu kenaikan jumlah penduduk miskin dan MBR. Pandemi mengakibatkan terhentinya sektor sosial ekonomi karena terpaksa ditempuh pembatasan aktivitas.
Masyarakat yang sebelumnya belum miskin menjadi miskin atau berpenghasilan cukup menjadi rendah karena tidak mendapat kerja, kehilangan pekerjaan, dan atau penurunan upah sebagai konsekuensi pengurangan produktivitas di unit usaha.
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO (BRO) 04-03-2019
Mahasiswa yang menjadi volunter Garda Pangan, organisasi wirausaha sosial, menyalurkan pastri yang merupakan produk berlebih patiseri yang masih aman dan amat layak dikonsumsi kepada anak-anak Taman Bacaan Masyarakat Anggrek Bulan di Keputih Tegal Timur Baru, Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, 4 Maret 2019.
Untuk masyarakat miskin, menurut Eri, telah ada program pengentasan, misalnya pemberian bantuan secara rutin sesuai dengan kewenangan pemerintah pusat, provinsi, atau kabupaten/kota. Oleh pemerintah kota, warga miskin turut dibantu melalui program intervensi MBR.
Misalnya, prioritas dalam rehabilitasi rumah agar layak huni, pengutamaan dalam mendapatkan rumah susun, bantuan makanan minuman secara rutin terutama bagi warga miskin dan MBR lanjut usia, yatim piatu, dan penyandang disabilitas. ”Siswa-siswi dari keluarga miskin atau MBR juga dibantu dalam penyediaan seragam, sepatu, alat, dan kelengkapan bersekolah,” kata Eri.
Program pengentasan rakyat dari kemiskinan sedang berjalan. Di sisi lain, menurut Eri, data MBR perlu terus dimutakhirkan dan dicek ulang. Pemerintah menghindari memberi bantuan kepada yang tidak berhak atau ternyata mampu secara ekonomi dan sosial. Misalnya, kalangan warga yang masih dalam usia produktif bekerja akan dikeluarkan dari kategori MBR setelah mendapat pekerjaan formal atau informal.
Adapun upah minimum Surabaya 2022 senilai Rp 4,375 juta. Nilai itu naik Rp 75.000 dibandingkan dengan tahun lalu. Padahal, menurut pendapat Eri, suatu keluarga (orangtua dengan dua anak) dapat hidup dengan cukup jika setiap bulan berpenghasilan minimal dua kali upah minimum atau Rp 8,75 juta. Upah itu bisa diupayakan dari suami istri sama-sama bekerja dan atau berusaha atau setidaknya salah satu orangtua bekerja dan berpenghasilan layak.
BPMI SETWAPRES
Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem di Provinsi Jawa Timur di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (30/9/2021).
Intervensi untuk pengentasan rakyat dari kemiskinan juga bisa ditempuh melalui penguatan dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Misalnya, UMKM busana dan persepatuan dikerahkan untuk pengadaan seragam, sepatu, dan kelengkapan sekolah bagi pelajar miskin dan MBR. Eri mengatakan, aparaturnya juga bisa diwajibkan untuk membeli produk UMKM dan atau membeli kebutuhan melalui e-Peken yang notabene jaringan toko kelontong UMKM yang dikelola masyarakat.
Eri melanjutkan, beberapa aset pemerintah yang belum dioptimalkan bisa dikelola untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan warga miskin dan MBR. Misalnya, lahan pemerintah yang belum dimanfaatkan bisa untuk budidaya perikanan, persawahan, dan garam.
Siswa-siswi dari keluarga miskin atau MBR juga dibantu dalam penyediaan seragam, sepatu, alat, dan kelengkapan bersekolah.
Pemerintah tidak akan menarik sewa atas pemanfaatan aset itu kepada warga melalui kelompok tani. Pendapatan dari budidaya dapat dinikmati sampai keluarga tidak lagi miskin atau berpenghasilan rendah. ”Program pemberian pelatihan keterampilan dan manajemen UMKM juga masih dipertahankan,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Sosial Surabaya Anna Fajriatin menambahkan, pemutakhiran data penerima bantuan untuk MBR terus dilakukan. Aparatur di kecamatan dan kelurahan memverifikasi kembali data MBR untuk ditampilkan di situs SI-MBR. Pemutakhiran diperlukan karena mungkin ada penerima manfaat yang telah meninggal, pindah, atau tidak lagi berkategori MBR karena berpekerjaan baru atau berpenghasilan lebih baik.
”Hasil pemutakhiran agar ditempel di setiap Balai RW guna diperiksa secara luas,” kata Anna. Pemeriksaan bisa oleh publik, pengurus RT, RW, LPMK, pendamping program keluarga harapan, dan pendamping bantuan pangan nontunai untuk verifikasi. Pemutakhiran berjalan terus dengan tujuan bantuan dan intervensi program benar-benar tepat sasaran.