Api Cemburu Suami di Cirebon Membakar Rumah dan Melukai Istrinya
Suami cemburu diduga membakar rumah dan melukai istrinya. Perempuan itu kehilangan tempat tinggal dan hidup dalam trauma.
Api cemburu T (39), pria di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, diduga telah membakar rumah dan melukai istrinya, S (38). Kini, S kehilangan tempat tinggal dan hidup dalam trauma. Sementara itu, T masih berkeliaran entah di mana.
S memandang nanar puing-puing rumahnya yang hangus di sebuah gang sempit di Kecamatan Gegesik, Cirebon, Selasa (21/11/2023). Hampir seluruh bangunan seluas 36 meter persegi itu menghitam dilahap si jago merah. Atapnya ambruk. Tembok belakang tetangga ikut terbakar.
Sofa tempatnya biasa bersantai bersama suami gosong tak tersisa. Begitu pun dengan televisi dan lemarinya. Padahal, rumah itu baru ia beli dan huni kurang dari satu tahun.
Empat bulan lalu, S bahkan merenovasi rumahnya. Dananya dari hasil penyewaan sawah warisan orangtuanya. Ironisnya, kebakaran rumah itu diduga ulah suaminya, T, yang seharusnya menjadi ”rumah” baginya.
Baca juga: Siapa Pun yang Bertikai, Anak dan Perempuan Selalu Rentan Jadi Korban KDRT
Kondisi rumah perempuan berinisial S yang diduga dibakar oleh suaminya sendiri di Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (21/11/2023). Korban juga diduga menjadi korban KDRT yang dilakukan oleh suaminya.
Kebakaran
Peristiwa kelam tersebut terjadi pada Sabtu (18/11/2023) dini hari. Mulanya, pasangan yang baru menikah dua tahun terakhir itu sedang makan bersama. T lalu menawarkan membeli minuman dingin untuk S di warung.
Setelah menerima minuman, S ke teras karena merasa gerah. ”Terus dia bilang, ada maksud apa kamu duduk di situ malam-malam? Dia marah-marah enggak keruan. Saya bilang, kan,habis makan enggak boleh langsung tidur. Tapi, dia menuduh saya ada maksud lainnya,” ungkap S.
S kembali masuk ke dalam rumah dan menjelaskan bahwa ia keluar hanya mencari angin. Namun, T menudingnya macam-macam. Keduanya cekcok. T melemparkan gelas berisi teh, menggigit, mencekik, dan menyabet korban dengan kayu serta timang atau kepala ikat pinggang.
Kekerasan itu membuat lengan kanan dan kirinya bengkak, membiru. Tidak berhenti di situ, T juga mengancam akan melukainya lagi. ”Pas keluar rumah, ada temannya bawa bensin. Terus baju aku dilumurin bensin. Dinyalain (pakai korek), Alhamdulillah enggak nyala,” ucapnya.
Suaminya juga menyiram sejumlah bagian rumah dengan bensin. Namun, lagi-lagi, T gagal menyulut api. Beberapa kali S mencegat T hingga terjatuh. Anak dan menantu S yang tinggal di rumah sempat menyaksikan kegaduhan itu. Tapi, mereka takut karena diancam akan dilukai.
Dia kalau pulang biasa bau minuman (keras). Dia juga pernah bilang, katanya capek jadi orang baik.
Khawatir dengan keselamatannya, S kabur dan bersembunyi di rumah warga. Sabtu siang, saat T tiada, S kembali ke rumahnya untuk mengambil beberapa dokumen penting dan membawa tiga anggota keluarganya, termasuk cucunya yang masih berusia 1,5 tahun, ke tempat aman.
Tindakannya tepat. Pada Sabtu sekitar pukul 18.30, rumahnya terbakar. ”Kebakaran diumumin lewat toa dan gentong di tajug-tajug. Warga coba padamin pakai air lumpur. Mobil pemadam juga datang. Ada satu jam sampai api mati,” ucap Aman Nurahman, kepala dusun setempat.
Aman tidak tahu penyebab kebakaran. Namun, S menduga kuat itu ulah suaminya. Apalagi, T sudah mengancam dan berupaya membakar rumah itu. Setelah kejadian, T juga kabur entah ke mana. Kini, S merugi sekitar 200 juta dan harus mengungsi bersama tiga anggota keluarganya.
Baca juga: Kekerasan dan Perundungan Remaja Perempuan yang Viral di Cirebon
Seorang perempuan berinisial S melaporkan dugaan kasus kekerasan dalam rumah tangga kepada polisi di Kepolisian Sektor Gegesik, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (21/11/2023). Korban diduga menjadi korban KDRT yang dilakukan oleh suaminya sendiri.
Preman
S tidak menyangka, suaminya tega melukai dan membakar rumahnya. S dan T mengikat janji suci sekitar dua tahun lalu. Keduanya sudah punya anak masing-masing dari perkawinan sebelumnya. ”Ini pernikahan kedua saya. Kalau dia (T) mungkin sudah yang kelima,” ucapnya.
S mengakui, suaminya dikenal sebagai preman dan pernah masuk penjara karena masalah perkelahian. ”Tapi, selama sama saya, dia enggak pernah (membuat masalah). Makanya, kata orang-orang, alhamdulillah (saya) bisa ngelingane (mengingatkan) preman,” ungkapnya.
T yang sebelumnya tidak punya pekerjaan jelas pun mulai ikut memanen padi. Namun, sebulan terakhir sikap T berubah.
”Enggak tahu kenapa. Dia kalau pulang biasa bau minuman (keras). Dia juga pernah bilang, katanya capek jadi orang baik. Mungkin pengaruh temannya,” ujar S.
S mengakui kerap cekcok dengan suaminya. Menurut dia, T acap kali cemburu tanpa alasan jelas. Namun, baru kali ini T main tangan dan melukainya. Akibat kekerasan itu, ibu rumah tangga ini tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga mengalami trauma mendalam. ”Saya takut karena diancam mau dibakar sama dia. Saya masih di tempat aman,” ucap S.
Ia telah melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan dugaan pembakaran itu ke polisi. Ia berharap polisi segera menangkap suaminya. Jika tidak, S dan keluarganya belum tenang.
Gatot Sutrisno, Kuwu (Kepala Desa) Gegesik Kulon, telah menyiapkan rumah aman sementara waktu untuk S dan keluarganya. Ia mempersilakan S jika ingin tinggal hingga situasi kondusif.
Pihaknya mendesak polisi segera meringkus T. Apalagi, bukan kali ini saja T meresahkan warga.
”Dia sering ke warung warga, malakin. Pernah juga mengamuk di Balai Desa Gegesik Kidul, mecahin (barang-barang),” ujar Gatot. Menurut dia, kondisi yang tidak aman akan membuat beban warga semakin berat di tengah dampak kekeringan dan kenaikan harga bahan pangan.
Gegesik merupakan sentra padi di Cirebon. Dengan luas tanam 10.497 hektar, produksi gabah kering panen mencapai 78.115 ton tahun lalu. Akan tetapi, daerah ini juga rentan kekeringan seperti saat ini. Sejumlah saluran irigasi tampak mengering.
Kepala Polsek Gegesik Ajun Komisaris Suheryana memastikan keamanan warga dengan menindak tegas T. Polisi telah mengecek lokasi dan memeriksa sejumlah saksi. Pihaknya juga masih melacak keberadaan residivis kasus pidana perusakan dan penganiayaan tersebut.
Hingga kini, tersangka kasus dugaan KDRT dan pembakaran adalah T. Namun, pihaknya tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan orang lain yang memberikan bensin kepada T.
”Kami masih mendalaminya. Untuk keamanan korban, kami lakukan pemantauan,” ungkap Suheryana.
Kekerasan dalam rumah tangga
Peristiwa ini menambah panjang kasus KDRT di Cirebon. Tahun lalu, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Cirebon mencatat 11 KDRT. Adapun pada 2021 tercatat ada 15 kasus KDRT. Namun, jumlah itu belum termasuk kasus KDRT yang tidak dilaporkan.
Sementara Women Crisis Center Mawar Balqis, lembaga pendampingan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, mendokumentasikan 41 KDRT di Cirebon pada 2022. Jumlah ini hampir setengah dari 94 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sebagian besar kasus KDRT itu berakhir dengan perceraian, hanya sedikit yang sampai ke ranah hukum. Menurut Manajer Program WCC Mawar Balqis Sa’adah, selain bergantung secara ekonomi pada pelaku, korban juga khawatir dengan proses hukum yang berlarut-larut.
Itu sebabnya, menurut Sa’adah, keberanian S untuk melaporkan suaminya dalam kasus KDRT perlu mendapat dukungan. Selain lembaga pemerhati perempuan, pemerintah dan polisi juga harus turun tangan. ”Jangan sampai polisi angkat tangan karena diancam pelaku,” ucapnya.
Asih Widiyowati, pendiri Umah Ramah, lembaga yang fokus pada isu kekerasan perempuan dan anak, menilai, kasus S menunjukkan rentannya perempuan menjadi korban KDRT. Menurut dia, rasa cemburu suami tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan terhadap istri.
Selain penegakan hukum terhadap pelaku, dukungan lingkungan juga sangat dibutuhkan korban KDRT. ”(Perlindungan korban) ini bagian dari tanggung jawab bersama, bukan hanya individu atau keluarga korban saja. Penderitaan ini ada di depan mata kita,” ucapnya.
Baca juga: Setiap Hari, Sekitar 20 Pasangan di Cirebon Bercerai, Pemkab Bentuk Tim